Suasana kelas sangatlah riuh, Rachel diam sesaat sebelum masuk ke dalam kelas. Ia merasa ada yang aneh di dalam sana. Namanya disebut-sebut, tanpa ia tau tentang masalah apa. Ia membuka pintu kelas yang tertutup. Semua mata tertuju padanya dan kelas mendadak diam.
Ia menyerngit saat tiba-tiba Silvy menarik tangannya. “Ada apa, Sil?” tanyanya.
“Mulai sekarang lo gak boleh nolak kalo ada cowok yang deketin lo!” jawab Silvy.
Rachel menatap ke sekeliling kelas yang juga ikut menatapnya. Hampir semua cowok mengedipkan matanya, membuatnya bergidik ngeri. Tatapan tak suka dari para wanita membuat ia jengah. “Sil, lo bilang apa ke mereka?” tanyanya.
“Gue tadi jelasin kalau kita tuh gak lesbi.”
“Terus?”
“Ya … gue bilang kalo lo sekarang mulai membuka hati.”
Mulut Rachel menganga mendengar jawaban Silvy seakan tak percaya. Ia merasa seperti gadis yang tidak laku akibat kesombongannya. “Gila lo!” bisiknya, ia akhirnya tak peduli dan meninggalkan kelas setelah mengambil tas.
“Chel, dengerin gue dulu!” Silvy mengejar Rachel yang menuju gerbang kampus. Ia sama sekali tidak berniat mempermalukan sahabatnya itu.
Rachel sangat kesal saat ini. Bagaimana bisa sahabatnya mengambil tindakan tentangnya tanpa memberitahu ia terlebih dahulu. Membuat aplikasi biro jodoh untuknya tanpa persetujuannya. “Dia kira gue gak laku apa?” makinya. Ia tak peduli dengan tatapan semua orang yang menatapnya penuh tanya.
“Chel, tunggu!” Silvy berhasil mengamit tangan Rachel. “Gue minta maaf, gue gak bermaksud kayak yang lo pikir.”
Rachel melepas tangan Silvy dari tangannya kasar. “Terus maksud lo apa? Lo tau gue ngerasa kalo gue tuh cewek sok jual mahal dan karena itu gue gak punya pacar sampai sekarang!” ujarnya.
“Chel, gue cuma berniat supaya kita gak dikira lesbi.”
“Dan buat biro jodoh ke gue seakan gue gak laku gitu?!” tanya Rachel ketus. Amarahnya ada di ubun-ubun saat ini. Tak menyangka Silvy memiliki pemikiran yang sangat pendek.
Silvy terdiam, ia tak tau harus berkata apa karena memang dia yang egois di sini. Tanpa berpikir panjang ia melakukan hal yang memalukan seperti itu tapi ia memang tidak berniat untuk mempermalukan sahabatnya. Ia hanya ingin sahabatnya memiliki pria untuk melindunginya seperti Rendy padanya.
“Gue tau Sil, lo pasti capek ‘kan punya temen kayak gue tapi gak gini caranya!” kesalnya. “Lo bisa ngomong ke gue dan gue gak bakal ganggu lo lagi!” ujar Rachel lalu pergi meninggalkan Silvy yang belum sempat menjelaskan niatnya yang sesungguhnya. “Dan gue bisa nemuin sendiri cowok yang gue mau!” teriaknya.
Silvy diam saat kepergian Rachel, ia merasa sangat bersalah. Perlahan ia meninggalkan gerbang kampus dan kembali ke kelas. Mengatakan bahwa yang ia katakan tentang hal yang membuat Rachel malu itu adalah sebuah kebohongan. Memperbaiki keadaan seperti semula.
*****
Berbeda dengan suasana di luar yang mendung dingin. Ray mengelap keringat yang bercucuran di pelipis dan dagunya. Ia baru saja memenangkan lomba basket antar jurusan untuk kesekian kalinya.
Namanya diteriakkan oleh banyak gadis dari berbagai jurusan. Menatap kagum penuh damba padanya. Namun lagi dan lagi, ia tak menemukan gadis impiannya di sana. Gadis yang selama setahun ini menarik perhatinnya namun ia masih belum bisa menyampaikan rasa itu.
Seorang gadis menghampirinya dan memberinya minuman dingin. Ray dengan lembut menolak membuat gadis itu mendengus kecewa. Ia mengambil sendiri minumannya yang telah ia bawa. Seakan tidak melihat hal yang telah terjadi, beberapa gadis malah datang menghapirinya dengan makanan dan bahkan ada yang membawa baju ganti.
Ray mengumpat dalam diam, mereka pikir ia orang yang tak mampu untuk membeli makan minum ataupun baju ganti? “Minggir!” perintahnya dingin tanpa ekspresi.
Seketika itu juga, para gadis yang terlihat murahan di mata Ray itu menjauh. Memberi jalan pada pangeran yang sangat mereka idolakan. Bahkan saat langkahnya ingin berjalan ke ruang ganti, seseorang yang sangat ia kenal malah memanggilnya. Membuatnya berbaik dengan wajah menahan kesal.
“Ada surat buat lo,” ujar Kean, sahabat Ray. Bukannya memberi surat itu pada Ray, ia malah membuka dan membacanya.
Tampak seorang gadis yang berusaha mencegah Kean membaca isi surat yang ia khususkan untuk Ray. Mata dan pipinya memerah. Wajahnya menunduk malu surat cintanya didengarkan oleh banyak orang.
Dear Kak Ray, Cowok Impian.
Aku Aira, dari jurusan seni. Seorang gadis biasa yang sudah lama jatuh hati sama Kakak. Selama setahun ini, aku berusaha menyembunyikan rasa dengan memerhatikan Kakak dari kejauhan. Tapi hari ini aku memutuskan menyerukan kata itu, mengungkapkan apa yang aku rasa sama Kakak.
Maaf, Kak. Jika aku terlalu berani mengutaran cinta untuk Kakak. Kakak yang begitu sempurna mana mungkin pantas untuk berpegangan tangan denganku, tapi Kak, aku benar-benar tidak ingin lagi menjadi gadis pengecut yang hanya memerhatikan Kakak dari kejauhan. Apa ... Kakak bisa membalas perasaanku?
Berbagai bisikan-bisikan terdengar jelas memenuhi ruang basket itu. Bahkan ada yang terang-terangan meledek gadis yang baru saja dibaca suratnya oleh Kean. Namun, ada juga yang memuji keberadian Aira untuk mengungkapkan rasa pada Ray walau sebelumnya banyak yang mengutarakan cintanya pada Ray tapi itu selalu berada dalam satu jurusan, jika bukan sejurusan pun pastinya mereka seangkatan tapi ini, anak semester tiga yang berbeda jurusan dengannya.
Tanpa berniat menjawab isi surat gadis itu, Ray berlalu begitu saja setelah menepuk bahu Kean mengajak sahabatnya itu ikut bersamanya. Meninggalkan gadis itu dengan segala rasa malu dan ledekan dari para pemujanya yang lain. Ia yakin semua orang juga tau apa yang akan ia jawab tanpa harus lelah berbicara.
*****