TETANGGA

Michael Kanta Germansa
Chapter #13

Plawangan Bintang #2

Agung menyingkirkan botol minuman dan gelas, meja batu itu berserakan juga makananan ringan, dengan mudahnya dia letakan saja di atas tanah. Gadis menyusul menghantarkan sambal dan sayuran, tidak ada nasi, diganti rebusan jagung dan kentang. Sebuah nampan anyaman bambu terisi penuh dengan sayur, sambal dan buah-buahan, alasnya dengan daun pisang.

Ramon melihat kearah Gadis, tatapannya mata kosong, tangannya mengelus-elus pipi, dia merasakan lagi tamparan itu, dari wanita vegetarian yang tidak suka makan nasi dan daging. Ramon menyadarkan dirinya, wanita vegetarian itu sudah tidak ada disini lagi.

Tiba-tiba pertanyaan Mia keluar lagi

“Gadis Vegatarian juga?”

”Oh. Gak kok,” cepat Gadis menjawab, menggelengkan kepalanya.

Dalam pikirnya Mia adalah Vegetarian, padahal Mia sedang mengingat juga wanita Vegetarian yang menggapar Ramon di Pantai Canggu.

Ramon menambah lagi balok kayu diperapian, apinya mulai merendah. Daging sapi dan babi di buat terpisah, Ewok dan Mia diharamkan makan. Selama hidup di Bali, Mia tidak pernah sama sekali memakan daging Babi, tapi Ewok sudah kesekian kalinya, termasuk yang akan terjadi malam ini.

Berulang kali Mia melihat Ewok memakan daging Babi, namun tak pernah sekalipun dia mengecam keputusan Ewok. Dengan segala kekurangan dan kesalahan, setiap ibadah adalah ketulusan, setiap pengakuan ada pengampunan.

"Gak sengaja. Tidak tau!" alasan Ewok itu-itu saja, penggila dosa sesaat.

Bulu halus tangan Gadis tertiup angin, pori-porinya terbuka, bergeser melekatkan tubuh Ramon, mencari api kehangatan. Gadis masih melipat tangan didada, melakukan pertahanan tambahan serangan angin malam. Tidak butuh waktu lama, hawa kilatan api menjalar ke sekujur tubuh Gadis. Memberikan pertolongan.

Itulah cara Gadis melawan hawa dingin, tidak dengan alkohol atau bernyanyi sekeras-kerasnya, bercerita lucu hingga tertawa kencang membakar rongga dada. Matanya memperhatikan seksama, hanya dia yang mencari kehangatan, lainya biasa saja, padahal hanya dia yang memakai celanan panjang.

Agung masih asik tertawa, bertelanjang dada, punchline Ewok selalu gerrrr. Ewok masiih asik bercerita, duduk dan berdiri memperagakan dengan gaya, sesekali menggoda Abe yang selalu menahan tawa dengan jemarinya.

“Ehh...Gadis lo mau denger kegilaan kisah Ramon dan Goldy di Bali gak?” Ewok mulai berbicara dengan nada suara mendayu-dayu.

“Jangan macem-macem lo taik!” Ramon melempar pasir ke celana Ewok.

“Mau dong. Ramon bandel banget ya?”

”Bukan bandel, sih. Lebih kearah freak gitu!” Abe tidak terima penyataan itu.

 “Ramon freak? Lo apa?”

”Diem lo sempak tuyul!”, Ewok membekukan lagi wajah Abe.

“Lo tau gak kenapa Ramon dikenal dosen-dosen dikampus? Dulu Ramon punya kebiasaan bawa Goldy sore-sore kekampus. Main lempar bola disekitaran koridor kampus, gak tau kenapa Goldy berlarian masuk ke aula kampus mencari-cari bola lemparan. Ramon mencari-cari Goldy, dan melihat para dosen dan staff kampus berhamburan ketika sedang kusuk pelantikan Rektor baru, hahahahhaaa....”, Agung tertawa paling kuat, sampai bahunya berguncang-guncang.

Belum reda tertawa, Agung menceritakan kisah lainnya, “Yang parahnya lagi waktu kita makan babi guling di Denpasar, kita lagi asik makan, taunya Goldy udah bergulat dengan babi guling utuh, hahhaaaa....Ramon sudah pusing niatnya bayar sepiring jadi satu ekor babi, hahahahahaa....”, Abe tertawa menopang dahinya, dia ingat betul ekspresi Ramon. koyak dalam isi dompetnya.

Ewok ikut menambahkan kejadian Goldy bergulat dengan Babi sudah mati itu, katanya, “Goldy mau membuktikan siapa yang paling haram.”

Giliran Ramon menyusul suara tawanya paling keras.

“Ihhh...Goldy nakal banget!” Gadis gemas, memilin ujung bajunya, “ada lagi gak? Cerita lagi dong!” Gadis menutup mulut Ramon yang terlihat ingin mencegah.

Ewok angkat suara lagi, “Jadi dulu....” Baru permulaan Agung lebih dulu menyergap cerita.

”Dulu Ewok minta diajarin surfing sama Ramon, katanya biar cepat bisa harus membangun chemistry dengan papannya. Caranya harus menempelkan kulit papan dan kulit badan. Ewok disuruh telanjang bulat telungkep diatas papan, tidak lama kemudian, Ramon merampas papannya dan pergi kedaratan, hahahahahaaa.....hampir dua jam Ewok sembunyi-sembunyi dia dalam air laut, sampai kisut barangnya kaya ikan asin hahahahhaa.....,” Agung puas tertawa, begitu juga Abe yang tidak mau menahannya lagi.

“Ihh. Jahat banget kamu!” Gadis menepuk bahu Ramon, mendengus geli.

Ramon memotong keriuhan, meminta waktu sebentar, “Udah puas ya pada ketawa,” menyeringai menahan geli sendiri.

Dalam kesempatan ini, Ramon mengucapkan rasa terimakasih yang tulus, atas segala cerita persahabatan mereka, dengan berbagai rasa manis, pahit, hambar, asam manis, manis lagi.

Thanks for all, gak mudah buat gue untuk sampai hari ini, semua berkat pertolongan kalian semua, menikah dengan Gadis adalah hal terbaik dalam hidup gue, thank you!

Ramon mengungkap haru, wajah Gadis membeku ke arah gerakan bibir Ramon. Sepanjang berkata kedua tangannya menelungkup ucapan terimakasih.

Sepanjang Ramon bicara, Mia hanya menatap dalam lidah api yang mulai meredup, begitu juga waktu yang ia punya.

“Hal terbaik dalam hidup gue.”

Kata-kata Ramon bagai bara api yang menempel dilidahnya.

Waktunya makan-makan. Daging dan wine, pasangan sedjoli. Ewok tak lagi banyak bicara, mulutnya sibuk mengunyah daging, sedangkan Agung dan Abe sedang asik berbagi kudapan. Gadis sibuk melayani Ramon, mengiris daging, mencocol sambal dan menyerok sayuran dengan pisau dan garpu besi ditangannya.

Mia belum juga menyentuh makananan di pangkuannya, nafsu makannya hilang, perutnya mual. Awan hitam menutup bintik kelip-kelip bintang, warna matanya terlihat mendung, sebentar lagi hujan, di langit dan dimatanya.

Rembulan sangat besar wujudnya, terlihat dari kurungan pepohonan. Malam ini, full moon. Sinarnya luas membentuk cahaya disetengah laut bepas, cahayanya tidak ingin digantikan oleh penerangan lampu disekitar garis pantai.

Suasana malam semakin intim. Ewok sudah mulai banyak bicara lagi, antusias cerita masa lalu masih kuat, walaupun sebenarnya cerita itu sudah diulang-ulang kesekian kalinya, entah kenapa masih saja lucu.

Ramon berpikir dihadapan lidah-lidah api. Masihkan cerita ini tetap lucu ketika kita ulang satu kali lagi? Atau cerita itu diulang hanya karena merindukan peristiwa itu? Selanjutnya Ramon hanya akan mendengar cerita-cerita baru, bersama pendengar yang setia, Gadis.

Tubuh dan pikiranya diasingkan dengan keputusan hidupnya, menikah. Akan selalu muncul kerinduan untuk mengulang peristiwanya, bukan sekedar ceritanya saja, semoga masih bisa.

Lihat selengkapnya