TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #3

Rachel Sasikirana Arindati (2)

Malam tak berbintang. Hujan turun dengan lebat, berlomba dengan gemuruh petir yang memekakkan telinga. Tetes-tetes air menyerembes masuk ke dalam jendela yang terbuka. Aroma segar terasa sangat menenangkan.

Rachel menyeruput coklat hangat yang baru saja diantarkan oleh pembantunya. Ia saat ini duduk di pinggiran ranjang dengan terus memikirkan apa yang dikatakan sahabatnya semenjak kecil. Memiliki pacar! Ya, itulah yang ia pikirkan saat ini. Ada banyak pertimbangan di balik itu semua tapi ia juga tidak mungkin selamanya hidup sendiri ‘kan?

Ada banyak pria yang jelas-jelas menyukainya tapi ia merasa ragu dengan semua itu. Ia takut tersakiti atau menyakiti orang lain nantinya. “Ahhh, pusing sendiri mikirnya,” kesalnya.

Ia berjalan keluar jendela kamar. Merasakan hembusan angin dan tetesan hujan di kulitnya yang hanya memakai baju kaos lengan pendek dan hotpans. Menutup matanya dan berusaha menghilangkan beban yang selama ini menimpanya.

“Seandainya mereka tau gua gak sebahagia apa yang mereka pikir,” gumamnya lalu tersenyum kaku. Ia membuka matanya saat merasakan sedikit tenang. Melihat lalu lalang mobil yang melaju tanpa beban sedangkan pengendara sepeda motor terlihat gemetar dengan tubuhnya yang basah.

Ia merasa iri pada mereka. Mereka yang dapat merasakan loncat-loncatan di dalam genangan air. Mereka yang bisa bergerak dengan bebas. Tanpa ada batasan ataupun pengawasan. Merasa bahagia bahwa hidup mereka sepenuhnya milik mereka.

Tersenyum dan menerimalah yang selalu ia lakukan. Dengan wajah yang tak dapat menyembunyikan kesedihan ia kembali masuk ke dalam kamar. Menutup jendela kamarnya dan menyalakan pemanas ruangan kamarnya. Ia kembali menyeruput coklat hangat yang tadi ia tingggalkan.

Suara ketukan pintu mengagetkannya. “Masuk!” ujarnya.

Seorang pembantu masuk dan langsung membungkuk. Itu sudah menjadi peraturan di rumah yang bagaikan istana ini. Lalu ia tersenyum semanis yang ia bisa.

“Kenapa Bibi masih nunduk gitu ke aku?” tanya Rachel tak suka.

“Maaf, Non, tapi saya takut dipecat sama Tuan.”

“Ada apa, Bi?” Rachel lelah untuk berdebat kesekian kalinya dengan masalah yang sama.

“Tuan manggil Non untuk ke ruang kerja Tuan.”

Rachel mengernyit. “Apa lagi kesalahan yang gue perbuat!” teriaknya kesal membuat pembantu itu terkejut. Ia keluar kamar tanpa peduli dengan pembantu yang masih berdiri kaku.

Ruang kerja itu diketuk pelan. Lesu dan bersiap dimarahi, sudah terbiasa dengan itu semua. “Ayah, ini Rachel,” ujarnya.

“Masuk!” Suara tegas terdengar dari balik pintu.

Ia masuk dengan wajah menunduk. Entahlah, ia bahkan belum tau apa kesalahannya. “Ada apa, Yah?” tanyanya dengan suara yang nyaris berbisik.

“Kenapa kamu ke sana?” tanya pria paruh baya bernama Arya, dengan umurnya yang telah menginjak kepala empat, ia bisa dibilang masih sangat tampan. Matanya menatap lekat putrinya yang masih mematung.

Rachel sekarang mengerti maksud dari perintah ayahnya untuk menemuinya. “Aku udah besar, Ayah,” jawabnya. “Harus berapa kali aku mengatakan kalimat itu!?” batinnya.

“Ayah tidak bertanya apakah kamu masih kecil atau sudah besar, kenapa kamu ke sana?” tanya Arya dengan nada yang lebih tegas. Ia sangat tidak suka jika aturannya dibantah.

Rachel menghembus nafas pelan. “Aku cuma mau bantu mereka, Ayah,” jawabnya. Ia berharap raut wajah ayahnya akan berubah tapi ternyata tidak. Masih terlihat marah di wajah tampannya.

“Ayah udah tau ke mana aja kamu seminggu ini, tapi Ayah masih diam dan tadi Ayah liat kamu telponan sama pria yang gak kamu kenal dan cara kamu bicara … Ayah udah gak bisa sabar dengan hal itu!” Amarah Arya semakin terlihat.

“Ayah ta ….”

“Ayah gak mau kalau kamu sampai dijebak sama saingan kerja Ayah!” potong Arya. Amarahnya berubah dengan tatapan penuh sayang. “Kamu seharusnya ngerti!”

Rachel tersenyum dan hendak berlari memeluk ayahnya tapi tangan kekar itu mengatakan tidak. Ia kembali tetap di tempat dan menunggu apa yang ayahnya katakan. Sifat tegas itu yang membuatnya bisa menghitung berapa kali ia berpelukan dengan ayahnya semenjak ia bisa mengingat dengan baik.

“Mulai besok kamu gak boleh lagi bawa mobil sendiri!” tegas Arya.

Rachel menatap ayahnya tak percaya. Kejadian tiga tahun yang lalu akan terulang lagi, di mana pergerakannya hanya 45%. “Tapi Ayah ….”

“Jangan membantah! Dan satu lagi, kalau kamu mau berhubungan dengan seorang pria kamu harus meminta persetujuan Ayah!”

“What the hell?!” umpat Rachel. Ia tak bisa membayangkan kisah cintanya nanti. Perintah ayahnya yang terakhir sangat membuatnya kesal.

“Ayah tau kamu kesal tapi tidak ini demi kebaikan kamu!”

“Iya, Yah,” jawab Rachel akhirnya. Ia tak berani membantah lagi. Ucapan ayahnya benar, ia tak ingin jika tersakiti dan dimanfaatkan. “Rachel permisi, Ayah.” Ia melangkah mundur dan keluar dari ruangan itu.

Di dalam kamar ia memilih untuk menyelesaikan tugas dari dosennya, Eros. Dosen yang membuatnya semakin kesal dengan sikap berbeda. Menatap hari esok yang akan kembali dimulai.

*****

Mentari pagi masuk melalui celah-celah jendela. Embun pagi yang diterpa angin terasa sangat menyejukkan. Nyanyian burung yang terdengar bahagia menyambut pagi.

Lihat selengkapnya