Jika sampai hari ini masih ada yang belum percaya bahwa Anda bisa. Jangan salahkan mereka, karena mungkin kita memang belum membuktikan apa apa. Belajarlah untuk menerima menyalahkan diri sendiri yang belum tegas segera membuktikan hasil, sebelum mereka sempat menilai.
Kalimat diatas, menjadi sepenggalan kalimat yang telah mewakili kisah ini dibuka. Ditengah hiruk pikuk yang terlewati karena harus bertarung membangun Saufa Center, dan menjalani hari menjadi tenaga honorer. Masa itu juga Aku lalui dengan melakukan hal hal aneh nan nyata. Kota Ku Takengon, tidak lah kota yang besar. Tidak ada tempat bertanya disini, tidak ada kamera disini. Apapun yang kami lakukan disini, sehebat apapun, sebesar apapun, maka hanya penduduk kota ini lah yang tahu.
Jika Ku bandingkan, tidak seperti di pulau jawa misalnya. Bahwa apapun yang mereka lakukan disana, akan sangat mudah terdeteksi. Ditambah lagi fasilitas berlimpah, banyak penerbit, banyak akademi tempat belajar. Wajarlah kalau di pulau jawa itu banyak motivator, karena umumnya menjadi pembicara publik yang menginspirasi bagi sebagian mereka adalah bisnis. Ajang untuk terkenal dan dipandang sebagai jasad yang fenomenal, dengan kedalaman ilmu dan wawasan yang kental.
Tapi itu kan disana, tidak dengan apa yang ada di kota kami. Puluhan tahun kami mengalami konflik kesukuan antara RI & GAM (33 tahun) lama perang di kota kami. Ditambah lagi kejadian maha dahsyat Tsunami Aceh (Desember 2004) meratakan, meluluhlantahkan kota hingga ke desa desa. Membuat hidup kami tak tentu arah, banyak generasi yang putus sekolah. Dipaksa kalah, dengan keadaan yang memang tidak mudah untuk diubah. Kalau lah mudah, mana mungkin kami merasakan konflik selama 33 tahun. Apakah mudah, menghadapi gelombang air yang tingginya melebih sebatang pohon kelapa ?
2009, Aku bertekad untuk mulai mencari solusi perbaikan hati. Tak peduli berapapun banyaknya orang yang bisa Ku inspirasi, karena memang kebanyakan generasi kala itu sedang membutuhkan penuntun hati. Kata orang, hutang emas bisa dibayar, tapi hutang budi dibawa sampai mati. Begitulah juga kami disini, bahwa kurangnya gelar pendidikan mungkin bisa diganti pengalaman. Tapi kurang dan hilangnya harapan, akan mengubur segala impian untuk hidup menjadi baik dimasa depan.
Karena Aku telah mampu menguasai ilmu komputer. Jadi kuhayalkan pada saat itu, kalau model penyampaian training motivasi Ku menggunakan layar infokus / proyektor. Sempat terinspirasi dari model layar yang digunakan di Training megah ESQ (Pendiri Ary Ginanjar Agustian) yakni layar tembak dari belakang. Namun, setelah kutelusuri ternyata harga layar itu selangit, tak sampai kaki Ku menjinjit. Dan Aku belum kehabisan akal, Ku beli kain putih dan hitam beberapa lembar. Ku antar, untuk desgin dan dijahit polos putih tak berlatar.
Dengan pinggiran berbingkai kain hitam, berbentuk segi empat dan jahitan ujung karet dikeempat sisinya. Persis seperti model jahitan "Seprai" atau pembungkus kasur tempat tidur. Ku minta kain itu dijahitkan oleh tetangga yang tidak jauh dari rumah ibu. Sementara Aku pun membuatkan bingkai dari bahan kayu yang Ku beli di panglong penjualan kayu. Setelah rancangan bingkai kayu selesai, dan jahitan layar yang berukuran 2 x 2 meterpun selesai. Tibalah saat uji coba dirumah, sebelum dibawa ke lokasi acara seminar.