Mentari bersinar dengan terangnya. Kilaunya kian menyapa. Hangat memeluk tubuh. Sejenak, kamu pasti mengingat jika ini adalah waktu yang tepat untuk menjemur ikan asin atau sekedar menjemur kasurmu yang sudah lama berdebu di kamar. Tidak keduanya, justru ibu dengan rambut panjang yang digulungnya itu malah asyik mendendangkan lagu sembari menyirami bunga di halaman rumahnya.
Disiraminya semua bunga yang ada di halaman rumah. Mulai dari bunga mawar, bunga matahari hingga bunga kembang sepatu yang terdengar mendatanginya. Hah? Iya, sebuah langkah sepatu terdengar mendekati ibu itu.
“Assalamualaikum ....”
Memalingkan wajahnya kepada sang pemberi salam. “Oh! Nak Bagas! Lah, kapan kamu balik?” ujar Ibu Vita yang terkejut melihat kedatangan Bagas yang adalah pacar Vita sedari Vita masih duduk di bangku SMA kelas 1.
Bagas adalah anak dari teman bapaknya Vita. Mereka berdua memang sengaja dikenalkan dan dijodohkan untuk dinikahkan. Bagas adalah pria yang baik, berkulit putih sedikit pucat, hidung mancung karena ibunya keturunan Arab dan mata yang sayu dari ayahnya yang berdarah campuran Surabaya dan Hongkong. Siapa saja yang melihat pria ini pasti akan merasakan keramahannya. Satu lagi ... Bagas bukanlah pria yang suka marah-marah apalagi membentak. Begitulah gambaran sosok seorang Bagas di mata Vita dan beberapa orang di dekatnya.
“Baru dua hari Bu aku di Kupang,” jawab Bagas lembut lalu memberikan beberapa buah tangan yang ia bawa kepada Ibunya Vita.
Sekantong buah-buahan dan beberapa kue itu lalu diterima Ibunya Vita dengan senang hati. Kemudian menyuruh Bagas untuk masuk dan duduk di ruang tamu saja. Tidak bagus jadinya jika tamu dibiarkan berlama-lama berdiri di luar.
Seperti biasa, jika ada tamu pasti Ibunya Vita akan berteriak memanggil nama anak gadis semata wayangnya itu untuk membuatkan minum dan menyajikan beberapa makanan. Belum juga ibunya berteriak, Vita justru sudah duduk di ruang tamu dengan dress berwarna pink pastel dihiasi senyuman manis terukir di wajahnya pagi ini. Ia juga sudah menghidangkan minuman dan beberapa kue di meja ruang tamu.
Matanya melebar melihat keajaiban pada anaknya di ruang tamu. “Wah, anak Mama hebat ini! Belum disuruh udah tahu aja, nih. Pinter,” ujar sang Ibu sembari mengelus lembut kepala anak gadis semata wayangnya itu.
Kemudian Ibunya mempersilahkan Bagas untuk minum dan makan. Setelahnya, Ibunya masuk ke dalam kamar. Membiarkan kedua sejoli itu untuk saling menyapa dan mengobrol.
Vita dan Bagas saling lirik.
“Kamu cantik hari ini,” puji Bagas.
“Iya. Terima kasih banyak-banyak sebanyak buah tangan yang kamu bawa buat ngerayu mama aku,” tutur Vita lalu membuang wajahnya dari tatapan Bagas.
“Loh? Enggak kok. Aku bawa itu ikhlas. Enggak ada maksud buat ngerayu atau apa. Beneran,” sahut Bagas berusaha mencari pandang wanita yang sedang diajaknya bicara.
Dengan mata yang masih melihat-lihat ke luar pintu ruang tamunya, Vita hanya terdiam. Ia tidak menggubris Bagas sedikit pun.