Malam telah menunjukkan wujudnya. Rachel kini berada dalam perjalanan pulang diantar oleh Eros. Gelak tawa sesekali menemani perjalanan mereka.
“Jadi, Kakak anak satu-satunya, ya?” tanya Rachel setelah mendengar perjuangan Eros membujuk kedua orang tuannya untuk mengizinkan ia menikah dengannya.
“Kenapa kamu bisa berpikir begitu?” tanya Eros.
“Selama aku di rumah Kakak tadi … aku gak lihat foto pertanda Kakak punya Kakak atau pun Adik,” jawab Rachel.
“Aku punya Adik, kami cuma beda dua tahun,” ujar Eros. “Tapi sayangnya ….”
“Sayangnya apa, Kak?” tanya Rachel serius karena nada bicara Eros tiba-tiba muram.
“Sayangnya dia alergi kamera.” Eros tertawa, ia menangkap jelas gurat wajah Rachel yang terlalu serius.
“Kakak nih bercanda deh! Mana ada orang alergi kamera!” kesal Rachel, ia juga tidak percaya dengan perkataan Eros barusan.
“Nama dia Elang, dia orangnya sangat pemalu. Enggan menyapa jika bukan disapa duluan, pelit senyum dan karena itulah dia gak suka sama yang namanya kamera.” Eros menjelaskan lebih rinci agar Rachel percaya. “Di foto keluarga yang ada di rumah pun cuma ada muka aku dan ortu ‘kan!” ujarnya.
“Segitu banget ya, Kak. Sampai foto keluarga pun gak mau!” ujar Rachel prihatin dengan sifat Elang.
“Dia gak suka muka dia dipajang dan dinikmati banyak orang.” Eros mengingat dengan jelas saat pertama kali mereka foto keluarga dan mereka masih sangat kecil. “Kalau wajahnya dipajang, kamu tau dia bakal bilang apa?!”
Rachel menggeleng. “Kak Elang bakal bilang apa?” tanyanya.
“Ayolah, aku bukan pajangan!” ujar Eros meniru suara dan tingkah laku Adiknya. Ia tetap fokus pada jalanan dengan sesekali menilik Rachel.
Tawa Rachel pecah mendengar suara Eros yang jauh berbeda. Suara Eros seperti anak kecil berusia lima tahun. “Kakak lucu!” ujarnya.
“Lhoh, kenapa Kakak yang lucu? Harusnya Elang yang lucu!” ujar Eros.
“Suara Kakak kayak anak-anak!” jawab Rachel. “Em … Kakak punya foto dia?” tanyanya penasaran.
“Ada sih tapi itu foto dia waktu masih remaja, itu pun Kakak fotonya diam-diam.” Eros memberikan ponselnya pada Rachel.
“Sandinya apa, Kak?” tanya Rachel.
“Hari lahir kamu.” Eros melirik ekspresi Rachel.
“Hari lahir?” tanya Rachel, kurang yakin dengan yang ia dengar.
“Hari Selasa!” jawab Eros.
“Aku tau hari lahir aku, tapi gak biasanya orang pake hari lahir makanya aku agak bingung!” ujar Rachel.
“Biar berbeda!”
Rachel membuka ponsel Eros dan membuka galeri. Melihat fotonya yang entah dari mana Eros dapatkan. “Foto aku sebanyak ini dapat dari mana, Kak?” tanyanya.
“Sebagian dari sosial media kamu, sebagian lagi dari Bunda,” jawab Eros lalu nyengir.
“Bunda foto aku lagi jelek-jeleknya pun dikirim,” ujar Rachel kesal, bibirnya cemberut.
“Mau gimana pun kamu, kamu tetap cantik kok!” ujar Eros.
“Buaya!” ujar Rachel sembari terus melihat isi galeri calon suaminya. “Hahaha …, ini beneran Kak Elang? Kok gemes banget?!” tanyanya, foto Elang ia zoom dan lagi-lagi membuatnya tertawa.
“Rachel! Ternyata semudah ini kamu ngelupain cinta kita!”
Rachel terkejut, ia menoleh ke belakang dan menemukan arwah Ray dengan mata memerah. Ray muncul dengan wujud setelah kematiannya membuatnya terpaku. “Kak Ray bukan gitu … aku,” batinnya. Ia melirik Eros yang sepertinya tidak bisa melihat Ray.
“Kamu membuatku kecewa, Rachel!” ujar Ray lalu menghilang.
Wajah Rachel pucat mendengar kalimat Ray. Ray marah padanya dan itu membuat dadanya sesak. Ia kesal pada diri sendiri karena bisa kembali bersikap biasa saja dalam waktu dekat. Membiarkan Ray dan kenangan mereka menghilang dengan terus berbicara dengan Eros.
“Chel, kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba merenung gitu?” tanya Eros yang merasa aneh. Ia sempat melihat jika Rachel melihat ke belakang. “Kamu melihat sesuatu?” tanyanya lagi.
“Aku gak papa, Kak. Cuma capek aja!” jawab Rachel, ia meletakkan ponsel Eros di dekat setir.
Walau merasa aneh, Eros tak berniat bertanya lebih jauh. Ia tidak ingin bertanya lebih jauh karena takut Rachel akan kembali tidak nyaman padanya. Ia yakin akan tiba wakunya Rachel terbuka padanya.
*****
Di dunia yang berbeda, Ray dan Nevan kembali saling melempar kalimat. Nevan yang marah karena Ray kembali mengganggu Rachel dan Ray yang marah karena Nevan yang terlalu ikut campur dengan urusannya. Mereka bahkan tidak peduli dengan arwah-arwah lain yang terus melihat perdebatan mereka.
“Apa lo belum jera dihukum karena coba ngebunuh sahabat lo sendiri?” tanya Nevan dengan tatapan tajamnya.
“Ini sama sekali bukan urusan lo, Nev! Kenapa lo terus ikut campur?” tanya Ray geram, beberapa hari ini ia tidak bisa mengikuti Rachel secara diam-diam karena mendapatkan hukuman tidak boleh ke bumi dan saat ia ingin menemui Rachel menjelaskan semuanya, ia malah melihat Rachel yang tertawa bersama Eros. Mereka terlihat mesra seolah Rachel telah jatuh cinta pada Eros.