TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #7

Love Beat (2)

Motor Ray berhenti di area parkir sebuah taman bermain. Rachel menatap takjub, ia sering ke sini saat masih masih kecil tapi saat ia sudah menginjak masa SMP orang tuanya bahkan tidak mengizinkannya untuk menginjak taman bermain yang ia sendiri tidak tau apa alasannya. Masih berada dalam lamunannya, ia bahkan tidak sadar jika ia saat ini sedang ada dalam rangkulan Ray dan masuk ke dalam. Ia terlalu senang dengan semua ini. “Kak, makasih ya,” ujarnya ketika kesadarannya kembali.

Mendengar kalimat itu, Ray jika ia pria paling beruntung saat ini. Ia tersenyum tulus sembari mengelus pipi Rachel yang sangat halus. “Makasihnya nanti aja, sekarang kita main dulu.” Ia menarik lembut tangan Rachel ke tempat pembelian tiket.

Suasana di dalam sini sangat mengerikan menurut Rachel. Ia merasa risih dengan ratusan pasang mata yang menatap mereka dengan artian yang berbeda beda. Namun, sedetik kemudian tangan yang sedari tadi menggenggam tangannya kini merangkul bahunya erat.

“Tenang!” Ray mengajak rambut Rachel lalu mengambil tiket yang disodorkan padanya.

“Kalian sangat cocok!" ujar pria paruh baya yang berkerja di loket itu.

“Makasih, Pak,” jawab Ray ramah. Ia mengamini perkataan itu dalam hatinya. “Yuk, Chel!” Ia membawa Rachel menuju tempat pembelian popcorn. “Mau ke mana dulu, Chel?” tanyanya.

“Rumah hantu!” jawab Rachel, ia sangat merindukan tempat itu.

“Oke.” Ray tersenyum senang. Ia tidak sabar memasuki tempat itu dan Rachel akan memeluknya saaat ketakutan. “Makasih, Dek!”

Mereka masuk ke dalam rumah hantu dengan popcorn yang ada di tangan mereka. Rachel tak lagi memegang lengan Ray karena tak ada yang menatapnya jengah di sini. Ia berjalan di hadapan Ray seolah menunjukkan keberaniannya pada Ray.

“Rachel, tunggu!” pinta Ray sembari mengejar Rachel. Ia melihat tempat gelap yang dipenuhi dengan suara jeritan dan jenis boneka menyeramkan. Ia merasa tidak bersemangat saat mengetahui bahwa Rachel bukanlah gadis penakut, harapannya agar dipeluk pupus sudah. “Aduh!” ujarnya saat membentur punggung Rachel yang mematung tiba-tiba.

Rachel diam, ia mengenal sosok yang ada di hadapannya saat ini. Sosok yang selalu menghantui sahabatnya karena dendam. Wajah tampan penuh darah itu menyeringai ke arahnya. Tatapannya yang begitu mengintimidasi membuatnya mengingat kejadian malam itu. kejadian yang membuatnya merasa seperti sahabat yang tak berguna.

“Rachel Sasikirana Arindati! Nama yang cantik sesuai dengan wajahmu yang sangat cantik!” Nevan kini hanya berjarak beberapa centi di hadapan Rachel. Jemarinya yang berdarah mengeluls lembut dagu Rachel. “Kamu tau sahabat kamu itu mempunyai hutang padaku!”

Gadis cantik itu merinding, bulu kuduknya meremang merasakan hawa dingin yang masuk ke dalam pori-pori kulitnya. “Kamu gak usah macam-macam!” kesal Rahcel, ia menepis tangan berdarah itu dari dagunya.

“Owww! Gimana kalau kamu gantiin Silvy buat kasih aku ….”

“Gak usah gila lo ya!” Rachel sangat terkejut mendengar kalimat gila yang tak pernah ia bayangkan selama hidupnya. Ia mundur menyadari posisinya yang tidak aman.

Nevan menyeringai, mata tajamnya menatap Ray yang sedari tadi hanya diam melihat Rachel yang berbicara sendiri. “Tenang Rachel, kamu gak bakal kehilangan sesuatu yang kamu jaga buat dia ….”

“Kamu bicara sama siapa, Chel?” tanya Ray mendahului Rachel yang ingin memaki hantu Nevan. Ia memeluk tubuh Rachel yang bergetar. Membiarkan dadanya sebagai penenang untuk Rachel.

“Dia yang buat Silvy masuk rumah sakit, Kak!” ujar Rachel tapi bukan itu yang ia pikirkan saat ini, ia takut apa yang dikatakan hantu itu benar. Pikirannya melayang bagaimana jika ia yang menggantikan Silvy akibat permasalahan yang tidak ia ketahui.

“Dia siapa, Chel?" tanya Ray. Ia sedari tadi tak melihat apa pun selain hantu bohongan yang menakuti mereka. “Kamu kenapa, Chel?” tanyanya.

“Kak, kita pulang yuk!!” ajak Rachel. Ia melepaskan pelukan Ray, mengamit tangan pria itu penuh harap. Ia sangat ingin mengunjungi Silvy saat ini, bisa saja Nevan ada di sana setelah terbang dari sini.

“Ya udah, yuk!” Ray merasa agak sedikit kecewa dengan permintaan Rachel, tapi mau bagaimanapun kesenangan gadis ini adalah segala baginya. Mereka keluar dengan bergandengan tangan, setengah memeluk karena sangat banyak orang yang menatap mereka.

*****

Langit terlihat masih cerah meski senja sebentar lagi tiba. Angin meniup pelan dedauan muda menciptakan musik sebagai peneman senja. Membawa siapa saja berada dalam nyamannya pelukan hangat sang mentari.

Ray menyeruput teh hijau hangat yang tersaji di hadapannya. Pikirannya berkelana pada kejadian tadi siang. Bagaimana mungkin kencan yang sudah lama ia susun dengan matang bisa diangaap biasa saja dengan lamunan Rachel, gadis yang ia cintai. Seakan tak peduli perasaannya, gadis yang sudah lama ia incar itu malah mengajaknya pulang hingga ia bisa berada di kafe seorang diri sembari menunggu kehadiran sahabatnya.

Whats up bro!!” sapa sahabat Ray yang baru saja sampai dan langsung meminum minumannya yang telah dipesankan Ray.

“Kesel banget gue!” umpat Ray tanpa basa-basi.

Kean, sahabat Ray malah tertawa melihat wajah kesal Ray. Selama ia bersahabat dengan pria tampan di hadapannya ini, hanya cewek belagu yang sayangnya cantik yang bisa membuat sahabatnya ini kesal. Ia tau betul, setahun ini Ray memilih diam dalam rasanya sembari memikirkan cara mendekati cewek yang tidak pernah melirkik pria mana pun di kampus. “Kencannya gagal?” tanya Kean yang sebenarnya sudah tau jawabannya.

“Dia ngelamun waktu kami kencan!" jawab Ray ogah-ogahan.

Minuman yang baru saja masuk ke dalam rongga mulut Kean hampir saja tumpah dari rongganya. Bukannya menghibur sahabatnya malah tertawa. Sahabat tampannya ini dikalahkan dengan lamunan, merupakan sebuah berita yang belum pernah ia dengar. Bagaimana jika kencan batal itu disebarkan di madding kampus, pasti akan menjadi tranding topik yang bahkan mengalahkan pengumuman beasiswa.

“Lo niat mau ngasih saran gak sih?!” tanya Ray setengah berteriak menahan kesal yang sudah sampai ke ubun-ubun. Ia bukan kesal dengan sahabatnya, pastinya semua orang yang mendengar kegagalannya dalam kencan pasti akan tertawa.

“Oke-oke.” Kean menghembuskan napasnya menahan tawa. Membayangkan bagaimana sombongnya gadis yang saat ini menjadi cinta pertama sahabatnya ini membuatnya rela menjadi objek pelampiasan. “Gue rasa tuh cewek gak suka tempat yang gituan!” ujarnya setelah beberapa menit berpikir.

Lihat selengkapnya