1974.
Derap langkahnya terdengar berisik; ranting pohon dan daun-daun gugur diinjakinya dengan mantap. Dirinya membopong karung kecil di pundak, isinya singkong yang sudah dipisah dari batangnya. Sesampainya di depan gubuk kayu, dia duduk sejenak mengatur pasokan udara yang masuk ke paru-parunya. Tangannya begitu lihai membersihkan singkong dari sisa tanah yang masih menempel, dikulitinya kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Setelah dicuci bersih, lelaki tua itu memasaknya di atas kompor darurat yang terbuat dari bebatuan yang disusunnya melingkar. Kini, dia beralih membersihkan ikan mujair sebesar telapak tangan orang dewasa yang ditangkapnya di sungai yang tak jauh dari gubuknya, tanpa sadar bahwa dua pasang mata memperhatikannya sejak tadi. Meneliti tiap inci tubuhnya; dari atas hingga ke bawah. Salah seorang yang mengawasinya terkesan takjub karena di usianya yang cukup senja, dirinya terbilang masih perkasa.
"Dia sudah tua, tapi masih sangat kuat Bapak e," komentarnya dengan logat Maluku.
"Ya, lihat saja tubuhnya masih setegap itu," Baicoli menoleh ke anaknya, meraih kembali sekantong bahan dapur yang ditaruhnya di tanah, "ayo kita ke sana." Ayah dan anak itu pun mengambil langkah cepat-cepat menuju gubuk kayu tersebut.
"Baicoli?" Si empunya gubuk menyambut hangat rekannya, dirinya berseru ketika mendapati seorang pemuda berdiri di belakang Baicoli.
"Anak saya," ujar Baicoli memperkenalkan, "Luther Goge, anak saya satu-satunya." Ungkapnya seraya mengendik ke arah Luther, "ini yang semalam Bapak ceritakan. Nakamura, namanya. Teruo Nakamura. Dia ini, Tentara Jepang dulunya. Menetap di sini, lebih tepatnya terjebak di sini. Puluhan tahun lamanya." Mata Luther membola mendengar penuturan Baicoli, sebab selama ini Ayahnya itu tidak pernah bercerita tentang Teruo Nakamura. Hanya sempat menyinggungnya sekali, namun dianggap angin lalu oleh Luther, karena menurutnya teman Ayahnya yang dikatakan tinggal di hutan hujan tropis itu sesama warga Pulau Morotai.
"Saya hampir sebulan tidak ke sini, bagaimana kabar anda, Nakamura-san?" Baicoli mengendik ke arah Nakamura yang mengipasi tumpukan kayu agar terus mengeluarkan api, "seperti biasanya. Bagaimana dengan anda?" Giliran Nakamura yang bertanya, menoleh sekali menatap wajah Baicoli lalu kembali fokus membakar ikan di depannya.
"Umur saya mungkin tak lama lagi," ucapan Baicoli sukses membuat Nakamura menaruh seluruh atensi padanya, "Luther yang nantinya akan sering ke sini membawakan anda bahan dapur serta kebutuhan anda yang lainnya." Imbuh Baicoli.
"Ada-ada saja anda ini," Nakamura menggeleng tak percaya.
"Kalau umur saya masih panjang, anak saya mungkin tidak akan saya bawa ke sini, Nakamura-san." Binar mata Baicoli tampak serius, seketika air muka Nakamura penuh kekhawatiran, "anda tampak sehat selama ini, Baicoli." Nakamura menimpali.