"Attun Palalin adalah nama asli saya, Luther. Nama Nakamura diberikan ketika saya masuk wajib militer. Orang-orang juga biasa menyebut saya Suniuo. Saya lahir 8 Oktober 1919, Taiwan masih di bawah Kekaisaran Jepang. Tahun 1943, saya bertempur membela Jepang pada masa perang dunia dua..."
.
.
.
1943.
Attun Palalin berasal dari suku Ami, suku penduduk asli Taiwan, dari Pulau Formosa yang diketahui saat itu masih menjadi koloni Jepang. Di usianya yang masih terbilang muda, Attun menjalani masa wajib militer dan mendapat pangkat Prajurit Dua Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Namanya pun berganti menjadi Teruo Nakamura. Dari sanalah, berawal kisah perjalanan hidup seorang Nakamura yang merupakan salah satu dari sekian banyak Tentara Jepang yang menolak menyerah kepada Tentara sekutu pada waktu berakhirnya perang dunia II, dan dikonfirmasi menjadi yang terakhir.
"Suniuo-san!" Si empunya nama menoleh, seorang pemuda yang mengenakan seragam lengkap persis dirinya berlari kecil ke tempatnya duduk. "Latihan akan segera dimulai."
"Ah, baiklah. Saya segera menyusul," Nakamura meneguk segelas air putih, lalu memasukkan lagi sepotong ikan tuna mentah yang dicelup kecap asin di mangkok putih kecil, "saya siap!" Serunya ketika teman-temannya berlari pelan keluar kantin Barak sambil memanggil namanya.
Nakamura mengekor di belakang Yamada, pria dengan kulit putih pucatnya, dia adalah teman Nakamura sejak kecil. "Habiskan cepat," perintah Yamada, dagunya mengendik ke arah Nakamura yang masih terlihat mengunyah makanan. Sedang Nakamura yang ditegur hanya senyum-senyum masam sembari mencoba menghabiskan tuna mentah di mulutnya. Nakamura membuka lebar mulutnya, "aaa...," memamerkan isi mulutnya yang bersih seketika. Yamada geleng-geleng kepala.
Di lapangan luas telah berkumpul para Prajurit Angkatan Darat yang siap untuk berlatih hari ini. Mereka mengenakan pakaian senada dengan lambang pangkat di lengan baju masing-masing. Lengkap dengan ransel beban yang tersampir di bahu dengan berat mencapai tiga puluh kilogram, berisikan perlatan dan senjata, juga menenteng senapan Arisaka yang merupakan senapan dinas baut-aksi yang digunakan mulai tahun 1987. Tak lupa pula helm baja yang melindungi kepala para Prajurit Angkatan Darat.
Mereka memulai latihan berupa Patroli jarak jauh dengan berjalan kaki membawa beban sejauh dua puluh tiga kilometer, menuju pusat latihan untuk kelas Prajurit.
"Apa anda punya kekasih, Nakamura-san?" Tanya seorang Prajurit yang berjalan di sisi kanan Nakamura, "tiba-tiba sekali bertanya demikian," Nakamura melirik.
"Tidak, saya hanya berpikir bagaimana nasib kita kedepannya," jeda tiga detik, "saya ingin menikah." Pungkasnya.