Langkah kaki Ray masuk ke dalam rumahnya secara diam-diam. Ia tak ingin papa dan Kean tau jika ia sudah pulang. Takut-takut, ia menjadi bahan guyonan nantinya. Belum beberapa langkah melewati pintu, suara papanya membuatnya terkejut. Ia berbalik, menatap papanya dan Kean yang mengekor di belakang.
“Ray, anak sulung Papa. Kita nonton yuk, udah lama kita gak nonton bareng!” ajak pria paruh baya itu langsung merangkul putranya. Membawa pria yang pasrah itu ke ruang keluarga.
“Pak Yudha yang terhormat, putramu ini sangat lelah.” Ray melepaskan rangkulan papanya dan beranjak ke kamar.
“Eh, eh. Jangan kabur!” Yudha menarik kerah baju Ray yang hendak lari. Melempar putranya ke sofa.
“Kean, hidupkan filmnya!”
Ray duduk di tengah papanya dan Kean. Seperti biasanya, ia adalah pria yang paling tidak suka menonton. Buat apa menghabiskan waktu dengan mereka yang sedang mencari rezeki di dalam sana. Pikirnya.
Film berputar, Ray tertegun saat melihat kostum pria yang memainkan film. “Bangsat lo Kean!” kesalnya pada sahabat sekaligus adik angkatnya.
“Kamu jalannya kok cepat banget, Ray?!” komentar Yudha sembari mengunyah popcorn. “Liat tuh menantu Papa sampe susah samain kaki kamu.”
“Kean juga kesal sama Ray, Pa, padahal Kean sampe ulang nonton drakor demi bisa buat naskah yang mau Ray ngomong sama Kakak ipar.” Kean juga berbicara sembari memakan popcorn tanpa melihatnya sama sekali.
Ray mengumpat kesal. “Udah-udah, matiin!” Ia hendak bangun namun tubuhnya kembali ditarik ke sofa.
“Liat tuh, kamu kaku banget! Kayaknya kamu harus ikut les private deh,” ujar Yudha. “Private jadi pria yang romantis sama Kean.”
“Apaan sih, Pa?” Ray kembali hendak bangkit namun lagi-lagi tangan Kean dan papanya menahannya untuk pergi.
“Nanti mantu Papa ninggalin kamu baru nyesel!” Ray terpaku mendengar perkataan papanya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Rachel meninggalkannya. Pergi bersama pria lain.
“Gak, Pa!” jawab Ray setelah membuka matanya. Saat melihat kekasihnya itu berjalan berdampingan dengan dosen muda saja dia benar-benar cemburu.
“Apaan tuh?” tanya Yudha kembali fokus menikmati betapa kakunya putranya ini. “Kamu buat menantu Papa gila Ray, masak kamu biarin menantu Papa ngomong sama ikan!?”
Bukan hanya Yudha yang terkejut tapi juga Ray. Ia tak tau menahu tentang ini, yang hanya ia pikirkan saat itu adalah detak jantungnya yang melaju cepat dan kegugupannya untuk berbicara dengan Rachel tapi ia tak menyangka gadis itu malah akan menghibur diri dengan ikan sebagai penggantinya. “Ray-Ray gak tau kalau Rachel bicara sama ikan, Pa.” Ia gugup, membenarkan jika ini salahnya. “Ray gak jalan di samping Rachel karena Ray gugup. Ray takut kalau rencana mau nembak Rachel gagal,” akunya.
“Oke-oke, tenang Bang Ray, Adekmu Kean si raja cinta siap membantu,” ujar Kean menepuk dadanya membanggakan diri.
“Apanya raja cinta?! Lo sendiri aja gak pernah pacaran,” ledek Ray, berhasil membuat wajah tampan Kean loyo.
“Iya, Kean. Kamu kapan mau punya pacar?” tanya Yudha, pria yang ditanyai semakin menekuk wajahnya dalam.
“Mampus lo!” ujar Ray tepat di wajah Kean lalu meninggalkan ayah dan anak itu berdiskusi. Ia sangat bahagia bisa melempar balik kekejian Kean yang ia tau sengaja meminta rekaman cctv ke semua tempat yang ia datangi dengan Rachel.
Kean hanya bisa mengumpati Ray dalam diam. Ia takut-takut melirik wajah ayah angkatnya yang bertanya serius. Bersumpah bahwa kehidupan cintanya akan lebih mulus dibandingkan kakak angkat sok kegantengannya.
*****
Suasana riuh kembali terdengar di ruangan kelas saat Rachel masuk. Semua ini karena gosip yang beredar beberapa menit yang lalu, juga kerena foto sepasang kekasih yang baru tertempel tadi pagi. Para pria menatap kecewa ke arah Rachel, bagaimana tidak? Primadona kampus itu telah menjadi hak milik dari seorang pria yang juga dijuluki sebagai pangeran kampus.
“Lo jadian gak bilang-bilang sama gue!” Silvy mencebik kesal saat Rachel duduk di sampingnya..
“Emang kalo gue jadian harus izin dulu gitu?” tanya Rachel sembari menatap beberapa pria yang masih menatapnya. “Napa lo iat-liat gue?” tanyanya pada pria kacamata yang dulu juga mengganggunya.
“Kamu seriusan udah jadian, Chel?" tanya Arsen, ia membenarkan posisi kacamatanya untuk lebih nyaman melihat Rachel.
Rachel tak menjawab, ia malah membuka ponselnya dan membaca dunia orange. Masa bodoh dengan semua orang yang menatapnya. Kehidupannya juga akan berjalan tanpa mereka.
“Ininih, kebiasaan sahabat gue!” kesal Silvy, lagi dan lagi ia yang harus meredakan para penggemar sahabatnya. “Mau tanya apa?” tanya Silvy sembari menatap mereka.
“Enggg-enggak jadi deh!” Mereka berbalik satu persatu, kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing.