Teruntuk Hamba Allah

Setya Kholipah
Chapter #7

Pertemuan lagi

Aufa turun dari mobilnya. Ia menghentikan langkahnya sejenak saat mobil yang tak asing lagi baginya berada di perkarangan rumahnya. Ia memutar bola matanya malas. Sudah menduga siapa yang bertamu di rumahnya.

Baru saja langkahnya hendak balik ke belakang. "FA!" Teriakan keras milik kakaknya itu mengurungkan niatnya untuk kembali ke mobil. Pria berkemeja dokter itu lari mendekati Aufa. "Fa, urusin tuh cewek, gue nggak mau bermasalah lagi sama dia."

Aufa menautkan alisnya bingung. "Ada apa, Bang?" tanya Aufa pada adiknya yang bernama Arfan. "Lo buat masalah apa lagi sama dia?"

Arfan menggaruk lepalanya, bingung harus menjawab apa. "Gue mau berangkat kerja dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Aufa menjawab salam Arfan dengan wajah kebingungan.

"ARFAN SINI LO!" suara melengking sekaligus keras lantas membuat Arfan lari terbirit-birit menuju mobilnya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi sebelum wanita yang berteriak itu hendak menghajarnya habis-habisan.

"BERISIK!" Aufa menaikkan nadanya dan seketika membuat wanita itu terdiam sembari menenteng salah satu sepatu high-nya.

Wanita itu mendekati Aufa dengan genit. "Kamu udah pulang?" Bukannya menjawab, Aufa justru berjalan melewati wanita di depannya. Rasanya waktu untuk membalas ucapan wanita itu akan terbuang sia-sia nantinya. "Hey! Fa, tunggu."

"Apalagi, lo nggak bosan apa gangguin gue mulu?" ketus Aufa.

Ini bukan kali pertamanya wanita itu mendekati dan menggodanya, kerap kali. Dan itu yang membuat Aufa jengah dengan kelakuannya. Untung saja dia masih berstatus sebagai keluarga, tepatnya sepupu.

Wanita itu bergelayut manja di lengan kokoh Aufa. "Fa, coba liat high aku dipatahin sama Arfan." Wanita itu mengangkat salah satu sepatu high-nya sejajar dengan dada Aufa.

Aufa berhenti sejenak dan melihat high milik wanita itu, keningnya berkerut. Tidak ingin ambil pusing akhirnya Aufa mengambil dompet dari kantongnya dan memberikan sejumlah uang kepada wanita itu. "Lo beli sendiri, gue sibuk."

Wanita itu meraih uang yang diberikan Aufa. "Makasih."

Aufa melepaskan gelayutan manna wanita itu di tangannya. Bukannya menjauhi Aufa, wanita bernama Melda itu semakin mengikutinya. Aufa masuk ke rumahnya, hendak menutup pintu agar Melda tidak masuk rumahnya. Sialnya--

"Etss ... aku bisa masuk."

Melda berjalan lagi mengikuti Aufa, menaiki tangga. Dirinya berhenti di depan pintu kamarnya, tangannya baru menyentuh gagang pintu, kemudian ia membalikkan tubuhnya. "Lo mau masuk kamar gue?"

Dengan wajah polos, Melda mengangguk.

"Astaghfirullah. Pulang-pulang ke rumah lo kalau perlu nggak usah balik lagi ke rumah gue. Gue mohon, biarin gue tenang. Ganti sana pakaian, harga gamis nggak semahal lo kira." Ya, Melda memakai dress di atas lutut. Entah tujuannya apa, intinya Aufa tidak suka.

"Ini aku beli mahal-mahal di luar negeri," pintanya, ia tidak terima jika dress yang ia beli mahal-mahal dicemohkan seperti itu oleh Aufa.

Aufa mendengus kesal, kesabarannya benar-benar habis. "Mel, gue mau tidur, nanti malam gue ke bandara lagi."

Aufa mendorong gagang pintu dan masuk dengan wajah ditekuk. Ia masuk kamarnya dengan pikiran kacau. Sebenarnya ia tidak mau kasar dengan wanita, tapi jika bersikap lembut kepada Melda, wanita itu akan semakin melunjak. Toh, Aufa bukan bermaksud kasar, melainkan berusaha bersikap tegas.

Aufa tahu, sepupunya itu menyukai dirinya. "Astaghfirullah." Aufa mengurut dadanya.

*****

"Semoga setelah Vira, anak Ayah sendiri ntar juga dilamar laki-laki." Ayah tertawa garing.

Aku dan Kak Nayra mendengus kesal.

"Ayah sabar, coba liat muka Alsya sama Nayra udah bete," bujuk Bunda. Bukannya berhenti, Ayah justru tertawa lagi.

"Nanti Nayra balik lagi ke ke luar negeri aja," cicit Kak Nayra.

"Sya, kenapa kamu nggak nikah waktu kuliah aja? Biar sarjana sudah ada yang bisa digandeng, kayak Ayah dan Bunda dulu. Bukan begitu, Bun?" Ayah melirik Bunda sambil tertawa keras, Bunda hanya menundukkan kepalanya malu.

Terdengar terkesan.

Dalam pernikahan perlunya kesiapan lahir dan batin. Jika siap, kenapa tidak? Pernikahan bukan tentang kehidupan romantis yang dipamerkan dari media sosialnya. Melainkan bagaimana menjaga keharmonisan dan adanya saling percya.

Pernikahan tidak melulu bahagia hingga akhir hayat. Ada kalanya seseorang dalam hubungan pernikahan mengalami ujian permasalahan yang dinamakan ujian cinta dari Allah.

"Cie, ngebayangin," goda Ayah. "Kamu bayangin apa?"

"Apaan sih, Yah," elakku.

"Ayah 'kan kuma bercanda, tapi ada keseriusan." Lagi-lagi Ayah tertawa.

Aku bernapas lega mendengar perintah Ayah, akhirnya obrolan ini bisa berakhir juga. Aku segera menaiki tangga diikuti Vira yang menginap beberapa hari di rumahku.

"Ra, kamu kok bisa ketemu Mas Arfan?" tanyaku.

Vira menahan senyumnya sembari mengangguk. "Aku ketemu saat di masjid dan waktu itu ada kajian rutin tiap bulan. Panjang ceritanya, terus tiba-tiba dia datang ke rumahku, katanya mau ngajak taaruf."

Ternyata ceritanya sangat menarik. "Oh jadi gitu."

"Selama seminggu itu aku sering ketemu dia secara kebetulan. Mungkin memang jodoh kali."

"Jodoh?" Ia mengangguk.

Lihat selengkapnya