Aku tidak pernah bertemu dengannya. Mungkin aku pernah bertemu dengannya. Dia sedang duduk di beranda rumah sambil mencoba menyalakan sebatang rokok setelah selesai menurunkan semua barangnya dari truk yang disewanya dari penyedia jasa pindah rumah saat aku melintas di depan rumahnya. Atau berdiri di depan pintu rumah orangtuaku saat memberikan keranjang berisi buah-buahan pada Sarah, kakak perempuanku, dan menyebut dirinya sendiri sebagai tetangga baru yang rumahnya berada tidak jauh dari tempat kami tinggal. Atau meneriaki seseorang di telepon sambil mondar-mandir di halaman rumahnya. Entahlah. Aku tidak begitu yakin. Aku hanya melihatnya sekilas.
Tidak. Aku tidak penasaran. Apalagi terobsesi padanya. Itu terdengar sangat aneh dan mengerikan di waktu yang bersamaan. Terobsesi pada orang yang tidak pernah aku temui secara langsung. Bahkan namanya saja aku tidak tahu. Harus aku akui, itu terdengar seperti gagasan yang bagus tapi tidak untuk diterapkan dalam kehidupan seseorang. Satu-satunya hal yang aku tahu tentang dia adalah dia seorang pria dewasa. Aku hanya--bagaimana aku menjelaskannya? Tidak bisa berhenti memikirkannya?
Baiklah. Aku memang penasaran. Maksudku, aku yang membersihkan rumahnya ketika ibuku tidak sempat karena kewalahan saat merawat nenekku. Aku juga yang membeli dan menata setiap barang yang dia butuhkan saat dia tinggal di sini selama akhir pekan. Aku benci harus mengatakan ini, tapi, aku juga yang mengurus pakaian kotornya. Dan satu-satunya jawaban yang keluar dari mulut ibuku setiap kali aku bertanya soal apa yang dia lakukan untuk mendapatkan uang karena dia membayar ibuku dengan uang yang sangat lumayan hanya untuk membersihkan rumahnya dari hari Senin sampai Jum'at dan sesekali belanja adalah dia kaya dari lahir. Aku tahu, sangat tidak membantu. Dari sanalah aku merasa kalau amat sangat wajar jika aku--
"Aku masih tidak percaya kalau bos ibumu langsung membuang sabun batang setelah memakainya."
Aku yang perlahan-lahan kembali ke Bumi menoleh ke arah suara itu berasal. Di sana, di ujung lorong perlengkapan alat mandi, Nyimas sedang mencoba mengeluarkan hadiah penghapus dari pasta gigi khusus anak-anak tanpa merusak kotaknya. Benar-benar tidak berubah.
"Ibuku akan menutup namaku dengan tipe-x di Kartu Keluarga jika melakukan itu. Maniak itu benar-benar menyatukan setiap sisa sabun batang yang ada di kamar mandi untuk membuat satu sabun batang baru yang bisa kami pakai paling tidak untuk seminggu ke depan," tambahnya.
"Kau boleh mengambilnya jika kau mau," kataku tanpa pikir panjang.
Teman baikku itu mengacungkan pasta gigi anak padaku. "Itu menjijikan. Kapan aku bisa mengambilnya?"
"Kau yakin?" kataku sambil menaruh satu kotak besar berisi selusin tisu toilet di troli. "Lagipula ibuku tidak akan membiarkanmu menyentuh benda itu. Bagaimana dengan roti, telur, susu, dan jus kotak? Dia sama sekali tidak menyentuhnya."
"Bos ibumu juga membuang itu?"