TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #12

About the Past

Hujan mengalir deras membasahi dunia abu-abu Silvy. Membuat darah-darah kering mencair bercampur dengan genangan air. Masuk perlahan ke dalam tanah. Terlihat, beberapa mereka yang dari dunia luar malah tertawa melihat manusia yang berlarian menghindar dari hujan.

Ia menjulurkan tangan kanannya ke depan. Merasakan ketajaman hujan menusuk kulitnya. Menoleh ke dalam kelasnya yang masih kosong. Tak ada tanda-tanda seseorang itu akan menaruh bunga atau coklat di laci mejanya.

Sudah sangat lama ia penasaran siapa penggemar rahasianya di antara semua orang yang takut dengan indra keenam yang ia miliki. Memberinya kejutan setiap hari meski ia selalu dihadiahi tatapan benci dan aneh teman wanitanya. Ia akan menjadikan siapa pun orang itu sebagai seseorang yang paling berharga dalam hidupnya selain kedua orang tuanya.

“Dooor!” Semua lamunan Silvy buyar saat Rachel mengejutkannya.

“Ngapain begong, Sil? Kesambet baru tau lo!” ledek Rachel. Ia duduk di samping Silvy. Menatap sahabatnya yang terlihat murung.

“Gue … kangen sama Kak Rendy, Chel. Sejak dia keluar negri, dia gak pernah ngabarin gue, gue telpon juga gak diangkat,” jawab Silvy jujur, memperlihatkan seberapa rindunya ia pada kekasih tak jelasnya itu.

Rachel menghembuskan napasnya lelah. Ini bukan untuk pertama kalinya, ia melihat Silvy yang murung karena pria itu tapi selama ini ia hanya diam membiarkan Silvy menyelesaikannya sendiri. “Lo putusin aja tu orang. Gue rasa lo salah orang waktu itu,” ujarnya.

“Mana mungkin gue salah orang, Chel. Hari itu gue sengaja bangun pagi buat lihat siapa penggemar rahasia gue,” bantah Silvy, jelas-jelas saat itu Rendy mengakui semuanya. Memintanya menjadi pacar pertama dan terakhir hingga mereka menikah nanti. “Mungkin Kak Rendy bosan,” lanjutnya asal. Sebutir air matanya jatuh hingga membasahi buku catatannya.

“Lo nangis gue pergi nih!” anjam Rachel. Ia sangat benci jika seorang wanita menangis hanya karena pria yang tak bertanggung jawab.

“Lo jahat banget sih, Chel. Gue lagi galau juga.” Silvy menghapus air matanya. “Gue gak nangis lagi ‘kan.” Kali ini tangisnya malah semakin sesegukan, membuat Rachel panik.

Mereka sepakat untuk mengerjakan tugas kampus di rumah Silvy tapi sang pemilik rumah malah menangis.

Rachel memeluk Silvy erat, membiarkan bajunya basah dengan air mata sahabatnya. Ia sendiri tak bisa menghakimi Silvy, karena ia baru jatuh cinta beberapa hari yang lalu. Masih sangat dini untuknya menasehati tentang cinta pada orang yang lebih berpengalaman. “Gue gak tau mau ngomong apa, Sil, tapi gue bakal setuju banget kalau lo putus dari kak Rendy,” bisiknya sembari mengelus rambut Silvy. “Kita para cewek-cewek cantik gak boleh nangis cuma karena cowok begok yang ninggalin kita,” lanjutnya. Sekilas ia melihat Nevan yang tersenyum padanya. Menjadi solid dan menunjukkan tulisan merah di tangannya yang menyatakan 'AKU CINTA SILVY'.

Sebelah alis Rachel terangkat, ia memutar tubuh Silvy untuk melihat apa yang dilihatnya namun Nevan telah hilang dari sana, masuk ke dalam langit.

“Kenapa, Chel?” tanya Silvy dengan raut terkejut. Rachel tiba-tiba melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuhnya menghadap taman.

Tulisan di tangan Nevan masih terbayang jelas di pikirannya. Ia berusaha mengaitkan semuanya dengan kejadian di perpustakaan dan Rendy yang terlihat tidak mencintai Silvy dengan sungguh-sungguh. “Gue liat Nevan tadi, dia nulis, dia suka sama lo,” ujarnya dengan suara bergetar. Terjun ke dunia hantu adalah pengalaman pertama bagi Rachel.

“Lo jangan ngaco, Chel. Nevan itu cuma jadiin gue sandra karena kematiannya,” bantah Silvy, sangat tidak masuk akal jika Nevan mencintainya. Pria itu bahkan selalu mengusik apa pun kegiatan yang ia lakukan.

Rachel mengalah. “Oke-oke, gue emang gak tau apa-apa tentang Nevan, tapi apa lo gak bisa ceritain kenapa Nevan mati? Kenapa lo yang jadi sandra dia? Dan kenapa gangguan jiwa Kak Gavin kambuh?” tanyanya penuh selidik. Semua ini pasti sangat berkaitan dengan Rendy.

Silvy menatap Rachel dalam, ada keraguan di hatinya untuk menceritakan semua itu pada Rachel. Nyatanya, ia juga belum kenal baik dengan Nevan, apa yang terjadi di masa lalu. Semuanya membingungkan.

*****

Kebahagian menyeruak di keluarga Ramadeska yang kembali kedatangan Gavin Ramadeska yang sudah sembuh dari trauma akibat kecelakaan ibunya. Kecelakaan yang ia kira adalah kesalahannya. Wajah tampannya mengejutkan semua orang setelah bertahun-tahun tak melihat wujudnya.

“Kak Gavin.” Silvy berlari memeluk Gavin yang baru keluar dari mobil. Ia sangat merindukan sosok yang selama ini hanya ia jenguk setahun sekali selebihnya hanya menatap di foto yang setiap papanya kirim. Wajah kakaknya terlihat lebih tampan dari yang ada di foto.

“Kakak rindu sama kamu,” ujar Gavin sembari memeluk erat adik kesayangannya. Setahun tak berjumpa membuatnya sangat merindukan sosok penyemangatnya yang juga membantunya untuk sembuh. Ia melepaskan pelukannya dan mengacak rambut adiknya. “Kamu apa kabar?” tanyanya.

“Baik, Kak, apalagi sekarang ada Kakak.”

“Hai, Kak.” Perhatian Gavin teralihkan pada suara yang lebih imut daripada suara adiknya. Ia menoleh, mendapati sosok gadis cantik seumuran dengan adiknya. Bulu mata panjang dengan alis terukir indah, wajah perpaduan Portugis-Indonesia yang benar membuatnya terpana.

“Ini Rachel, Kak. Rachel juga pernah jengukin Kakak waktu di Australia.” Silvy yang melihat alis kakaknya yang terangkat langsung memperkenalkan Rachel.

Gavin berusaha mengingat, tapi ia tidak mengingat dengan jelas siapa gadis ini. Namun, perlahan bibirnya terangkat, kala mengingat bayi kecil yang lebih sering menangis daripada adiknya. “Kamu bayi yang cengeng itu ‘kan?!” tebaknya.

Seketika wajah Rachel memerah menahan malu. Bundanya sangat sering bercerita tentangnya yang begitu rewel saat kecil. Pria muda di hadapannya ini malah mengingatkan nya pada cerita itu. “Kakak kenapa gak ingat bagian lain lagi sih?” tanyanya sebal.

“Hahaha kamu lucu!” Gavin mencubit pipi Rachel hingga bertambah merah. Tertawanya membuat semua mata yang melihatnya terpana.

“Gavin, sama Tante ingat gak?” tanya Attania pada Gavin. Berdiri menatap anak angkatnya.

“Bunda.” Gavin memeluk erat Bunda Rachel, mama keduanya. “Gavin kangen Bunda.” Bola matanya membesar seperti anak kecil yang meminta mainan baru. “Ini dedek bayi yang cengeng itu ‘kan, Bun?” ledeknya sembari menatap Rachel.

Attania menatap wajah putrinya yang menahan kesal. “Iya, dah besar ‘kan dedek bayinya, gimana cantik gak?” tanyanya.

Mata Gavin teralih sempurna pada Rachel. “Iya, Bunda, cantik. Waktu besar nanti Gavin mau nikah sama Rachel aja,” jawabnya membuat semua orang yang ada di situ terkejut.

Attania menoel hidung Gavin. “Gavin gak boleh nikah sama Rachel, kalian saudara.” Wanita berumur 33 tahun itu memegang tangan Rachel dan Silvy. “Sama kayak Gavin dengan Silvy.”

“Udah yuk ngobronya, kita masuk dulu.” Wira datang menghampiri mereka yang asik bicara.

Gavin berjalan dengan mata yang sesekali melirik ke arah Rachel. Hatinya langsung jatuh pada pandangan pertama pada saudara angkatnya itu.

Lihat selengkapnya