Mia berjalan mengambil rangakaian bunga berserakan dilantai, dan kembali duduk bersama Ewok dan Abe. Mereka menaruh tubuhnya dilantai.
“Gak kerasa ya, akhirnya pecah telor juga diantara kita ada yang nikah duluan,” Mia beringsut berjajar duduk. Nafasnya masih belum teratur.
“Bener juga keyakinan kita dulu, antara tiga puluh sampai tiga puluh lima tahun, diantara kita ada yang nikah duluan,” Ewok mengingatkan lagi, pandangan mereka menyerbu kearah foto sahabat mereka sejak dibangku kuliah.
Mia masih memantapkan pandanganya ke arah yang sama, seakan berhasil membayangkan segala kenangan yang tertanam dibingkai foto yang sama. Ewok mengambil kesempatan itu untuk memandang wajah Mia dari jarak tiga kali panjang tulang hidungnya.
“Oiyaa...itu anak kenapa belom nongol kemari yaa?” Mia bertanya ke sekitar.
“Yaelah lagi malam pertama kali, kaya gak paham aja lo Mi,” Ewok melontarkan celetukan. Matanya masih ke arah dagu mia yang terbelah.
“Obat lo minum! Sakit jiwa. Baru tunangan dah ngarep malam pertama aja lo. Sabar Pak!” Mia kesal menanggapi, hidungnya dia angkat seketika.
“Bebas kali Mi!” Ewok mengucap pelan, diarahkan lurus ke telinga Mia.
”Apaan yang bebas, sih?” Mia keheranan, mengalihkan wajah ke Ewok, dengan refleknya Ewok mengecup monyong bibirnya.
Kepalan tinju Mia sudah diarahkan ke rahang Ewok, berkilat sorot matanya.
”Iya itu tes drive dulu kan bisa, jaga-jaga udah turun mesin kan,” Ewok menjelaskan gamblang, disambung cengengesan.
”Mulai!” sambar Abe, telunjuknya menekan-nekan ke arah pelipisnya sendiri.
“Turun mesin gimana?” Mia masih mencari tahu.
”Yaa kalo turun mesin, kudu di naikin itu cewenya!” Ewok cepat menjawab, cengar-cengir parasnya.
“Ahhhh! Gak ngerti gue, aneh lo!” Mia mulai tidak berselera, sedangkan Abe mulai gusar, kalau Ewok diberi ruang untuk melancarkan imjanisasi cabulnya.
”Mau naik ato turun yang penting gas aja dulu!” seloroh puas Ewok.
”Gak usah sok-sokan gaslah, paling ngegas yang kesekian kali...aah....hmm,” Mia nyerocos dengan muka manjanya, lantas menutup mulutnya senyum-senyum sendiri. Matanya berbinar menyembunyikan girangnya.
Mia terbawa alur pembicaraan Ewok, dia keceplosan dan tidak bisa mengendalikan mulutnya.Abe kalah menyanggah aluran mesum Ewok ke lawan bicaranya.
Mendengar celetukan Mia, muka Ewok makin berseri-seri, sambil meremas paha Abe sampai kesakitan.
“Sakittt!”
”Nah itu lo sange juga!” Ewok menyambar cepat.
”Sakit beneran, lepas!” Abe menepis kuat-kuat remasan itu.
Mulut Mia masih tertutup tetapi matanya melotot ke arah Ewok, belum juga selesai Ewok meluputkan pikiran joroknya.
“Iya juga ya kemana itu anak? Janjinya jam tiga paling lambat dateng kemari,”Ewok memampangkan jam ditangan Abe, tertera angka enam belas kosong-kosong.
“Udah lanjut nih kita beresin ini dekor, kasian noh orang-orang pada sibuk beres-beres,” imbuh Mia, mengangkat pinggulnya.
“Oke cin...!”Ewok menanggapi, wajahnya penuh antusias.