TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #35

Worried

Kenangan masa lalu menghampiri Nevan dan Silvy yang kini berdiri di balkon kamar Silvy yang ada di rumah Rachel. Silvy memanggil Nevan kembali seperti dulu. Saat perasaan mereka masih menguasai logika.

“Udah lama ya kita gak bicara gini.” Nevan memulai karena sedari tadi Silvy hanya diam. Menatap malam cerah yang dipenuhi bintang dan rembulan yang bersinar.

“Kenapa kamu gak datang tadi siang?” tanya Silvy, enggan membahas masa lalu yang mengorek rasa sedihnya kembali.

“Sebagai orang yang memiliki indra keenam kamu seharusnya tau, Sil!” Nevan sedikit enggan menjawab karena suara Silvy yang terkesan ketus.

“Aku tidak punya waktu untuk mengetahui semua tentang kalian!” ketus Silvy. Nada bicara mereka sangat berbeda dengan dulu. Begitu banyak sirat kekecewaan di sana.

“Menyelamatkan Rachel adalah misi keduaku setelah berusaha mendapatkan cintamu, Sil.”

“Jangan bahas tentang kita!” Silvy memotong perkataan Nevan tentang hubungan mereka dulu. Sakitnya kembali saat mengingatnya, ia takut jika cinta itu kembali.

“Kamu masih mencintaiku?” tanya Nevan yang membaca isi pikiran Silvy. “Kamu masih mencintaiku, Silvy!” tegasnya saat Silvy hanya diam.

Pertahanan Silvy roboh, ia tidak bisa membohongi diri sendiri jika ia masih mencintai Nevan. Tanpa berpikir panjang, ia memeluk erat tubuh Nevan. Menunjukkan betapa ia merindukan arwah itu.

“Silvy?” Nevan tak membalas pelukan Silvy. Ia bingung mengapa ini semua terjadi padahal Silvy juga meminum serbuk dari rumput hantu tapi kenapa sekarang Silvy kembali mendekapnya?

“Aku masih mencintaimu, Nevan!” jujur Silvy sembari mendekap Nevan semakin erat. Pelukan dulu yang terputus saat Nevan ditarik paksa. Ia kembali ingin merasakan tubuh dingin Nevan yang didekapnya. Cintanya masih sangat utuh, jauh dari kata lupa.

Nevan memejamkan matanya. Ia tidak ingin jika rasa itu kembali padanya. Cinta yang ia sadari tak akan pernah bisa ia miliki. Mereka berbeda, sangat jauh berbeda. “Lupakan aku, Silvy!” pintanya.

Silvy menggeleng dalam pelukan Nevan. Ia kini memang memiliki seberkas rasa untuk Kean. Namun Nevan malah muncul kembali sebelum ruang di hatinya dimiliki Kean seutuhnya. “Aku sangat mencintaimu!” jujurnya. Melihat Nevan lagi membuat serbuk yang selama ini ia campurkan ke minumannya seakan tidak berguna. Usahanya untuk melupakan Nevan adalah perjuangan yang sia-sia.

“Silvy!” Suara kacau Kean mengejutkan Nevan dan Silvy.

Nevan mendorong tubuh Silvy agak keras hingga menyentuh pagar balkon. Merasa bersalah pada Kean yang memiliki cinta begitu tulus pada Silvy. Memilih menghilang di antara gelapnya malam.

Menahan kecewa, marah dan rasa sedihnya, Kean menghampiri Silvy yang terlihat kesakitan. Menggendong gadis itu dan meletakkannya di atas ranjang tanpa berkata sepatah kata pun. Mengambil kotak P3K di atas meja rias.

Dengan telaten, Kean mengobati luka di lengan Silvy. Matanya berusaha agar tidak menoleh pada Silvy yang beberapa kali meringis. Ia takut rasa kecewanya membara jika melihat wajah itu.

“Kak Kean, ak-aku … minta maaf!” ujar Silvy pelan, ia sendiri sedih karena tak bisa mengontrol dirinya. Melupakan cinta tulus Kean hanya karena kehadiran Nevan yang bukan untuknya.

Menulikan telinganya, Kean keluar dari kamar Silvy dalam diam. Tangannya terkepal menahan amarah. Ia pikir, rasa yang Silvy tunjukkan selama ini utuh untuknya tapi ternyata ia hanya pelarian. Pelarian dari cinta yang tak bisa Silvy miliki. “Tentang aku ada atau tidak, mungkin tidak ada bedanya bagimu!” gumamnya kacau.

*****

Malam mencekam menyambut Nevan yang kini kembali ke dunianya. Pikirannya berkecamuk memikirkan tentang Kean dan Silvy. Silvy yang masih mencintainya dan cinta tulus Kean untuk Silvy.

Ia melihat August yang sedang meminum jus rumput hantu. Menghampiri sahabatnya itu, ia butuh teman untuk membantunya menampung beban ini. “August!” panggilnya.

“Tugas lo udah selesai?” tanya August tanpa basa-basi.

“Silvy masih cinta sama gue, Gust!” ujar Nevan bersiap mendengar semua sumpah serapah August.

Tatapan August menjadi terfokus pada Nevan. “Gimana bisa?” tanyanya serius. Sebelumnya ini tidak pernah terjadinya.

“Gue juga tidak tau, Gust. Gue tidak pernah bayangin ini!” Nevan frustasi. Di satu sisi ia harus membantu Rachel tapi di sisi lain ia tidak ingin merusak tulusnya cinta Kean untuk Silvy.

“Jangan temui Rachel lagi!’ saran August.

“Itu gak mungkin, Rachel butuh bantuan gue.” Nevan menolak, membiarkan Gavin sama saja seperti mengulang ceritanya.

“Tapi gimana dengan Kean?” tanya August.

Nevan mengacak rambutnya. Ia menangkap rasa sedih Kean tadi. Sebagai pria yang juga pernah mengalaminya. Ia mengerti rasa sakit itu. Kekecewaan yang kini Kean rasakan pasti teramat dalam.

“Sekarang biar Rachel menjadi tanggung jawab keluarganya dulu, nanti kalau Gavin makin nekat baru lo datang lagi!” saran August. Posisi sahabatnya sekarang sangat sulit dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Kesempatannya untuk menjalankan misi telah habis. “Semua bakal baik-baik saja!”

Nevan mengagguk, mungkin Silvy hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri kembali dengan dirinya. Ia juga telah mengatakan jika ia datang untuk Rachel. Mengenai rasanya pada Silvy, itu telah hilang sejak lama.

*****

Senyuman Rachel merekah saat melihat wajah lelah Ray yang tertidur dengan membungkuk pada ranjangnya. Dua hari berlalu tapi Ray masih setia merawatnya hingga terkadang membuatnya merasa bersalah karena terlalu takut dengan kedatangan Gavin lagi. Ia takut sendirian di kamar dan tubuhnya masih lemah.

Hanya sekedar makan saja, Ray yang menyuapinya dengan telaten. Memberikannya obat penenang agar tidak terlalu berpikir negatif. Pria itu bahkan menginap di rumahnya takut-takut jika Gavin datang lagi.

Dengan lembut, ia mengelus rambut Ray. Rasa cintanya pada pria itu semakin besar. Keinginan untuk bisa bersatu hingga tua nanti dengan Ray semakin tinggi. Ia tak bisa membayangkan jika suatu hari Ray memilih pergi meninggalkannya.

“Aku cinta … banget sama Kakak,” ujarnya.

“Kakak juga cinta sama kamu!”

Rachel mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru kamarnya. Ray masih tidur dengan pulas dan itu bukanlah suara tunangannya. Itu suara Gavin yang kembali. Arwah itu seakan tidak mengizinkannya untuk pulih.

“Kamu mencariku?” Gavin muncul di samping Ray yang tertidur. “Hai, sayang!” sapanya dengan senyum merekah. Sosoknya kali ini tidak ada bedanya saat masih hidup tapi sedikit pucat.

“Ngapain Kakak ke sini lagi?” tanya Rachel dengan suara bergetar. Ia takut jika Gavin kembali berubah menjadi sosok yang menakutkan. Mendatanginya dengan adegan-adegan horor yang sering ia temui di film hantu.

“Aku hanya ingin membesukmu!” jawab Gavin, tangannya ingin bergerak menyentuh pipi Rachel tapi gadis itu segara menghempasnya.

“Jangan menyentuhku!” teriak Rachel dan itu sukses membuat Ray terjaga.

Arwah Gavin menghilang bertepatan dengan terbukanya mata Ray. Masih setengah sadar, ia memeluk tubuh Rachel yang bergetar. Menyesal karena menyerah dengan lelahnya hingga tertidur.

“Kakak minta maaf, Chel!” ujar Ray, ia mengecup kening Rachel beberapa kali lalu kembali memeluknya. Mengelus rambut Rachel dengan sayang agar tunangannya itu tenang.

“Kak, Kak Gavin datang lagi.” Rachel kembali menumpahkan air matanya. Membasahi baju Ray yang hangat memeluknya. “Aku takut, Kak,” ujarnya.

“Ssst! Tenang, ya! Ada Kakak di sini.” Ray melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Rachel. Sejak kedatangan Gavin, sudah terlalu banyak air mata yang mengalir dari sana dan ia benci melihat itu.

“Rachel!”

Lihat selengkapnya