Seperti ada pengumuman beasiswa, begitulah penuhnya madding saat ada gosip mengenai mahasiswa dan mahasiswi yang terkenal di kampus. Mereka tidak akan segan-segan untuk membuang waktu mereka untuk info yang sebenarnya tidak penting itu. Saling bergesekan demi mendapatkan bahan omongan.
Beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik. Menyebar fitnah dengan bibir mereka yang akan membuat nama baik orang lain tercemar. Wajah-wajah iri dengki mulai bersebaran.
“Rachel, apa ini?” Ray datang tiba-tiba saat Rachel dan Silvy sedang makan bakso. Menunjukkan foto beserta caption yang berhasil ia copot dari madding. Wajahnya memerah karena marah, setelah mendengar kabar ini dari Kean, ia segera melajukan mobilnya ke kampus. Tak rela ada foto Rachel bersama pria lain yang tersebar.
Dengan malas, Rachel membaca caption di foto itu. Ia sudah menduga ini akan terjadi tapi untuk caption yang mereka tulis sukses membuatnya berusaha menahan kesal. ‘Rachel terlihat malu-malu saat berdekatan dengan Arsen’, ia mendogak menatap Ray, tak menyangka kekasihnya itu mudah terhasut dengan gosip murahan seperti ini. “Kakak percaya?” tanyanya.
Lelah berdiri, Ray duduk di hadapan Rachel. Ia tau jika tak seharusnya ia percaya dengan gosip murahan ciptaan netizen tapi ia hanya tidak ingin nama baik kekasihnya itu rusak. “Sayang, kamu gak ada tanggapan?” tanyanya saat melihat Rachel kembali memakan bakso.
“Kak, gosip kayak gitu lama-lama juga bakal basi.” Rachel menghabiskan baksonya sebelum menjawab pertanyaan Ray. Ini sama seperti saat gosip bahwa ia dan Silvy adalah pasangan melenceng. Jika tidak dipedulikan, para penyebar gosip nantinya juga lelah sendiri.
“Tapi kamu gak papa, ‘kan?” tanya Ray. “Kalau kamu diapa-apain gimana?” tanyanya lagi. Ia masih khawatir, terlebih saat ini ia jarang ke kampus.
“Tenang Kak Ray, ‘kan ada aku!” Silvy merangkul bahu Rachel, menyatukan pipi mereka hingga seperti terlihat mirip.
Ray bernapas lega, jika Rachel sudah mengatakan baik-baik saja maka ia tidak perlu khawatir lagi. Dua minggu lagi pertunangan mereka juga akan dilaksanakan jadi itu sudah cukup membuktikan jika Rachel tidak pernah selingkuh di belakangnya. “Kakak pulang gak papa, ‘kan?” tanyanya memastikan.
“Gak papa Kak Ray sayang …,” jawab Rachel yang lama-lama gemas juga dengan tingkah Ray. Ia mencolek tangan kanannya pada pinggiran mangkok bakso dan mengoleskannya pada pipi Ray. “Itu sebagai tanda kalo aku baik-baik saja Kak Ray,” ujarnya lalu tertawa melihat pipi Ray yang berminyak.
“Rachel!” Ray membalas dengan mengacak rambut Rachel lalu tertawa. Membuat seisi kantin yang melihat kebahagian dan betapa cocoknya pasangan yang kini ada di hadapan mereka hanya bisa menatap iri, berpikir kapan berada di posisi seperti itu.
Semua yang Rachel dan Ray lalukan juga tak luput di mata Silvy. Adegan di depannya ini membuatnya berharap jika seseorang yang ia cintai saat ini masih hidup. Menabur kebahagian untuk keluarga saat hubungan itu semakin dekat. Melakukan peresmian hubungan agar bisa menggelar pasangannya sebagai milik yang akan menemani hingga ujung nyawa. Sedang ia dan Nevan, ia bahkan tak berani untuk menyebutkan nama Nevan di depan keluarga. Pria yang seharusnya sudah tidak ada dan tak mungkin lagi untuk dipercaya.
*****
“Nev!” panggil Rachel, ia ingin bicara dengan arwah yang mencintai sahabatnya itu. Pertengkaran terakhir kali membuatnya merasa bersalah. Tak seharusnya ia ikut campur akan cinta yang baru saja terbalas.
Saat ini, Silvy sedang berada di kamar mandi karena itu ia memberanikan diri. Tak ingin tau Silvy tau masalah pertengkaran kemarin. “Nev!” pangggilnya lagi karena Nevan tak juga muncul.
“Kenapa lo manggil gue? Bising tau gak! Orang mau istirahat juga!” Nevan muncul dengan tangan terlipat di dada. Matanya celingak-celinguk mencari Silvy. “Cinta gue mana?” tanyanya.
“Di kamar mandi,” jawab Rachel.
“Hahhh, kamar mandi!” Nevan tersenyum lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya sembari menyeringai.
Rachel mengernyit, mengerti mengapa Nevan tersenyum seperti itu. “Lo mikir apa? Gue gebeg nanti lo berani macam-macam sama Silvy!”
Nevan tertawa melihat kepalan tangan Rachel di depan kepalanya. “Apaan sih lo?!” tangannya mengenggam kepalan Rachel dan membukanya. “Cewek itu gak boleh main kasar,” ujarnya lalu melepaskan tangan Rachel.
“Emmm, Nev. Gue minta maaf mengenai kemarin.”
“Gimana ya?” Nevan mengetuk dagunya.
“Gue janji gak minta lo pergi lagi dari Silvy kecuali lo sendiri yang mau pergi.” Rachel menunjukkan jari kelingkingnya pada Nevan.
Tautan jari kelingking antara Nevan dan Rachel menjadi awal pertemanan mereka. Rachel berharap dengan ia tidak meminta Nevan untuk pergi, Nevan juga tidak memintanya untuk menerima Gavin. Ia juga akan bertunangan dengan Ray.