TERSESAT DUA DUNIA

Aldaaldifa
Chapter #41

My Destiny With Him?

“Kita gak bisa melanjutkan rencana pernikahan ini!” ujar Bagas tegas. Sebelum berkumpul di rumah Arya, ia sempat datang ke rumah Yudha dan melihat kondisi Rachel yang dijaga oleh keluarga Ray.

“Pernikahan ini seharusnya dipercepat, Om. Saya tidak ingin Rachel semakin terpuruk!” ujar Silvy dengan cepat membantah. Sama sepertinya yang juga terpaksa untuk melupakan Nevan demi kebaikannya sendiri, itu juga harus terjadi pada Rachel.

“Tapi tidak dengan mengorbankan kebahagiaan putra saya!” ujar Naina yang tidak setuju dengan Silvy. Ia tidak rela jika putranya dijadikan pelampiasan.

“Gak ada yang dikorbankan, Ma. Aku mencintai Rachel dan aku akan menikahinya!” bantah Eros, ia menatap kedua orang tuanya dengan tatapan memohon agar mengerti kondisinya saat ini.

“Tapi Rachel gak mungkin bisa nerima semua ini secepat ini, dia pasti syok!” ujar Attania, ia sama sekali tidak peduli dengan pendapat kedua orang tua Eros yang seolah menyudutkan mereka. Saat itu, Eros sendiri yang datang pada mereka dan melamar Rachel.

“Kita tidak bisa menundanya, Bun. Aku tidak ingin melihat Rachel menangis dan pingsan terus-menerus!” ujar Kean. Perkataan Rachel yang menyalahkan Silvy atas kematian Ray juga terngiang-ngiang di kepalanya.

“Tapi ….”

“Kean benar, Nia. Putrimu berhak bahagia meski tanpa putraku!” ujar Yudha, suaranya tercekat karena berusaha terlihat tegar.

“Intinya saya tetap tidak setuju!” ujar Naina, ia tidak bisa membiarkan putranya menikah dengan gadis yang sama sekali tidak mencintainya.

“Aku tidak akan menikah jika bukan dengan Rachel!” putus Eros membuat semua orang terdiam.

Arya menggelengkan kepalanya. Permasalahan pernikahan ini bukan hanya pada keluarganya tapi juga pada keluarga Eros. Mereka terlihat salah paham dengan pernikahan ini atau mungkin mereka terlalu mengkhawatirkan Eros yang saat ini belum dicintai Rachel. “Kita akan membicarakan pernikahan ini lagi besok! Saya harap kalian sudah mempunyai keputusan setuju atau tidak!” ujarnya pada keluarga Eros.

“Iya, Ayah,” ujar Eros.

“Ayah?” tanya Naina terkejut.

“Ma-Pa, ayo pulang!” ajak Eros sebelum mamanya kembali meninggikan volume suara. Sepertinya akan sulit membuat mereka paham dengan perasaannya saat ini.

Arya menghembuskan napasnya kasar. Ia tidak pernah menyangka jika kisah cinta putrinya harus merumit ini. “Putramu telah tenang di alam sana, tapi bagaimana dengan putriku?” Ia mengacak rambutnya frustasi.

“Ray juga belum tenang, Yah. Dia masih ada di sini!” ujar Silvy. Seandainya mereka semua bisa melihat Ray, pasti mereka akan sangat kasihan dengan wajah sedih Ray. Melihat Ray yang seolah ingin menangis tapi ia tidak memiliki air mata lagi.

“Ray, tolong katakan pada Rachel untuk melupakanmu! Jangan egois karena sampai kapan pun kalian gak akan pernah bisa bersama!” pinta Attania, air matanya kembali luruh. Ia tidak sanggup melihat Rachel yang kehilangan harapan.

“Aku mencintainya, Bunda!” ujar arwah Ray selah merubah wujudnya menjadi solid. Ia menatap ke langit-langit rumah karena tak mampu menatap wajah sedih mereka. “Aku mencintai Rachel!” ujarnya lalu menghilang. Meninggalkan duka pada mereka yang menyayanginya.

*****

“Chel, lo yakin mau ngampus?” tanya Silvy, menatap ngeri penampilan Rachel yang jauh dari kata baik-baik saja. Mata sembab dan wajah pucat Rachel pasti akan membuat semua orang ikut sedih melihatnya.

“Gue mau ke kampus, Sil! Kalau di rumah terus gue pasti bakal nangis lagi!” ujar Rachel.

Silvy menatap Rachel dari atas ke bawah, meyakinkan diri untuk membawa Rachel ke kampus. Tatapan terpaku pada cincin pertunangan yang masih tersemat di jari manis Rachel.

“Lo boleh ikut kalau lepasin tu cincin!” ujarnya.

Rachel mengikuti arah pandang Silvy. “Gue gak mau!” ujarnya sembari menyembunyikan tangan kanannya.

“Lo bukan lagi tunangan Kak Ray, Rachel! Lo tu sekarang tunangan …”

“Tunangan siapa?” tanya Rachel penasaran dengan kalimat terputus Silvy.

“Bukan siapa-siapa, maksud gue bilang gitu karena Kak Ray udah gak ada,” elak Silvy. Ia belum siap mengatakan pada Rachel jika pernikahan minggu depan akan tetap terlaksana.

“Lo bohong! Kalian sembunyiin apa lagi dari gue?” tanya Rachel, wajah Silvy terlihat gugup sama seperti seminggu lalu.

“Mending kita ke kampus sekarang!”

“Sil!” Rachel berlari menyusul dengan kakinya yang masih lemah. Ia terpaku saat seorang pria membukakan pintu mobil untuknya. “Pak Eros?” Ia mengernyit bingung sembari melihat Silvy yang telah duduk di dalam mobil. “Kenapa Bapak jemput kami?” tanyanya.

“Chel, cepat masuk!” ujar Silvy.

Rachel membuka pintu mobil sendiri, ia tak berniat menerima Eros. Tanpa mereka jawab pun, ia tau maksud dari semua ini. Dosennya itu pasti sedang berusaha ingin menggantikan posisi Ray di hatinya tapi itu tidak akan pernah tercapai.

“Chel, lo kenapa duduk di sini?” tanya Silvy.

“Gue gak akan nerima Pak Eros sebelum kalian cerita ke gue apa yang terjadi!” ujar Rachel, ia menatap Silvy kesal dengan mata sembabnya.

Perjalanan menuju kampus hanya diisi dengan laju kendaraan dan deru angin. Mereka semua sibuk dengan pikiran dan kesedihan masing-masing. Menyiapkan nyali untuk menyambut tatapan orang-orang di kampus.

“Makasih, Pak,” ujar Silvy sopan saat mereka tiba di kampus.

“Sama-sama.” Eros tersenyum ramah.

Tak ingin basa-basi, Rachel keluar dari mobil. Ia benar-benat tidak ingin memberi harapan palsu pada Eros sedangkan hatinya masih terpenuhi dengan Ray. “Sil, cepet!” teriaknya.

“Chel, lo gak bilang makasih dulu?” tanya Silvy, sedikit kesal dengan tingkah kekanak-kanakan Rachel.

“Gue gak pernah minta Pak Eros buat jemput gue!” Rachel menatap Silvy malas.

“Chel, dia itu dosen wali lo!” kesal Silvy.

“Karena itu, Sil. Jangan bertindak berlebihan!” Rachel menarik tangan Silvy untuk mengikuti langkahnya. Ia merasa terganggu dengan tatapan orang-orang yang menyiratkan seolah ia gadis paling malang di dunia. Menatapnya dengan gurat kasihan membuatnya muak. “Apa lo liat-liat?!” gertaknya pada adik tingkat yang menatap dengan mata yang seolah ingin terlepas.

“Rachel!” tegur Silvy, ia mengucapkan maaf setiap kali Rachel menatap nyalang pada mereka.

Hari ini berjalan panjang bagi Silvy. Kehilangan Ray membuat Rachel terkadang lepas kendali dan ialah yang harus membuat mereka paham dengan kondisi Rachel. Belum lagi saat ada pria yang mendekati Rachel dan mengucapkan belasungkawa pasti Rachel akan menjawab dengan beringas dan ia hanya bisa menggelengkan kepalanya.

*****

Sore ini adalah hari pertama Rachel mencoba mengerti keadaan. Ia mencoba menerima kenyataan dan tidak meratapi kepergian Ray. Ia ingin Ray tenang di alam sana meski di sini hanya serasa hampa.

Sudah lebih dari satu jam ia melihat-lihat koleksi fotonya dan Ray yang memenuhi kamar pria itu. Air matanya kembali luruh saat matanya menangkap foto pernikahan mereka yang Ray edit sebelum Ray berangkat ke Singapura dan menghilangkan nyawa tunangannya itu.

“Kak Ray!” ujarnya sembari mengelus wajah tampan Ray yang ada di foto. Bagaimana bisa cinta itu pudar jika ada sejuta kenangan yang mengiringi, terlebih Ray adalah cinta pertamanya.

“Chel, turun yuk! Bunda mau bicara!” Attania berdiri di ambang pintu kamar Ray. Ia sedari tadi melihat kesedihan putrinya tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Lihat selengkapnya