Tertawan Jenderal Utara

Dian Safira
Chapter #1

Dia, Qi Zeyan?


Kabut pagi masih menggantung di antara pepohonan ketika Wen Yuer menyusuri jalan setapak sempit di hutan utara. Embun menetes dari dedaunan, membasahi tanah lembap yang membungkam suara langkahnya. Gaun hijaunya terangkat sedikit oleh tangannya yang halus, menghindari ranting liar dan genangan air kecil di sepanjang jalur sempit itu. Di pundaknya tergantung kantong kain tipis berisi alat-alat tabib dan lembaran kertas lusuh berisi catatan herbal yang sebagian tulisannya mulai pudar karena sering terkena air dan angin.


Udara segar menusuk paru-paru, tapi Yuer menghirupnya dalam-dalam seolah ingin menyimpan ketenangan itu untuk nanti.


Ia jongkok perlahan di bawah pohon tua yang kulitnya menghitam di satu sisi, pohon yang konon usianya setua desa pertama yang berdiri di kawasan itu. Matanya jeli menyusuri akar-akar basah yang menonjol dari tanah.


"Guihua... seharusnya tumbuh di sekitar sini," gumamnya pelan, setengah berbicara pada dirinya sendiri, setengah berharap semesta mendengar.


Namun saat tangannya hampir menyentuh daun kecil berujung ungu, sebuah suara lirih seperti desahan berat menyelinap di antara suara dedaunan dan desir angin. Bukan suara binatang. Terlalu berat. Terlalu manusiawi.


Yuer menegakkan tubuh. Napasnya tertahan.


Ada seseorang.


Langkah kakinya menyelinap hati-hati mengikuti arah suara. Semakin ia mendekat, semak belukar terbuka sedikit demi sedikit hingga ia melihatnya.


Seorang pria. Bersandar lemah di batang pohon besar, tubuhnya separuh terbenam kabut. Bajunya hitam pekat, jubah luar robek parah dan berlumuran darah segar yang sudah mulai mengering di beberapa bagian. Rambut panjangnya acak-acakan, sebagian menutupi wajah yang pucat dan tajam. Matanya terpejam, tapi dadanya naik turun perlahan, menandakan bahwa hidup masih bertahan di tubuh itu.


Yuer terpaku. Pria itu tampak seperti bayangan dari cerita rakyat yang berbahaya, megah, dan sama sekali bukan rakyat biasa. Bahkan saat tak sadarkan diri, sosoknya seperti membawa kabut lebih tebal di sekitarnya.


Namun darah yang mengalir di lengan dan sisi perutnya, terlalu banyak. Terlalu nyata.


Tanpa berpikir panjang, Yuer melangkah maju.


Ia berlutut di samping pria itu dan membuka kantong kainnya. "Aku akan mengobatimu," bisiknya pelan. Tangannya bergerak cepat, mencari sumber luka.


Saat kain robek terbuka, Yuer hampir tersentak. Ada bekas sayatan panjang yang membelah kulit dan ototnya, terlihat dalam, tapi anehnya tidak mengenai organ vital. Tangannya gemetar sesaat, lalu ia mulai bekerja. Membersihkan luka dengan air herbal, menghentikan pendarahan dengan ramuan kental beraroma pahit, dan membalut luka dengan perban seadanya yang ia bawa.


Pria itu tetap diam. Tapi ketika jarinya menyentuh kulit Yuer secara tidak sengaja, gadis itu merasa seolah disentuh oleh arus listrik dingin. Suhu tubuhnya bagai bukan milik manusia biasa.


Beberapa menit kemudian, suara langkah berat terdengar dari balik pohon.


"Jenderal!" seru dua suara bersamaan, memecah keheningan.


Yuer mendongak. Dua pria bersenjata lengkap muncul dari balik kabut, tubuh mereka tegang dan mata mereka langsung menatap tajam ke arahnya.


"Siapa kau?!" hardik salah satu dari mereka, sementara yang lain segera berlutut memeriksa keadaan pria yang dipanggil "Jenderal Qi."

Lihat selengkapnya