TETANGGA

Michael Kanta Germansa
Chapter #21

Bougie Cafe

Menjalani rutinitas sehari-hari, melakukan hal yang hampir serupa, dengan semangat yang sudah tidak terasa. Dunia terasa panjang dan melelahkan, padahal usia belom seberapa, namun terus bertanya peran apa yang belum selesai di dunia ini? Tuhan mau pakai untuk apa hidupku ini? Ramon masuk didalam perenungan harian, mengenai pertanyaan-pertanyan sekitar itu.

Liburan hanya es batu yang nantinya akan mencair juga, dan kembali dalam perenungan yang sama, semakin membeku di dalam pikiran akal sehat. Hidup pontang panting mengikuti perkembangan zaman yang terus bergerak cepat. Sebuah rutinitas yang mengaburkan makna dan perubahan hidup.

Ramon merasa di usia yang sekarang, dia sudah banyak melakukan banyak hal, termasuk mewujudkan beberapa keinginannya.

Liburan keliling Eropa, menonton pertandingan NBA di Amerika, mengulang liburan bersama teman-teman dekatnya, melewati jatuh cinta dan patah hati, pindah sekolah terlepas dari deteksi Roy, membangun kantor Arsitekturnya sendiri, punya mobil dan motor klasik impiannya, ikutan pameran otomotif di Woodward Dream Cruise, Michigan, mengalahkan Agung surfing.

Semuanya itu luar biasa menjalaninya, namun setelah melewatinya, muncul kehampaan baru, seperti naik keatas sudah mentok, turun kebawah akan lelah mengulangi, hal-hal yang tidak menggairahkan lagi. Kehampaan itu diperparah dengan renggangnya pertemanannya. Jarang kumpul dan berbagi cerita. Pergumulan Ramon menemukan titik cerah, menikah akan membuka kehidupan baru, buku baru, halaman baru.

Selama ini Ramon berkutik di buku lama, yang sudah penuh dengan aneka rupa corat-coret, membosankan dan hampa. Buku usang itu dibolak-balik dari halaman perhalaman. Sangat membosankan. Ramon melakukan berbagai hal yang sudah di tulis di buku yang sama. Ramon tidak bisa melawan fase perkembangan manusia, ketika harus ketingkat selanjutnya. Selalu mengalami kehambaran hidup.

“Tuing,” Ponsel Ramon berbunyi, tangannya meraba-raba diatas pegas kasur, mengetuk layarnya, ada notification Whatsaap. Ada nama ewok.

"Apa kbar Mon?

"Hehehe...”

“Gue udh gk marah sma lo."

"Lo msih marah sma gue?"

Dag dig dug jantung Ewok mengirim pesan itu, tapi lega bisa dikirm juga. Sudah lama sebenarnya ingin mengetik seperti ini, raut wajahya masih tegang. Berulang kali dia membereskan rambut ikalnya, yang mengguntai jauh ke bawah. Menunggu balasan Ramon akan seperti apa.

Kerut dahi Ramon membaca notifikasi nama Ewok, segera membangunkan badannya dari kasur, mengetuk layar ponselnya. Membaca perlahan, ada kelegaan diwajahnya, sedikit mengangkat pipinya.

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ewok.

"Oiy kbr baik bro."

"Kagalah, dah lama jg ya."

"Hahahaa."

 "Gmn kbr lo? Msih ngkrong sm ank2?"

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ramon.

"Alhamdulliah bae Mon."

"Gue minta maaf Mon."

"Hehehe..."

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ewok.

"Sama2 bro."

"Gue yg emosian."

"Sbnrnya gara2 bokap sih."

"Malah lo jadi trigger pelampiasan gue jdnya."

"Sorry ya brother!"

*mengetik (hilang) *mengetik (hilang) *mengetik (hilang).

Ramon membaca dikolom bagian atas, tidak selesai-selesai Ewok mengetik tapi tidak dikirim-kirim, muncul dan menghilang, dahi Ramon siap membaca seksama isi hati Ewok, sepertinya balasanya akan panjang lebar.

Ø Pesan ini telah dihapus

Nongkrong yuk Mon.”

Belom dilihat sudah ada pesan yang dihapus. Ramon menghelah nafas panjang.“Gue kira nulis apaan bro,” keluh Ramon sendirian.

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ewok.

"Gue kira lo mau ngtik apaan bro."

"Kga kelar2, diapus sgala, ayolah, ajakin anak2 bro."

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ramon.

"Ini gue breng Abe."

"Hahahahaa...."

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ewok.

"Jiahhh.”

“Oke gue siap2 dlu."

"Mia ada?"

*Mengetik, *muncul di layar ponsel Ramon.

"Nahh itu dia."

"Ntrlah kita obrolin."

"Itu yg mau gue ketik td."

"Tp ntr ajalah."

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ewok

"Tmpt biasa ya."

"Bougie Cafe, see you broo!”

*Mengetik, muncul di layar ponsel Ramon.

"Okey."

"Emoticon jempol."

Persahabatan sejati harus ada kata “saling”, walau kadang menyakitkan tetapi itulah yang menguatkan dan membutuhkan. Terkadang saling mengumpat, saling mencibir, saling memukul, saling baper-baperan, saling cengcengan, selalu berujung saling memaafkan, dan saling menguatkan lagi satu sama lain.

Lihat selengkapnya