Pria dengan pakaian putih dan celana hitam, terlihat tampan diikuti aksen kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Ditambah topi bewarna hitam. Di belakangnya empat pramugari yang kini tengah berjalan mengikutinya. Dan di sampingnya, seorang pria dan seragam yang sama seperti dirinya, sahabatnya yang lebih tua darinya.
Ia memasuki pesawat dan melepas topi serta kacamatanya.
Pria itu mengecek mesin-mesin yang berada di depannya. Ia menulis deskripsi pesawat dan memperkirakan jumlah bahan bakar untuk pesawat. "Bagaimana kondisi cuaca nanti?" Dengan bahasa formal dan Bahasa Inggris ia bertanya tanpa menoleh ke arah rekan kerjanya sekaligus sahabat karibnya. Masih fokus pada lembaran kertas di depannya dan mencoret-coretnya.
"Baik!"
Pria yang bertugas untuk menerbangkan kendaraan raksasa sekaligus menjaga keselamatan ratusan penumpang. Sedari tadi sibuk menyiapkan rencana terbang, mengkaji lengkap rute yang akan dilalui, altitude, bahan bakar, dan kondisi cuaca selama penerbangan bersama wakilnya.
Tanggung jawabnya besar, maka ia tidak bisa bertidak ceroboh.
Seluruh petugas penerbangan menyiapkan kebutuhan dalam penerbangan untuk menjaga keselamatan penumpang sekaligus keamanan bagi dirinya masing-masing.
Pria itu berdiri untuk menyalakan sistem yang mengatur posisi pesawat. Ia meraih lembaran seperti buku untuk pengecekan dokumen dan sertifikasi kelayakan pesawatnya lagi.
Dia mengangguk-anggukkan kepala.
"Bagaimana?" ia bertanya lagi, kembali memastikan.
"InsyaAllah aman." Pilot itu tersenyum mendengar ucapan wakilnya.
Tak lupa ia mengucapkan bismillah. Karena dengan mengingat Allah, insyaAllah segala urusan akan dipermudah.
*****
Perhatian, para penumpang pesawat dengan nomor penerbangan JT-761 tujuan Jakarta dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu Gate-6.
Setelah operator yang menyampaikan jadwal keberangkatan, aku langsung menuju pintu dimana terdapat tiga petugas di sana yang tersenyum ramah. Mengingat ratusan orang mengantre, aku memutuskan untuk mengalah dan berdiri paling belakang dari barisan.
Aku memasuki pesawat, suasana benar-benar dingin lantaran dipenuhi AC. Di depan pintu pesawat sudah disambut oleh dua orang pramugari.
"Selamat datang," ucapnya sembari menganggukkan kepala sebagai tanda hormat dan menyatukan kedua tangannya di depan dada. Aku membalasnya dengan senyum canggung.
Aku duduk di bangku nomor 11A. Paling pojok sehingga aku bisa melihat pemandangan saat pesawat lepas landas nanti. Dan yang paling aku suka ketika berada di pojok adalah memotret pemandangan.
Aku membuka tas selempangku dan mengambil diary yang biasa aku tulis untuk membuat kata-kata mutiara atau puisi, bahkan di sini aku kerap kali menceritakan hari-hariku.
Kling
Suara pesan masuk berdering. Aku membuka benda pipih di tas selempangku dan satu notif muncul dari Vira.
Vira : Ayah di RS Hadikusumo.
Aku membacanya tanpa membalasnya.
"Suka nulis, ya?" Suara ringan dari seorang perempuan di sebelahku membuatku menoleh.
Jemariku berhenti saat pertanyaan itu terlontar dari wanita cantik di sampingku. "Iya."
Wanita itu tersenyum. Aku lantas melanjutkan aktivitasku.
Kata demi kata aku tulis hingga suara speaker atau instruksi yang menyadarkankanku untuk mengunci meja kecil yang terbuka di hadapanku. Aku hanya menurutinya dan meletakkan buku diary di pangkuanku hingga aku tertidur.
*****
Di rumah sakit aku melewati kerumunan orang sembari menarik koperku. Berjalan menuju ruang tunggu. "Mbak, pasien atas nama Pak Zidan dimana, ya?"
"Di ruang rawat, Mawar 10," jawabnya sembari tersenyum simpul.
"Oke, makasih."
"Iya, sama-sama."
Aku membuka ruangan tempat Ayah dirawat dan di dalam sudah ada Bunda yang menemani Ayah. Huh, aku sungguh merindukannya.
"Assalamu'alaikum." Aku mencium tangan Bunda dan Ayah dengan perasaan yang amat rindu.
"Wa'alaikumussalam," jawab Ayah dan Bunda bersamaan.
Aku meletakkan koper kemudian berdiri di samping Ayah yang terbaring lemah. "Ayah, gimana keadaannya?" Pria paruh baya yang usianya sudah memasuki kepala enam tersenyum kepadaku. Namanya Zidan Arya Pramungkas. Ia ayahku.
"Ayah baik-baik saja, kata dokter, besok pagi sudah boleh dibawa pulang," jawab wanita paruh baya yang sekarang berkepala lima, bundaku masih terlihat muda.