Pertemuan Tak Terduga di Majelis Ilmu
Dalam pusaran badai kehidupan yang menerpa masing-masing, takdir menuntun Arya, Luna, dan Bu Ratna ke sebuah tempat yang tak pernah mereka bayangkan akan mereka datangi. Secara terpisah, dengan motif yang berbeda, ketiganya melangkahkan kaki menuju sebuah majelis ilmu sederhana di sudut kota. Arya, yang biasanya skeptis terhadap hal-hal spiritual, datang untuk mencari pelarian, secercah ketenangan dari masalah yang menghimpitnya. Luna, yang kanvasnya masih kosong dan jiwanya merindukan percikan ilham, berharap menemukan inspirasi baru di tempat yang berbeda. Sementara Bu Ratna, dengan hati yang masih berduka namun tetap tegar, datang untuk mencari kekuatan dan peneguhan imannya.
Malam itu, di hadapan jamaah yang khusyuk, Ustadz Hamid, seorang guru agama yang dikenal dengan tutur katanya yang menyejukkan dan penuh hikmah, mengisi pengajian. Tanpa disadari oleh ketiga tamunya yang baru, Ustadz Hamid mulai membahas tafsir Surat Al-Hadid ayat 22. Dengan gaya bahasa yang mudah dicerna dan menyentuh kalbu, beliau menguraikan makna muşībah yang universal—segala kejadian, baik yang terasa manis maupun pahit, yang menimpa di bumi maupun pada diri sendiri. Beliau menjelaskan konsep kitāb atau Lauhul Mahfuzh, tempat di mana setiap detail peristiwa telah tercatat dengan sempurna, bahkan min qabli an nabra'ahā, jauh sebelum Allah menciptakan kejadian atau makhluk itu sendiri.
Kata-kata Ustadz Hamid mengalir lembut, namun bagi Arya, Luna, dan Bu Ratna, setiap kalimatnya seolah menjadi bisikan ayat suci yang perlahan mulai membuka tabir kegelisahan di hati mereka.
Suara dari Mihrab Tua
Hari-hari berlalu dalam kabut kelabu bagi Fajar. Sisa-sisa kafenya yang hancur menjadi monumen bisu bagi egonya yang terluka dan optimismenya yang patah. Upaya menghubungi pihak asuransi dan bank terasa membentur tembok birokrasi yang dingin. Amarah dan keputusasaan silih berganti mengisi hari-harinya. Ia, yang dulu begitu percaya diri mengendalikan setiap aspek hidup dan bisnisnya, kini merasa seperti daun kering yang diombang-ambingkan badai.