◕◕◕
Sosok itu hanya diam dan membelakangi Manda, terus menatap langit penuh hujan. Suara gemuruh petir terdengar dengan kilatan cahaya yang cukup besar membuat gadis itu terlonjak dan segera menatap menuju sosok yang tetap membelakanginya. Perlahan senyum terukir di wajah tampannya, tetapi sang pemuda tak kunjung bersuara. Tubuh tinggi dan tegapnya segera berbalik, melangkah menuju sang adik dan duduk di sampingnya.
“Hanya kamu yang tahu rumah yang sebenarnya, Manda. Hatimu yang akan berbicara,” ucap sang pemuda dan disambut dengan gelegar petir berserta kilatan yang amat menyilaukan. Dan kemudian gadis itu terbangun dengan nada dering telepon kembali menjadi alarm daruratnya.
Menatap langit-langit apartemennya, manik coklat gelap sang gadis tersentak dan segera duduk. Menyapu pandangan pada ruang apartemennya dan kembali memanggil seseorang yang terakhir dilihat sebelum terlelap, tetapi hanya keheningan yang menyambut membuat mata coklat itu merenung. Kaki jenjangnya perlahan bangkit dari sofa dan mulai berjalan menuju tirai hitam yang menutupi jendela. Manda melirik baju yang digunakannya, baju yang sama sebelum dia terlelap dan gadis itu mengerang sesaat memikirkan dirinya yang kembali tertidur di sofa. Saat sibuk menatap lalu lalang kendaraan manik coklat gelap Manda menatap bayang seseorang yang terpantul pada kaca berdiri di pojok ruangan. Dengan riang gadis itu segera berbalik dan tersenyum.
“Abang, mau makan pagi apa?” tanya Manda mulai berjalan menuju dapur apartemennya namun tak ada jawaban yang keluar dari sang pemuda membuat gadis itu berbalik dan kembali bertanya, “Aku masak nasi goreng ya, Bang?”
Manda melirik sekilas sang abang yang hanya tersenyum. Wajah rupawannya tampak memesona saat senyum kecil itu hadir membuat hatinya merasa tenang. Harum masakan mulai memenuhi apartemen itu membangkitkan selera makan bagi siapa pun yang hadir di sana. Dua piring nasi goreng dengan telur ceplok setengah matang terhidang di atas meja dan Manda dengan senyum riang memanggil sang abang yang tampak duduk di sofa menatap televisi yang sedang menyala menampilkan tayangan berita pagi. Denting sendok menyentuh piring bergema dan dalam suasana hening Manda melirik sang abang yang tampak tenang di depannya.
“Ada apa?” Suara berat pemuda di depannya memecah lamunan Manda, perhatiannya tertumpu pada sang abang yang tetap fokus makan. Manda hendak membuka mulutnya perlahan namun dering suara telepon membuatnya berbalik menghadap meja panjang di mana telepon genggamnya berada. Saat berbalik kembali menuju sang abang yang duduk di depannya sosok itu hilang, tak ada sang abang di depannya hanya kursi kosong dengan piring berisi nasi goreng yang tinggal setengah porsi.
Manda mengusap wajahnya perlahan dengan helaan nafas berat dirinya bangkit dan berjalan menuju telepon yang terus berdering dan mulai mengangkatnya dengan berdehem pelan sebagai isyarat pada sang penelepon kalau dirinya sudah menjawab panggilan.
“Hai, Manda! Apa kabar? Lagi senggang kan? Nanti jumpa ya jam dua di depan taman Sawo ya jangan lupa oke? Bye, Manda.” Dan sambungan telepon itu terputus tanpa mendengar jawaban dari Manda membuat gadis itu hanya bisa mengeluh kesal dan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh pagi.