Rafka memejamkan matanya. Tiba-tiba ia menangis hingga buliran air mata merembes mengenai pipinya. Ia bukan tipe cowok yang cengeng. Namun, melihat orang yang ia cintai dari SMA menderita, justru hal itulah yang memicunya untuk terus menyalahkan dirinya sendiri. Ia bodoh tidak melamar Alsya hanya karena belum siap. Setelah Alsya menjadi milik orang lain, penyesalan hanya di depan mata tanpa bisa ulang lagi. Matanya menatap nyalang dengan kilatan marah pada semua benda di kamarnya.
Rafka merasa apa yang kini diperjuangkan sia-sia.
Ya, lalu untuk apa Rafka melakukan ini jika pada akhirnya ia merasa dikecewakan?
Penyesalan datang membuatnya ingin memutar waktu. Tetapi apa boleh buat, waktu sudah berjalan dengan semestinya dan ia hanya bisa menghembuskan napas pasrah.
Ia terlalu pengecut untuk memulai cinta karena bayang-bayang masa lalu. Ia hanya takut.
"AH!" dibantingnya kursi dengan kasar hingga menabrak dinding.
"RAFKA! Lo APA-APAAN!" bentak Reno, Kakak Rafka.
Rafka berlutut dan menunduk menatap punggung kakinya. Begitu sakitnya ia rasakan melihat orang yang sudah ia cintai sejak SMA harus menjadi milik orang lain. Ia selalu berharap ada keajaiban datang kepadanya, tapi ternyata tidak. Wanita itu tetap bersikeras menolaknya lantaran dirinya sudah dianggap seperti kakak sendiri.
"Apa yang terjadi sama lo sampai-sampai kayak gini, Raf?" tanya Reno.
"Brengsek! Brengsek!"
"Istighfar, kalau ada masalah jangan ikutin nafsu setan, Raf!"
Rafka membulatkan matanya, berusaha sadar agar tidak mengeluarkan amarahnya lagi."Astagfirullah Al-'Adzim," lirih Rafka.
Dirinya pasrah, mungkin cara terbaik adalah mengikhlaskan. Namun rasanya begitu sulit jika mengikhlaskan Alsya yang kini jatuh dalam lubang penderitaan. Dia menderita karena masalah yang menimpanya. Jika saja waktu dapat diulang, mungkin ia akan perbaiki semuanya.
")9 kenapa, bilang sama gue!"
"Alsya," ucap Rafka.
"Alsya, cewek yang lo kagumin itu?" tanya Reno memastikan. "Emang kenapa?"
"Dia nolak gue dan akan pergi ke luar negeri untuk ngelupain mantan suaminya. Gue pikir setelah dia cerai, dia mau terima gue."
"Gob-Astaghfirullah. Raf? Mau jadi peistor lo, hah?"
Rafka menatap heran ke Reno. "Peistor?"
"Perebut istri orang."
"Dia bukan istri lagi, lagian gue ajak dia nikah setelah dia cerai."
"Jadi lo pemaistor."
"Apa lagi itu, Bang?"
"Perebut mantan istri orang."
"Ngaco lo!"
"Lo segitunya perjuangin dia mati-matian tapi ternyata dia nggak suka sama lo?" tanya Reno sedikit mengejek. "Lebih baik lo lupain dia dan cari wanita yang bisa terima lo."
"Lo 'kan tahu gue sudah suka sama dia dari lama. Tapi kenapa justru yang dapatin Alsya adalah orang yang baru kenal sama dia?"
Reno mengerti apa yang dirasakan adiknya saat ini. Ia hanya menghela napas berat. "Terus lo maksa dia supaya mau sama lo, emang ada jaminan lo sama dia bahagia setelahnya?"
Rafka terdiam.
"Wanita di dunia yang sholeh bukan cuma satu atau dua, banyak dan bejibun, bro. Tapi lo milih satu di antara yang banyak dengan memaksa itu nggak baik. Nggak semua yang lo pikir mudah itu beneran mudah. Pada dasarnya tidak semua wanita bisa melupakan orang yang dia ia sayang dengan semudah itu.
"Lo hidup di dunia nggak akan sia-sia walau tanpa dia."
Rafka lagi-lagi diam. Berusaha mencerna ucapan Reno.
"Lo harus yakin, Allah telah menyiapkan sebuah rencana besar untuk lo. Dimana telah ada seseorang yang lebih cocok untuk ada di samping lo yang telah Allah takdirkan untuk jadi jodoh lo. Jadi yang perlu lo lakuin adalah mulai berpikir positif bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, karena Allah maha mengetahui atas segala sesuatu. Dan pasti Allah akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya."
"Tapi gue sudah lama suka sama dia. Gue bahkan rela ngelakuin apapun untuk dapatin dia."