"Tidak akan terjadi pernikahan antara Aufa dan Nayra."
Sura itu mengangetkan dua keluarga yang tengah berkumpul di ruang tamu. Mereka semua menatap intens orang yang berdiri di ambang pintu. Hingga terjadi keheningan beberapa detik.
"Aufa dan Nayra tidak boleh menikah," lanjutnya lagi sembari menatap Alsya, Aufa, dan Nayra.
Nayra berdiri dengan napas memburu. Dahinya berdenyut khawatir. "Kamu apa-apaan, sih, Raf?" teriak Nayra. "Bukannya ini yang kamu mau?"
Alsya menatap heran."Mas Rafka," gumamnya dengan pelan.
Ya, cowok itu Rafka.
"Fa, Nay, Yah, Sya, saya ingin bicara." Matanya memandang lemah. "Tapi jangan di sini."
"Kita bicara di dalam aja," jawab Zidan dengan pandangan mata yang sulit diartikan.
Mereka berlima meninggalkan ruang tamu menuju ruang keluarga.
Zidan duduk di kursi dengan pelan sembari memegang dadanya. "Apa yang terjadi sama kamu?" Zidan angkat bicara.
"Pernikahan ini tidak boleh terjadi!" ucap Rafka dengan dingin. Rafka menatap Alsya dan memberikan seulas senyum. "Pernikahan ini harus dibatalkan."
Alsya mengangguk tidak paham dengan situasi yang terjadi saat ini. Pasalnya ia tidak mengerti apa yang dilakukan Rafka hingga menginginkan pernikahan ini tidak terjadi. "Maksud kamu apa?"
Rafka kembali menatap Alsya. "Maafkan saya, Sya."
"Maaf?" tanya Zidan dengan bingung.
"Maafkan saya Pak Zidan," ucap Rafka mengulangi. "Tidak seharusnya Aufa menikah dengan Nayra hanya karena kesalahan saya."
Deg!
Keheningan menyergap mendengar ucapan Rafka. Alsya yang tengah dilanda keterkejutan berusaha memahami perkataan Rafka.
Aufa memandang Nayra mengintimidasi. "Kamu kedok dari semua ini, Nay?"
"Maafkan aku, Fa. Aku terpaksa lakuin ini semua," lirih Nayra, ia menunduk ketakutan. Tangannya bergetar hebat diiringi detak jantung berdetak cepat.
"Nay, ini bukan salah kamu. Ini salah saya karena nggak mau tanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan. Saya benar-benar frustasi, saya khilaf mendengar kabar Alsya dan Aufa akan menikah. Saya benar-benar ngerasa hancur dan nggak tahu harus gimana lagi. Karena saya sudah suka sama Alsya sejak SMA," jawab Rafka dengan penuh penyesalan.
"Maksud kamu apa, Raf?" tanya Zidan yang semakin dilanda kebingungan. Tapi matanya masih menatap amarah pada Rafka.
Lima bulan yang lalu
"Brengsek!"
"Aku brengsek?" senyum devil tampak dari wajah Rafka.
Nayra mengangguk. "Lo emang brengsek!"
Rafka menatapnya dengan sinis.
Rafka mendekati Nayra hingga tidak ada tersisa jarak diantara mereka. Nayra dapat merasakan embusan napas Rafka di depannya yang mengenai keningnya. "Kamu yakin suka sama saya?"
"Saat itu saya nggak sadar karena emosi saya tidak terkendali setelah mendengar kabar pernikahan Alsya. Saya melakukan hal yang seharusnya tidak saya lakukan, yang menjadikan dosa besar untuk saya. Saya sangat menyesal," ucap Rafka. "Saya sempatkan datang ke acara pernikahan Alsya sekadar melihatnya dari jauh. Setelah itu, saya menghilang selama beberapa bulan untuk pindah tugas dan kebetulan saya ditugaskan di Bandung untuk sementara, sekaligus menenangkan diri, tapi saya tetap tidak bisa tenang mengingat yang saya lakukan adalah hal fatal yang mungkin tidak termaafkan. Hingga dimana tiba-tiba Nayra menghubungi saya setelah beberapa bulan saya pergi. Maaf, saya yang merencanakan semuanya."
Nayra : Aku tahu kamu ada di Jakarta, temui aku di taman sahabat dekat kantor!
Pesan dari Nayra membuat Rafka mengernyit. Akhirnya ia mengiyakan kemauan Nayra. Tanpa mengganti baju lagi Rafka bergegas menyalakan mesin mobil kemudian melajukan mobilnya menuju tempat dimana Nayra mengajaknya bertemu.
Rafka menyapu pandangannya hingga gadis dengan baju berwarna merah duduk di pojok jauh dari jangkauan pengunjung lainnya. Rafka sedikit berlari untuk menghampirinya.
"Ada perlu apa?" tanya Rafka dengan dingin.
"Setelah aku tunggu kamu selama dua bulan. Akhirnya ketemu sama kamu juga," ucap Nayra. "Kamu bisa lihat ini!"
Rafka meraih testpack yang diberikan Nayra. Matanya tiba-tiba melotot tidak percaya. "APA-APAAN INI!"
"Raf, kamu harus tanggung jawab!"
Rafka menggeleng. "Saat itu aku lakuin dalam keadaan emosi dan nggak sadar, gimana aku mau tanggung jawab. Aku juga nggak cinta sama kamu," elaknya tidak terima. "Bisa saja anak di dalam kandungan kamu bukan anak aku, bisa jadi--"
Plak!
Tamparan keras dari tangan Nayra menggema, menghentikan ucapan Rafka. Ia bahkan tidak memerdulikan tangannya menyentuh tubuh kotor Rafka.
"Kamu gila, aku cuma lakuin itu sekali sama kamu. Asal kamu tahu, aku bukan pelacur, Raf. Kamu harus tanggung jawab, Raf!"
"Aku nggak mau," elak Rafka. "Cari saja ayah yang mampu membesarkan dia."