Ramon dan Gadis dihadapkan dengan suasana ramai. Porter menjauh dari merekasatu persatu. Ramon menarik koper dengan kedua tangannya. Anak-anak kecil berlarian,dipikiran mereka hanya pergi berlibur, teriakan suka cita tidak memikirkan biaya. Orang dewasa masih terlihat dengan pembawaan letih dan muram, ada kelelahan bekerja, patah hati, atau kembali dari kedukaan.
Dari semuanya terlihat Mia dan Abe duduk mengawasi diantara mereka, wajah keduanya sulit diterka.
“Ramon...Ramon...oiyyyy!”, Mia berdiri melambaikan tangan, menarik cahaya mata Ramon yang sedang mendeteksi sumber suara.
“Heyy...Mia!” Ramon menghampiri, mata Gadis menangkap juga. Bibir Mia melengkung lebar. Mata berbinar menyambut Ramon datang.
Kaki Mia menyepak cepat, “Be...Abee! Ramon. Tuh!”
”Biasa aja Mi”, menoleh ke atas, melepas headset di telinganya
“Lagian gue panggil-panggil diem aja”, wajah Abe mematung, memasukan headset ke tas pinggangnya.
Mia memeluk Ramon, tak peduli ada Gadis disebelahnya, ada raut wajah berbinar disana.
Pria dan wanita emang gak bisa sahabatan?”
Mia Melambaikan tangan ke Gadis. “Hayy...Gadis.”
“Hayy....,” menganggukan kepala, Gadis menampakan gigi gingsulnya.
Abe beranjak dari kursi, menyematkan sisir disaku belakangnya yang muncul.
“Dari jam berapa bro?” Ramon menoleh ke arah Abe.
“Setengah jam yang lalu,”
“Manusia on time.”
”Mia sampe duluan.”
”HA? Serious ?” Abe hanya mengnggukan, dan menganggukan lagi, memastikan itu.
“Tumben lo Mi, ngalahin manusia on time satu ini,” Ramon mengerutkan dahi.
”Hiiiiii...,” meringis dan menolak pinggangnya. Prestasi hari ini.Mengecupkan bibir keudara.
“Mon gue pikir Edo ikut?” Mia sudah yakin mobil sterek tadi milik Edo.
”Edo ikut Mon?” Abe ikut bertanyadengan nada penasaran.
“Dia gak butuh liburan katanya,” ujanya Ramon lugas.
”Paling lo larang-larang dia.” Abe cepat menyanggah.
“Asem mulut gue, sebats dulu ya,” Abe menarik kotak rokok di saku kemeja pajang kotak-kotaknya.
“Sans Be. Lanjut.” Ramon mendongakkan kepala.
Abe mengalungan tas gembolnya di bahu kiri, mendeteksi arah smoking room. Mia sontak melihat kearah Ramon dan Gadis, mata mereka berpapasan.
“Ehhh...gue ikut Be,” Mia menyodorkan kopernya ke arah Ramon, rodanya bergerak sedikit. “Titip ya, hehehe...”
”Ngerokok lagi Mi?” Ramon mengerutkan dahi.
”Iya, beberapa minggu inilah, nemenin Abe, nular asemnya.”
”Ohh...okey.” Ramon mengangguk.
Mia berjalan menjauhi Ramon dan Gadis, mengejar ketertinggalan langkah. Sebungkus rokok disodorkan ke Mia, tangan Mia menampiknya, wajah Abe menoleh seketika.
“Ini rokok!” Abe mengusung kotak rokok.
“Gak ah! Ntar aja.”
”Aneh lo!” Abe menyamatkan rokok di bibirnya, berjalan masuk ke smoking room. Mia masih membayangi, bergerak mengimbangi langkah Abe yang cepat.
*****
“Lo gak ngerokok ngapain disini?” Abe mengibaskan asap rokok disekitar, asapnya berseliweran di wajah Mia.
“Tadi muka lo happy, sekarang?”
”Merhatiin banget muka gue?”
”Keliatan aja. Warna rambut lo berubah lagi aja gue tau, emang salah?”
”Gak tau! Tiba-tiba males aja,” Mia kentara sedang bersungut-sungut, mengebaskan asap yang lewat diwajahnya.
“Ehh Be...rambut gue ada merah sama ungunya. Bagus gak?” Mia memamerkan helaian warna rambutnya.
“Bagus-bagus aja. Cabut yuk!” Abe mengajak dengan intonasi datar-datar saja.
”Selow aja sih!” Mia menyepak sepatu Abe.