Ibu Ku adalah seorang guru di mata pelajaran IPA. Lalu ibu pun menyarankan Ku untuk melanjutkan pendidikan lanjutan setingkat SMA, di Sekolah tempat ia mengajar. Alasannya simpel saja, agar ia mudah untuk memantau Ku, memperhatikan pendidikan Ku. Sebelumnya, pihak pesantren memang pernah menwariku untuk lanjut ke tingkat Aliyah "SMA" ke Pon Pes Darunnajah di Jakarta. Tapi ibu menolak, dan meminta Ku kembali bersamanya untuk sekolah di kampung kami.
Maaf, karena aku masih belum menyebut nama " Ayah sampai chapter ke 4 ini. Karena ayah masih sibuk, jadi belum ingin disebutkan namanya.
Saat itu usia Ku sekitar 15 tahun. Kini Aku sudah duduk di kelas 10 " Kelas 1 SMA kalau kata Ku dulu di tahun 2005. Hampir tidak pandai Aku mulai untuk merangkai kata kata, yang bisa menggambarkan masa masa Ku di Sekolah Umum atau SMA. Mungkin Aku adalah 1 (satu) dari sejumlah siswa SMA, yang melewati hal hal menakjubkan semasa SMA Ku. Mari kita lihat, apa yang telah Ku lalui. Lalu silahkan adu dengan kisah masa sekolahmu yang juga menakjubkan itu.
Terbawa tertib dan disiplin selama di Pesantren dulu, Akun pun terlihat mencolok selama bersekolah di SMA Negeri 4 Takengon Aceh Tengah. Bagaimana tidak mencolok, Aku yang berseragam lengkap mengenakan topi, dasi, ikat pinggang, bahkan papan nama didada sebelah kiri. Itu telah menjadi bincangan banyak siswa, bahkan hingga ke guru. Karena memang tidak ada siswa lain pada umumnya yang mengenakan seragam selengkap itu.
Selama duduk di kelas 10 SMA. Aku cukup kaget dengan semuanya, cara belajarnya, situasi sekolahnya, pergaulannya, bahkan dari cara guru mengajarnya. Semua kelihatannya santai dan biasa saja. Tidak seperti kami di Pesantren yang sangat ketat dan ekstra time dalam belajar. Di SMA, jumlah pelajarannya hanya 12 mata pelajaran. Kalau di Pesantren sampai 48 mata pelajaran. Di SMA rapor nya hanya 1, sementara di Pesantren rapornya ada 3. Pokoknya semuanya terasa biasa dan tidak ada atmosfer kompetisinya. Mungkin karena diri Ku sudah terbiasa dengan belajar dan aktivitas yang padat selama di mondok di Pesantren.
Tak heran, dari santainya sistem belajar. Maka Aku pun menjadi juara umum saat kenaikan kelas. Saat duduk di kelas 11, semakin menjadi perhatian, buah bibir yang diperbincangkan hingga ke meja dewan guru dan kepala sekolah. Bahkan yang menarik dan terheran heran kalau kembali di ingat adalah momen disetiap hari senin. Ya, setiap hari senin bahkan kepala sekolah meminta Ku untuk menjadi pembina upacara. Haha.. sedikit aneh bukan ? begitulah. Aku setiap senin diminta menjadi pembina upacara untuk memberikan nasihat untuk adik kelas, kawan se angkatan, dan kakak kelas.
Bahkan yang unik lagi saat pemilihan ketua OSIS, yang waktu itu diikuti oleh 3 orang kandidat termasuk Aku. Saat kandidat pertama maju dan memberikan visi misinya dari A - z. Saat kandidat kedua juga memberikan visi misinya dari 1 - 100 selesai. Barulah tiba giliran Aku yang maju dan memberikan visi misi. Pada saat itu Aku hanya mengatakan " Visi Misi Saya adalah menjalankan semua visi misi mereka (Kandidat 1 dan 2)".
Sorak ramai dan tepuk tangan pun memenangkan perhitungan suara yang cukup telak, untuk kemenangan Ku menjadi Ketua OSIS diperiode kala itu.