Setelah aku puas bertanya dengan mereka yang pernah ke bulan. Hari ini aku tidak lagi bertanya kepada mereka yang pernah kesana. Karena Aku sendiri yang harus kesana, ke bulan. Inilah kisah perjalanan Ku menuju bulan itu. Menuju ahli, menggali pengalaman yang mungkin tak akan termaafkan. Kata orang, 1 kali melakukan, itu jauh 1.000 kali lebih baik dari pada hanya sekedar mendengarkan. Aku pun bertekad untuk menyiapkan diri, mengingat dimana tempat Aku akan terjatuh nanti.
" Jika kenyataan harus selalu seindah impian, maka tidak akan ada lagi orang di dunia ini yang membutuhkan Tuhan ". Begitulah dahsyatnya Tuhan, mendidik hamba untuk sadar betul, bahwa hanya Tuhan lah yang Berkehendak sesuai yang KehendakNya. Saat impian kita tidak sesuai dengan kenyataannya, disanalah Tuhan sedang menunjukkan kepada kita. Tentang siapa Dia, dan siapa kita.Tuhan sangat Maha Tidak Terbatas, sedangkan kita adalah makhluk yang sangat terbatas.
Dari semua daftar Undangan ke Universitas yang kuterima saat hendak tamat dari sekolah. Ibu Ku menyarankan agar Aku mengambil Universitas yang masih di Provinsi Aceh. Atau tidak usah merantau jauh terbang hingga ke luar sumatra. Namun, kala itu sebagai siswa yang berprestasi. Aku melihat diri Ku harus terbang ke tanah jawa, karena bagiku sukses itu harus jauh. Untuk kali pertamanya Aku tidak mendengar nasihat orang yang pernah ke bulan. Yang keputusan itu ternyata harus Ku bayar mahal sekali, akibat keputusan tidak mendengarkan nasihat bulan. Aku pun berhutang kebahagiaan kepada diri Ku sendiri, yang hutang itu harus Ku bayar seumur hidup Ku.
Aku tidak diterima. Tidak ada satu Universitas / PT mana pun di Indonesia ini, yang swasta apalagi yang negeri. Yang mau menerima Ku menjadi mahasiswa barunya. Karena pada saat itu semua pilihan adalah Universitas terkemuka dan PT besar di luar sumatra. Aku bahkan mengabaikan dengan sedikit kesombongan tidak mengambil tawaran pengiriman kuliah di Universitas yang ada di Aceh. Entah apa yang Aku pikirkan pada saat itu, hingga tak terasa semua orang diangkatan Ku sudah belajar, masuk kuliah, menikmati kampus dan keseruan lainnya.
Ibarat sudah hanyut, rumput pun Ku pegang. Meskipun Aku sadar bahwa rumput yang Ku pegangi itu tidak akan cukup kuat untuk menahan berat bobot badan Ku. Aku pun pulang ke rumah, sebagai siswa paling berprestasi dibanggakan saat SMA, namun tidak diterima kuliah dimana mana. Ibu Ku yang mungkin sedikit kesal karena nasihatnya Ku langgar, menyambut Ku dengan kata kata, " sudah tahun ini nganggur aja dirumah dulu ". Tahun depan nanti bisa tes lagi.
Mendengar ucapan itu, sempurnalah kesedihan Ku. Adakah yang lebih kejam dari membiarkan monster terkurung di ruangan ? Aku yang sejak dulu suka belajar, melakukan lompatan ide yang besar. Bertemu dengan banyak orang, bahkan sampai masuk ke kelas kelas memberikan nasihat dan arahan. kali ini harus terkurung di rumah menyesali semua keputusan yang pernah diambil dengan gegabah. Aku mengingatnya, semuanya masih segar Ku ingat. Mondar mandir di rumah, pergi keluar pun tak tentu arah, setiap bersapa dengan orang dan keluarga, mereka bertanya kuliahnya dimana sudah ?