◕◕◕
Jakarta, 30 April 2007
Meja panjang itu tampak berantakan dengan beberapa pil obat berwarna putih yang tumpah dari sebuah botol silinder dan di sekitarnya ada gumpalan kertas yang tak terhitung jumlahnya. Ruangan itu remang dengan seorang gadis yang duduk di atas sofa, manik matanya memandang kosong dan kantung mata terlihat jelas di wajah yang pucat.
Tak jauh dari tangannya tampak pisau kecil dengan sedikit noda merah yang masih tampak basah. Helaan nafas keluar dari mulut yang tampak kering itu. Decak kesal dan kemarahan kembali memenuhi wajahnya, gadis itu melempar segala barang yang ada di dekatnya tanpa peduli dengan bunyi yang ditimbulkan. Nafasnya memberat seiring dengan tenaga yang melemah membuat tubuh kecil itu bersandar pada empuknya sofa.
“Aku lelah,” gumam sang gadis menatap langit-langit apartemennya yang gelap. Suara kendaraan di luar ruangan hanya memperburuk gejolak perasaannya. Dering telepon kembali menarik kesadaran si gadis dan di tengah remangnya ruangan tampak jelas nama sang penelepon, tetapi karena rasa lelah menguasai dirinya tubuh itu hanya bisa bersandar pada sofa di belakangnya dan mulai memasuki alam mimpi.
Suara ketukan pada pintu apartemen adalah hal yang menyambut telinga sang gadis keesokan harinya. Menyesuaikan diri dengan gelombang cahaya yang datang dari sela-sela tirai apartemennya manik mata coklat sang gadis mulai terbuka perlahan.
Suara ketukan pintu terus datang seolah tidak sabar menunggu. Merapikan hijab hitam yang digunakannya, kaki panjang berbalut celana panjang berwarna hijau army itu melangkah ke arah pintu apartemennya dengan suara sedikit serak sang gadis bertanya tentang siapa gerangan tamu yang mengunjunginya pagi-pagi buta seperti ini.
Jawaban dari seseorang dibalik pintu tak kalah rusuh. Teriakan kekesalan menyambut indra pendengarannya dengan tangan yang kebas sang gadis membuka pintu apartemennya. Pandangan matanya disambut oleh seorang gadis bersurai hitam sepunggung dengan tahi lalat di samping kiri bibir.
“Kamu baru bangun?”
“Ya. Kenapa kamu datang pagi-pagi sekali, Vina?” Mendengar pertanyaan itu Vina segera mengernyit heran.
“Pagi apanya?! Ini sudah siang, Manda! Apa kamu baik-baik saja?” tanya Vina dengan raut wajah khawatir menatap Manda yang tampak kaget dengan ucapannya. Gadis dengan hijab hitam itu segera menatap jam yang terpajang di tengah ruangan.
Vina yang berada di depan pintu segera masuk ke dalam ruangan mengikuti langkah Manda yang tampak tergesa. Manik hitamnya menatap ruangan yang berantakan dan remang-remang. Helaan nafas dari Manda menarik perhatiannya kembali pada gadis berhijab hitam yang kini tersenyum sendu. Meletakkan totebag hitam yang dibawanya Vina segera memeluk erat Manda yang terdiam di tempat sembari menepuk pelan punggung sang gadis.