TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #5

Our Life (2)

Gadis cantik itu terus mengamati penampilannya di depan cermin. Bukan karena hal lain, hanya saja kacamata Aviator berbingkai biru tua yang menghiasi wajahnya. Merasa tidak percaya diri dengan wajahnya.

Jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Setengah jam lagi kelasnya akan dimulai, tapi ia belum ingin beranjak dari cermin. Ia melepaskan kacamatanya dan menaruhnya di atas meja rias. Mengambil lensa minus berwarna hitam di pupil matanya. “Ini lebih baik!” ujarnya. Ia juga membeli beberapa lensa kemarin tanpa sepengetahuan bundanya.

“Sayang, kamu belum berangkat?” tanya Attania, menatap putrinya yang masih di depan cermin.

Rachel terkejut, “Sejak kapan Bunda di sini?” tanyanya.

“Sejak kamu pakai lensa di mata kamu. Udah lepas!” seru Attania. Walau sebagus apa pun merek lensa, risiko bahayanya juga ada. “Pakai kacamatanya!” ujarnya.

Ia menatap kesal bundanya. “Tapi Bun, aku takut keliatan culun!” tolaknya. “Aku pake lensa aja ya!” pintanya memelas.

“Udah gak usah ngebantah, pake kacamatanya!”

Rachel mengalah, ia melepaskan lensanya dan memakai kacamatanya. “Udah! Culun ‘kan Bun?!” Ia memperlihatkan wajahnya pada bundanya dengan serius.

“Tuhkan cantik! Udah gih pergi kuliah sana dan siap-siapa dapat pujian!” Attania mendorong tubuh Rachel keluat dari kamar.

Ia mendegus kesal, lalu bergegas pergi ke kampus dengan perasaan yang bercampur aduk. Melihat penampilannya yang biasa saja dia tak berhenti diperhatikan apalagi dengan penampilan baru seperti ini.

*****

Mobil sport silver mewah melaju dengan kecepatan sedang menuju kampus. Angin pagi membawa rambut sang pengendara melayang di udara. Menambah kesan elegant dan anggun menjadi pusat perhatian. Hari ini, ia diizinkan membawa mobil sendiri setelah membujuk sekian lama.

Namun di tengah pusat perhatian itu, Rachel berhenti saat melihat seorang pria yang berkutat dengan motor yang terlihat usang. Turun menghampiri pria itu yang tiba-tiba menarik perhatiannya. “Hai, ada apa dengan motormu?” tanyanya dengan bahasa yang baku. Ia ikut berjongkok di samping pria itu.

“Aku juga tidak tau! Tidak biasanya motor ini akan sulit diperbaiki!” jawab pria itu tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Ia masih berkutat dengan mesin yang membuat tangan menghitam.

Rachel melongo mendengar jawaban pria itu yang juga mengikuti bahasa yang ia gunakan. Wajah kesalnya terlihat jelas karena pria ini tidak menatapnya, biasanya ia yang tidak melihat saat lawan bicaranya berbicara tapi ini malah sebaliknya. Tak menyangka ini akan terjadi padanya. “Apa aku bisa membantumu?” tanyanya.

“Apa yang bisa kamu lakukan untukku?” tanya pria itu dan juga tanpa menatap Rachel. Ia tetap saja fokus dengan motornya.

Lagi-lagi Rachel memutar bola matanya kesal. “Kamu mau ke mana? Aku bisa antar, nanti motor kamu bisa aku suruh bawa ke bengkel sama sopir aku,” ujarnya. Ia mendaratkan tangannya di bahu pria yang ia tak kenali namanya.

“Kamu serius?” tanya pria itu berdiri lalu menatap Rachel serius.

“Emang aku keliatan bercanda?” tanya Rachel. “Kenalin, nama aku Rachel Sasikirana Arindati, panggil aja Rachel!” ujarnya. Ia mengalurkan tangannya pada pria tampan berkacamata di hadapannya.

Pria itu tersenyum dan entah kenapa itu membuat jantung Rachel berdegup kencang. Ketampanannya itu semakin terlihat saat mata tajam itu menyipit. “Ray!” ujarnya menerima uluran tangan Rachel erat. “Kamu mau ke mana?”tanyanya.

“Seharusnya aku yang nanya ke kamu, kamu mau ke mana?” tanya Rachel.

“Kampus Sukma Nusantara.”

Rachel tersenyum, merasa ini adalah sebuah keberuntungan baginya. “Kita sejalur,” ujarnya.

Ray tersenyum antusias saat mendengar perkataan Rachel. “Aku tau, sepertinya kamu harus manggil aku ‘Kak’, karena aku senior kamu di manajeman bisnis!” ujarnya. Ia menatap Rachel yang mengernyit. Bagaimanapun, ia adalah salah satu mahasiswa yang telah jatuh dalam kecantikan seorang bidadari.

Rachel berhenti saat ingin memasuki mobil. “Apa Kakak bisa bawa mobil?” tanyanya. Ia berusaha menetralisir degup jantungnya karena pria di hadapannya ini ternyata mengenalnya. Ia juga tak habis pikir kenapa ia tidak mengenal pria setampan Ray.

“Aku bisa.” Ray menerima kunci mobil yang diberikan Rachel. Ia berjalan menuju tempat mengemudi. Ia senang rencananya berhasil. Ia melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Merasa aneh karena gadis di sampingnya terus memperhatikannya. “Kamu kenapa ngeliatin aku gitu?” tanyanya tapi batinnya tersenyum senang.

Gadis cantik itu terlihat berpikir sebelum menjawab. “Aku cuma bingung aja kenapa aku gak kenal sama Kakak?” jawabnya. “Dan kenapa Kakak kenal sama aku?” lanjutnya.

Ray tersenyum, ternyata gadis di hadapannya ini tidak sesulit yang ia pikirkan. Tidak sesombong seperti apa yang orang bilang. Tidak seangkuh dan secuek yang digosipkan. Keburukan yang tidak terlalu ia pikirkan dan memberanikan diri untuk mendekat dari ada menahan rasa seperti orang lain. “Siapa yang gak kenal sama kamu? Gadis paling cantik di fakultas!” jawabnya.

Kalimat itu sudah sangat sering Rachel dengar tapi saat Ray yang mengatakannya ia sangat senang mendengarnya. Ia merasa ada ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnya. “Kakak gak usah bercanda deh!” ujarnya. Ia merasa pipinya memanas.

Tak bisa dipungkiri, ternyata Rachel gadis yang pemalu. Ray sesekali menatap cintanya yang menunduk. Cantik! Tapi ia merasa baru dengan kacamata yang gadis itu pakai. “Sejak kapan kamu pakai kacamata?” tanyanya.

“Aku udah lama minus, tapi baru mau pakai tadi pagi,” jawab Rachel. "Nampak culun gak, Kak?" tanyanya, tiba-tiba ia merasa tidak percaya diri mengingat kacamata yang ia pakai.

“Cantik! Kamu keliatan lebih anggun!” Itu bukan jawaban dari pertanyaan Rachel tapi itu pujian yang Ray layangkan.

Rachel merasa dirinya sangat ingin berteriak kegirangan. Ia sendiri tidak tau ada apa dengan dirinya. Banyak pria yang memuji dan mendekatinya tapi ia tidak pernah merasa seperti ini. “Apakah ini yang namanya cinta pandang pertama?” gumamnya pelan, hampir berbisik.

“Kamu bilang apa?" tanya Ray. Ia sedari tadi melihat tingkah Rachel dengan wajah gadis itu yang semerah tomat. Gadis yang tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di parkiran kampus. Pertanyaanya saja bahkan tidak didengar. “Chel, kita udah sampai!” ujarnya.

“Haaah!” Rachel tersadar dari lamunan, ia menatap sekitar. Ya, ini kampus tapi sejak kapan mereka sampai? “Kakak kok gak bilang dari tadi sih?!”

“Bukannya kamu yang melamun dari ta ….”

Belum selesai Ray berbicara, Rachel sudah lebih dulu keluar dari mobil. Ia tak ingin mendengar pertanyaan apa pun. Bisa-bisa jantungnya berdegup sebelum menjawab. Ia berlari ke kelas tanpa menyadari kunci mobilnya dan Ray yang mengejarnya.

“Shittt!” umpat Ray karena ia sudah terlambat menuju kelasnya. Ia kembali ke kelas dengan kunci mobil di tangannya dan ucapan terima kasih yang masih bergelantungan di pikirannya. “Mungkin, gue bisa bilang makasih waktu gue balikin ni kunci mobil!” batinnya sembari tersenyum.

“Kayaknya ada yang berhasil nih!” Sebuah tangan mampir di bahu Ray. Ia menoleh ke belakang walau sudah pasti tau itu pasti Kean, sahabatnya.

Lihat selengkapnya