TETANGGA

Michael Kanta Germansa
Chapter #18

hilang #1

“Ramon, Abe mari kesini!” Agung memanggil turun memunculkan dirinya di bibir kolam renang.

Ramon hanya melambaikan tangannya, bagai Paus Fransiskus di balkon Basilika Santo Petrus, Vatican.

Mia berjalan melewati Gadis yang sedang membaca Novel diruang tamu, disana ada Goldy masih asik menonton kartun Oggy and The Cockroaches. Kartun itu satu-satunya yang sedang tayang. Belom sempat berganti halaman Novel, Mia memboyong Ramon dan Abe turun kebawah, keduanya dalam gandengan tangan Mia.

"Mon kaos gambar pisang ini buat gue ya?" Mia mencubit bahan kainnya.

"HA? Buat apaan?” Ramon menjawab, suaranya dia naikan kearah telinga Mia. Suara musik semakin dekat terdengar. Bising.

"Baju ini. Lo banget! Kayaknya dulu seminggu minimal dua kali lo pakai ke kampus. Buat gue, ya!"

"Nih!" Ramon sudah bertelanjang dada.

Senang bukan main Mia memutar-mutar girang baju gambar pisang Ramon, seperti selebrasi pemain sepak bola usai mencetak gol kemenangan.

Mia selalu menunggu pria berkaos pisang muncul di kampus. Pertama kali jatuh cinta dengan Ramon, kaos pisang itu yang dikenakan Ramon. Selanjutnya Ramon sering sekali mengenakan kaos bergambar pisang itu di kampus. Mia belum kenal siapa Ramon, yang dia ingat hanya kaos putih bersablon satu buah pisang warna kuning. Setiap pisang itu muncul dan berjalan di koridor kampus, Senang bukan kepalang Mia melihat Ramon melintas di hadapannya.

Mereka melesat begitu saja, tak ada yang menengok ke arah buku novel.

“Kalau sudah asik dengan teman-temanya”, Gadis membuang nafas panjang, mengelus-elus kepala Goldy, akibatnya ekornya bergoyang menyapu lantai.

*****

Ewok dan Edo bermain kartu domino didalam kolam renang, kartunya basah terombang-ambing didalam air, sebagian tenggelam di dasar kolam. Ewok keluar dari air, memacu goyangan bersama Agung dan Mia, gerakannya membuat Mia berulang kali memberi peringatan, baju Mia sudah basah dipeperi Ewok.

"Don't you know Pump it up, you've got to Pump it up, Don't you know Pump it up, you've got to Pump it up."

Ewok terus bernyanyi, belingsatan bergoyang tidak terkendali. Ramon berdiri dari kursinya, “Bukkkkk....!” kepalan Ramon mendarat di wajah Ewok, hidung patah suara berkeretak, oleng tersungkur dibawah. Tubuh besar Agung menahan Ramon, teriakan untuk berhenti, tidak membuat Ewok menggagalkan terjangan balik ke tubuh Ramon. Keduanya terhempas dilantai, saling berguling-gulingan.

Itu pukulan pertama Ramon untuk Ewok, alasannya dibuat-buat apa benar-benar kesal. Ewok tidak bisa menebak isi kepalanya. Ini berjalan tidak adil, jika itu masih abu-abu, kenapa Ramon harus menebak isi kepala Ewok, ketika membuat dirinya jengkel. Isi kepala orang lain siapa yang tahu, tidak bisa diterka untuk diadili dan dipersalahakan.

Bogem itu mampir juga ke wajah salah satu sahabat terbaiknya, sahabat yang sering dia bela di sekolahnya.

Ewok tidak seberuntung Ramon, segalaya Ramon bisa punya. Dengan tangan yang sama, seringkali Ramon membela dan memasang badan utuk Ewok, ketika di ejek di salah satu sekolah swasta bonafit di Jakarta, tentang bajunya yang kumal dan dekil, tidak punya motor yang bagus seperti teman-teman lainnya, menunggak uang sekolah, diejek anak diluar nikah hanya dibesarkan oleh ibunya, tanpa tau siapa bapaknya.

Gadis ada disana bertanya-tanya pada dirinya, apa tidak salah sasaran? Ewok teman terbaiknya harus mengelap darah yang keluar dari hidungnya.

“Kenapa? Lo mau belain dia?” Ramon menyentak keras, tidak ada sanggahan. Edo masih melihat ke arah bahu Ramon yang bergerak cepat naik turun.

Gadis menenangkan Ramon, memisahkan diri, “Ini terkahir kali kamu seperti ini, banyak cara lain yang lebih dewasa”.

Lihat selengkapnya