Luther Goge benar-benar melanjutkan jalinan persahabatan antara ayahnya dan juga Teruo Nakamura. Hampir setiap pekan dia mengunjungi lelaki tua itu di gubuknya, menjadi lebih sering ketika ayahnya telah berpulang. Bagi Luther, mengunjungi Nakamura sama seperti bertemu mendiang ayahnya. Rasa rindunya bisa terobati ketika mengobrol bersama Nakamura di sela-sela kesibukannya.
Selain sering membawakan beberapa kebutuhan Nakamura, Luther juga kerap mengajak Nakamura berburu babi hutan bersama. Persis awal mula bagaimana Nakamura bisa bertemu dengan Baicoli dulu.
"Anda sakit pekan lalu, Luther?" Tanya Nakamura yang kini memotong-motong daging babi, hasil buruan mereka siang hari itu.
"Hanya demam biasa," Luther menjawab seraya turut membantu pekerjaan Nakamura.
"Wajah anda masih pucat." Nakamura berpendapat. Melirik sebentar ke arah Luther di sisi kirinya.
Tiba-tiba Luther menghentikan gerakan pisaunya di atas daging babi, menatap Nakamura lamat-lamat, "ada apa?" Nakamura melihat gelagat aneh Luther.
"Tidak ada apa-apa, saya hanya berpikir saja, kalau anda sakit, Nakamura-san, anda pasti sangat tersiksa karena hidup sendirian di sini. Tidak ada yang merawat anda." Sorot mata Luther perlahan menyendu.
Nakamura terkekeh singkat, menaruh pisaunya lalu menatap wajah Luther, "bagi seorang Prajurit, tidak ada yang lebih menyiksa daripada kalah di medan tempur. Sakit di kala sendiri itu bukan masalah besar." Tutur Nakamura.
"Kau benar-benar Prajurit sejati," puji Luther, "kalau saya adalah Komandan anda, saya akan memberikan penghargaan besar untuk anda, Nakamura-san." Ujar Luther mantap.
Ucapan Luther hanya dibalas geleng-gelengan kepala oleh Nakamura. "Sayangnya saya hanya warga biasa, bukan seorang Komandan Pasukan." Luther terkekeh di akhir kalimatnya.