TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #33

My Fear of You (2)

Angin malam mengelus lembut kulit Rachel yang kini menatap langit. Melihat bulan purnama yang menciptakan aura menyeramkan dari malam-malam yang lain. Merasakan aroma kebencian yang perlahan datang.

Bayangan gelap masuk ke dalam kamarnya dan kemudian menjadi solid. Memperlihatkan wujud Gavin seakan masih hidup. Berjalan mendekatinya dengan tatapan benci dan cinta.

“Hai, sayang!” Gavin terus mendekati Rachel yang berjalan mundur.

“Kakak ngapain ke sini?” tanya Rachel sembari melempar vas bunga yang ada di dekatnya.

Tubuh Gavin menjadi angin dan kembali solid saat vas itu telah pecah. Tawanya memenuhi kamar Rachel. Wajah Rachel yang ketakutan memintanya pergi membuatnya bahagia. “Ada apa, sayang? Kenapa aku harus pergi?”

Tubuh Rachel terbentur dinding belakangnya. Ia tidak bisa lagi bergerak menjauhi Gavin yang kini mengukungnya dengan kedua tangan pucat dengan luka yang mengering. Jarak mereka begitu dekat hingga ia bisa merasakan bau amis Gavin yang menusuk hidungnya.

“Kak, aku minta maaf karena tidak membalas perasaan Kakak selama Kakak hidup, tapi aku mohon sama Kakak tolong mengerti, kalau dunia kita gak sama lagi!” teriak Rachel dengan suara yang bergetar. Rasa takutnya melebihi saat pertama bisa melihat Nevan.

“Aku tau, aku mati untuk mendapatkanmu, sayang!” Gavin mengelus pipi Rachel penuh sayang dan ancaman. Bibirnya perlahan mendekat hendak mengecup wajahnya tapi Rachel dengan cepat memalingkan wajahnya.

Rachel tidak sudi pipinya dikecup oleh arwah menjijikkan di hadapannnya. Menatap penuh kebencian sebagai timbal balik dari tatapan cinta yang Gavin lontarkan. “Kakak tau, dulu aku sangat sayang sama Kakak tapi sekarang rasa sayang itu udah gak ada! Aku benci sama Kakak!” Ia berusaha mendorong Gavin menjauh dari tubuhnya.

Bukannya semakin jauh, Gavin malah merapatkan tubuhnya pada Rachel. “Sayang kamu bilang? Kamu cuma anggap aku sebatas Kakak, Rachel!” Ia memukul dinding hingga Rachel bisa merasakan getaran dinding yang seolah pecah.

Detak jantung Rachel berdegup semakin kencang. Ia bahkan bisa merasakan tubuhnya yang seakan ingin terjatuh jika saja Gavin tidak menahan tangannya. Matanya menatap nyalang Gavin yang kembali mengelus pipinya. “Jauhkan tanganmu dariku, bangsat!” teriaknya dengan suara parau. Air matanya perlahan tumpah karena kesal.

“Jangan ribut, sayang! Nanti Bunda dengar kalau putrinya berduaan dengan pria di dalam kamar.” Gavin mengangkat tubuh Rachel hingga gadis itu melayang. Menggendong Rachel menuju ranjang bagai pasangan suami istri.

“Lepas!” Rachel memukul dada Gavin agar menjauh. Ia mencubit lengan Gavin berharap pria itu kesakitan dan melepaskannya.

“Malam ini akan jadi indah, sayang!” Gavin meletakkan Rachel di atas ranjang dan naik ke atas tubuhnya.

“Lepasin aku, brengsek!” Rachel berusaha untuk bangun tetapi Gavin kembali mendorongnya.

“Rachel, kenapa kamu teriak-teriak?” Suara Attania membuat Rachel bernapas lega.

Gavin menghilang setelah mendengar suara Attania. Meninggalkan Rachel yang sekarang bingung bagaimana menjawab panggilan bundanya. “Rachel lagi belajar drama, Bun!” elaknya.

“Udah jam 11 Chel, besok lagi latihannya!”

“Iya, Bunda.”

*****

Tak biasanya Rachel hanya mengaduk mie baksonya. Mengingat arwah Gavin yang terus mengusiknya membuatnya tidak selera makan. Ia merasa mengkhianati Ray karena semalam Gavin berhasil mengecup pipinya. Merasa berdosa dengan hubungan mereka.

“Chel, lo kenapa?” tanya Silvy yang bingung dengan sikap Rachel belakangan ini. Sahabatnya itu terlihat tidak bergairah sama sekali.

Tak ada jawaban, Rachel kembali mengingat setiap saat Gavin mendatanginya. Ia bingung haruskah memberitahu Silvy atau tidak. Membuat Silvy juga terjebak dalam masalahnya. Masalah juga karena Gavin adalah kakak kandung Silvy sendiri. Ia tidak ingin membuat Silvy bersedih.

“Gue gak papa, Sil. Cuma lagi gak mood aja,” jawab Rachel. Ia memakan baksonya tak ingin Silvy bertanya lebih banyak.

“Gue bingung sama lo yang gak mau jujur!” ujar Silvy. Ia takut jika firasatnya mengenai Gavin benar. Takut jika Gavin mendatangi Rachel. Mengusik kehidupan sahabatnya. “Chel, Kak Gavin ….”

Detak jantung Rachel melaju. Ia tidak ingin Silvy tau. “Ada apa dengan Kak Gavin?” tanyanya sembari menormalkan detak jantungnya.

“Gue takut kalau Kak Gavin datengin lo!”

“Emang Kak Gavin ada datangin lo, Sil?” tanya Rachel penasaran.

“Enggak sih, tapi ‘kan Kak Gavin pasti punya tujuan dari bunuh diri itu.” Silvy menyeruput teh dinginnya.

“Bisa jadi sih, tapi semoga aja gak ada kaitannya dengan kita.” Rachel menanggapi dengan santai namun hatinya menolak mentah-mentah apa yang ia katakan. Setiap malam Gavin mendatanginya dan mengusik kehidupannya.

“Lo ngelamun lagi!” kesal Silvy karena Rachel seolah-olah pikirannya tidak di sini.

“Hahhh. Maaf, Sil!” ujar Rachel. Ia kini mencoba fokus dengan baksonya.

“Kalau Kak Gavin tiba-tiba temuin lo, lo harus bilang ke gue, ya!” pinta Silvy, mengkhawatirkan sahabatnya.

“Iya, bawel. Gue pasti kasih tau lo, kok.”

“Chel, tunangan lo mana?” tanya Silvy.

“Lagi bimbingan perusahaan sama Papa, ‘kan sama kayak Kak Kean.”

Silvy cengengesan sembari membetulkan poninya yang mengenai pipi. Matanya tak sengaja menangkap bayangan arwah yang seperti ia kenali. Berdiri tak jauh dari mereka seperti memantau. “Nevan!” batinnya.

*****

Obat tidur Rachel campurkan ke dalam makan malamnya sendiri. Ia harus tidur dengan cepat agar Gavin tidak mendatanginya. Nevan juga tidak menepati janji untuk menjaganya membuatnya kesal.

Ia melihat bunda dan ayahnya yang berjalan ke meja makan. “Malam Ayah, malam Bunda!” sapanya ramah.

“Tumben kamu cepat datang, biasanya tunggu dipanggil dulu.” Atttania duduk di hadapan Rachel.

“Laper, Bun,” bohong Rachel.

Mereka memulai makan malamnya. Rachel makan dengan cepat, ia takut jika malah mengantuk di meja makan dan membuat kedua orang tuannya curiga. Ia melihat jam dinding, Gavin akan datang sepuluh menit lagi.

“Ayah-Bunda, aku ke kamar duluan, ya!” pamit Rachel.

“Kok buru-buru, sayang?”

“Rachel ngantuk, Bun!” teriak Rachel sembari menaiki tangga.

Arya dan Attania saling bertatapan, merasa aneh dengan sikap putri mereka belakangan ini. Jika meminta Rachel untuk cerita, ia pasti tidak akan mau. Mereka takut jika Gavin datang menemui Rachel seperti Nevan yang datang menemui Silvy.

Di dalam kamar, Rachel menarik selimutnya. Ia berharap obat itu segera bereaksi. Tak ingin Gavin datang dan menghilangkan rasa kantuknya.

Memejamkan matanya, berusaha untuk tidur tapi rasa kantuk tidak juga datang. Gavin terus saja menghatui pikirannnya. Menyebabkan obat tidur itu tidak berfungsi.

“Tidurlah, Rachel! Aku akan menjagamu.” Nevan akhirnya datang, menepati janjinya.

Rachel bernapas lega, ia membuka matanya dan tersenyum pada Nevan. “Makasih, Nev!” ujarnya lalu memejamkan matanya lagi.

“Sama-sama!” Nevan duduk di ranjang Rachel, ia selama ini hanya mengamati dari kejauhan. Ingin tau sampai mana keberanian Gavin mengganggu Rachel dan semalam benar-benar sangat di luar dugaannya.

Saat Rachel tidur, ia melihat semua apa yang Gavin lakukan dan itu membuatnya terbakar emosi. Ia seolah melihat dirinya sendiri di masa lalu. Saat ia memaksa Silvy untuk menuruti semua keinginannya.

Sekarang, ia akan membayar semua dengan menjaga Rachel. Ia tak ingin kejadian lama terulang. Penyesalan Gavin harus datang di awal jangan diakhir dari cerita mereka. Ia tidak akan memaafkan diri sendiri jika saja gadis yang membuatnya sadar tentang sikapnya pada Silvy sampai terluka.

“Kenapa lo di sini?” Arwah Gavin menatap marah pada arwah Nevan. Benci dengan sikap Nevan yang ikut campur dengan urusannya.

“Gue jagain sahabat gue, emang kenapa?” tandas Nevan, membalas tatapan nyalang Gavin. Tentu saja, meski umur Gavin di Bumi lebih tua darinya tapi ia adalah senior Gavin di dunia lain. Gavin bisa saja ia laporkan sebagai pemaksaan pada magnet dunia mereka.

“Lo gak berhak ikut campur, Nevan!” Gavin menarik kerah baju Nevan kesal. Siap melayangkan bogemannya pada lawannya.

“Pergi atau gue bakal narik lo, Gavin!” ancam Nevan. Ia mendorong Gavin hingga terbentur dinding.

Lihat selengkapnya