Mata Ray terbuka pelan saat merasa tangannya kesemutan. Ia baru sadar jika tertidur saat menjaga Sayang. Menatap wajah Sayang yang belum sadarkan diri.
Kepalanya pusing, ia memegang kepalanya sembari melihat jam dinding yang menunjukkan jam 20.00 WIB dan ia merasa aneh dengannya. Ingatannya kembali pada mengapa ia mengabaikan panggilan dari Sayang dan telat menjemput gadis malang itu. Menepuk jidatnya, ia segera mengambil handuk dan pakaian ganti lalu menuju kamar mandi.
“Gimana gue bisa lupa?” gumamnya kesal, ia mengguyur kepalanya yang selalu panik dengan suatu masalah hingga melupakan hal lainnya. Sekarang, memakai sabun pun ia tidak tenang karena harus terburu-buru.
Hanya dalam sepuluh menit Ray kembali keluar dari kamar mandi. Ia masih melihat wajah Sayang yang terlihat sudah sedikit lebih tenang setelah ia mengolesi obat di kepala gadis itu. “Lo gak papa ‘kan gue tinggal sendiri!”
Ia menggosok-gosokkan rambutnya dengan handuk lalu merapikannya dengan tangan. Pakaian sederhana menjadi paduan yang pas untuknya yang sedang terburu-buru. Rachel pasti sangat kecewa karena dia datang terlambat “Maaf, Chel!” gumamnya.
*****
Kini Rachel terus mematung di pintu rumahnya. Ia sangat khawatir karena sudah sejam berlalu Ray belum juga datang. Tunangannya itu tidak menepati janji untuk menjadi tamu pertamanya.
Mendesah kecewa, ia kembali ke taman belakang, tempat di mana pesta ulang tahunnya dirayakan. Tak mungkin ia tak menyapa para tamu yang sudah menyempatkan datang di saat tunangannya sendiri tidak menghargai hari kelahirannya. “Hai, Pak!” sapanya pada Eros yang sedang digoda dengan para mahasiswi.
“Hai, Chel! Selamat ulang tahun!” ujar Eros lalu memberikan kadonya.
“Makasih, Pak.”
“Ini ‘kan bukan kampus, bisa panggil Kakak aja gak?” Eros tersenyum tampan membuat para mahasiswi menggigit jari.
“Kak Eros gitu?” Rachel mengangkat sebelah alisnya, menahan tawa karena pria yang enam tahun lebih tua darinya itu.
“Ya, begitu terdengar lebih baik.” Eros mengedipkan sebelah matanya, mumpung tunangan gadis itu belum datang, apa salahnya jika ia sedikit menggoda. “Ray mana?” tanyanya sengaja.
Wajah Rachel kembali murung, ia tidak bisa menyembunyikan gurat kecewanya karena Ray belum datang. Para tamu juga mempertanyakan di mana keberadaan tunangannya itu saat ini. Seolah mengatakan jika ia bukanlah prioritas dari tunangannya sendiri.
“Kak Ray lagi di jalan, ada sedikit kendala makanya dia agak terlambat.” Silvy datang menolong Rachel yang hanya diam saja sedari tadi. Ia tau rasanya karena pernah mengalami saat berpacaran dengan Rendy. “Kita mulai sekarang yuk, Chel! Kak Ray bakal nyusul.”
Di sudut taman, Kean mulai memainkan pianonya. Ia kehabisan ide karena Ray belum juga datang dan rencananya bersama Silvy juga gagal total. Ia terus mengumpati Ray yang tidak ada kabar. Ia menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Rachel.
Rachel menerima kado-kado mewah bahkan dari orang yang tidak ia kenali. Ia juga tak menyangka jika Silvy akan mengundang orang sebanyak ini. Sembari tersenyum, ia berjalan ke tempat pemotongan kue, di sana kedua orang tuanya juga telah menunggu.
“Rachel, Bunda mau bicara sebentar sama Silvy, ya!” ujar Attania lalu menarik tangan Silvy menjauhi kerumunan.
Meski menjawab iya, Rachel terus memerhatikan Attania dan Silvy, ia curiga dengan apa yang mereka bicarakan. Kenapa harus sejauh itu dan wajah Silvy terlihat panik membuatnya semakin penarasan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. “Apa ini ada kaitannya dengan Kak Ray yang belum datang?” batinnya.
“Selamat ulang tahun, Chel!” Arsen mengalihkan perhatian Rachel dari Silvy dan Attania. “Maaf, ya! Aku datangnya telat.”
“Iya gak papa. Lagian acaranya juga belum dimulai. Makasih kadonya.” Rachel meletakkan kadonya di meja belakang bersama kado lainnya.
“Sama-sama, btw tunangan lo mana?” tanya Arsen yang jelas menohok Rachel.
“Kak Ray lagi di jalan.” Rachel menjawab asal seperti kalimat Silvy tadi. Berharap kalimat itu menjadi kenyataan meski sekarang Ray tidak ada kabar. “Lo … minum-minum aja dulu, bentar lagi acaranya bakal mulai!”
Silvy kembali dengan Attania dan Arya, wajah mereka terlihat tegang. Mereka bingung harus bagaimana menghadapi suasana menegangkan beberapa saat nanti. Ragu apakah Rachel bisa bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa atau tidak.
“Ayah kenapa?” tanya Rachel bingung melihat ekspresi mereka.
“Gak kenapa-napa sayang, yuk mulai!”
“Tapi Kak Ray?!”
“Ray lagi di jalan.” Attania menjawab cepat, padahal ia juga tidak tau di mana tunangan putrinya sekarang.
Suara Kean menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun-Jamrud' kembali terdengar. Rachel semakin khawatir karena sampai sekarang Ray belum datang. Bagaimana dengan potongan kue pertamanya.
“Ayo tiup lilinnya, Chel!” ujar Silvy, ia berusaha menahan gugup.
Tak ingin terlihat sedih di depan banyak orang, Rachel meniup lilin 20 tahun itu. Memotong kuenya dan meletakkan di piring kecil. Jantungnya berdetak lebih kencang saat tatapannya lurus ke depan. Ray juga belum datang dan sekarang sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB.
Semua lampu yang menghiasi taman tiba-tiba padam. Beberapa orang berteriak histeris sembari memegang teman atau pacar mereka. Berbeda dengan Rachel, ia malah tersenyum, ia yakin semua ini pasti kejutan dari Ray untuknya.
Tanpa diduga kembang api bermekar indah bak bunga di udara. Menciptakan suara riuh dari pada tamu. Letusan ketiga yang lebih kembang dari sebelumnya membuat orang-orang berteriak histeris.
Rachel tersenyum tidak menyangka Ray akan seromantis ini merayakan ulang tahunnya. Hatinya yang sempat kecewa kini berbunga. Ia bahagia, sangat bahagia.
Dalam kegelapan yang kembali mencekam, cahaya berwarna biru yang bertuliskan 'I LOVE YOU' memberi penerangan. Menjadi titik fokus yang begitu sempurna. Membuat Rachel meletakkan sepotong kue itu kembali ke meja.
Dengan senyum merekah, Rachel memutar-mutar kepalanya mencari keberadaan Ray yang juga belum muncul. Ia ingin segera mendekap tubuh Ray seerat mungkin. Ingin mengatakan betapa senangnya ia malam ini.
“Hayo tebak siapa!”
Mata Rachel tiba-tiba tertutup dengan tangan seseorang. Ia terpaku karena sangat mengenali suara itu. Suara yang terakhir ia dengar hampir dua bulan yang lalu. “Kak Gavin.” Seketika matanya terbuka, ia segera mendekap tubuh Gavin. Meski sebelumnya ia menduga ini semua dari Ray tapi ia tetap bahagia dengan kehadiran Gavin yang menyempatkan diri datang di perayaan ulang tahunnya. Ia merasa menemukan pengganti Ray untuk bahagia malam ini.
“Happy birthday, sayang.” Gavin melepaskan pelukannya dan mengambil mawar dari saku belakang celananya. Kedua tangannya menggenggam tangkai bawah mawar itu sembari memberikannya pada Rachel.
“Kakak udah nyiapin kejutan gini masih juga kasih kado?” tanya Rachel, ia menaikkan sebelah alisnya sembari tersenyum. “Cukup Kakak datang ke ulang tahun aku, aku udah bahagia banget!” lanjutnya.