◕◕◕
Manik coklat gelapnya terbuka dan gadis itu duduk dengan nafas memburu. Kepalanya berdenyut sakit dan erangan kecil keluar dari mulutnya. Manda menatap sekitar apartemennya yang gelap dan rasa takutnya sirna saat sebuah tangan menepuk bahunya, “Sudah bangun? Kamu nyenyak sekali tidurnya.”
Suara berat sang abang membuat kesadaran Manda kembali. Manik matanya menatap wajah sang abang yang tersenyum dan Manda perlahan mengangguk. Manda melirik tanggal pada ujung ponselnya yang menunjukkan tanggal (04-Mei-2007), menandakan gadis itu telah tidur selama tiga hari. Gadis itu sedikit kaget dan mengerang saat rasa sakit di kepalanya tak kunjung hilang, manik matanya menangkap visual tumpang tindih sang abang dengan sosok pemuda di dalam mimpinya tadi. Manda bangkit dari posisi baringnya dan bersandar pada sofa di belakangnya, suasana hening membuat gejolak dalam pikiran Manda semakin besar. Manda melirik sang abang yang duduk di sampingnya.
Pemuda itu tampak fokus dengan acara berita sore yang di tampilkan televisi dan sedikit membahas tentang tahun 1998. Manik Manda memandang televisi dengan ragu. Angka, tahun dan apa pun yang berkaitan dengan 1998 gadis itu sangat membencinya dan selalu berusaha memblokir ingatannya. Pemuda yang duduk di samping Manda itu menoleh dengan senyum kecil yang terbit di wajahnya. Jemari tangannya kembali mengelus puncak kepala Manda yang tampak fokus mendengarkan kata demi kata yang disampaikan reporter berita.
“Apa ada hal yang mengganggumu, Adik?” tanya pemuda itu pelan dan kembali fokus pada siaran berita. Manda sedikit tersentak dan beralih menatap wajah sang abang yang kini tersenyum seolah menunggu Manda untuk menjawab pertanyaannya.
Gadis itu kembali menatap siaran berita di depannya dengan tangan yang meremas erat jaket army yang masih terpasang di tubuhnya. Suara dokumenter dari berita itu mengisi ruang antara Manda dan pemuda di sampingnya.
“Aku sayang, Abang,” ucap Manda setelah hening cukup lama. Pemuda di sampingnya hanya terkekeh pelan dan menganggukkan kepala.
“Jadi jangan pergi, Bang,” lirih Manda bersandar pada bahu pemuda di sampingnya. Gerakan tangan itu terhenti dan keheningan benar-benar mengundang kegundahan di hati Manda.