Ketika jodoh yang belum kunjung datang, dimana Ayah memaksaku untuk menikah di usia muda. Huh, menikah dengan siapa?
Di usiaku yang sudah naik 20 tahun, aku masih menyibukkan diri dengan kuliah. Dalam benakku belum pernah berpikir untuk menikah, bahkan untuk pacaran saja aku dilarang. Selain Ayah melarangku untuk pacaran, dalam Islam juga tidak ada kata ‘pacaran’, yang ada zina dan itu dilarang.
Ayah selalu menasihatiku, tak ada namanya pacaran positif. Zina tetap zina, bagaimana jika terjadi zina mata, pikiran atau semacamnya? Allah tak ingin hambanya dipenuhi pikiran makhluk-Nya. Allah itu pencemburu. Karena pacaran bisa saja melalaikan kewajiban kita sebagai hamba-Nya.
Bagiku, pernikahan bukan suatu perkara yang mudah. Meluruskan niat hati bahwa menikah adalah sunnah Rasulullah yang pastinya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menikah bukan hanya jalan kebaikan di dunia, melainkan juga di akhirat. Karena menikah memiliki koridor syari’at yang harus dijaga untuk mempertahankan keberkahan agar kekal cinta di dalamnya.
Ketika berbicara tentang pernikahan, Allah mengatakan dalam surah Al-Baqarah, bahwa pasangan bagaikan pakaian bagimu, dan kamu pun pakaian bagi mereka. Sebuah pakaian bisa jadi pas atau kurang pas. Tapi bagaimanapun juga, pakaian akan menutupi, melindungi dan mempercantik ketidaksempurnaan.
Mencari sosok calon imam yang beriman bagiku cukup sulit. Hal ini yang membuatku menunda menikah. Aku hanya butuh memperbaiki diri. Bukankah jodoh cerminan dari diri sendiri?
Sebenarnya ada sosok lelaki yang aku kagumi dalam diam, tapi sayangnya dia belum mau melamarku untuk lanjut ke jenjang pernikahan. Tapi apalah aku, aku juga tidak mau melamar dia.
Mungkin saja aku terlalu berharap lebih padanya.