Gereja Katedral pagi ini. Awan tebal meredupkan sinar matahari, membentang sampai ke atas Masjid Istiqlal. Kedua rumah ibadah itu terlihat hangat dan sejuk dibawahnya. Suara piano dan nyanyian para paduan suara, menggema di seluruh ruangan Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga/Katedral Jakarta. Gereja Katedral berubah menjadi taman bunga, penghias altar suci, dan jalan lurus menuju altar.
Keluarga dan kerabat duduk rapi di kursi umat, menyaksikan Ramon dan Gadis berjalan menuju altar. Di ujung altar telah disambut oleh jubah putih Pastor. Dihadapan Pastor, diikrarkan perjanjian segitiga antara, Ramon-Gadis-Tuhan.
Wajah disekitar Ramon dan Gadis, memancarkan rasa gembira, haru, menggemaskan, namun juga rasa tidak percaya, setiap melihat balutan jas hitam, dan gaun pengantin putih, melintas diantara mereka. Rangkaian bunga mawar merah segar bermekaran ditangan Gadis. Senyum Ramon dan Gadis, tidak ada hentinya dipancarkan, kepada orang-orang sekitar. Sekedar membagi kebahagiaan, mereka berdua tidak sanggup menyimpannya sendiri.
Suasana Gereja memancarkan kebahagiaan, suara merdu paduan suara mengiringi langkah mereka ke wajah altar. Para penyanyi paduan suarapun terlihat sangat semangat, dan bahagia menyanyikan setiap syair pada buku lagu ditangan mereka. Suaranya sangat merdu hingga terdengar ke luar pintu gereja.
Seketika itu suasana menjadi sunyi. Ramon dan Gadis berdiri di hadapan Pastor di wajah Altar.
“Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilakan saudara masing-masing mengucapkan perjanjian nikah dibawah sumpah.”
Pastor menatap kedua mempelai. Wajah Ramon berubah haru, tangannya gemetar, matanya berkaca-kaca. Sambil memegang tangan Gadis, Ramon mengucapkan janji pernikahanya.
"Dihadapan iman dan para saksi, saya Yohanes Ramon bernadyo, menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa Fransiska Gadis losiana marhandia, yang hadir disini, mulai sekarang ini menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, saya mencintainya dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan injil suci ini.
Wajah Gadis penuh haru, air matanya tidak bisa ditahan lagi, dia sangat bahagia dan bangga atas apa yang dikatakan Ramon. Baginya ini adalah sebuah sikap laki-laki bertanggungjawab sesungguhnya, sedikit harapan, banyak kepastian-kepastian.
Merasakan getaran jemari Gadis, tangan Ramon semakin erat menggengam, sorot matanya memberi kekuatan. Tertahan beberapa saat, Gadis mencoba menenangkan dan memantaskan hatinya. Dengan sangat haru dan terbata-bata Gadis mengucapkan janji nikahnya.
“Dihadapan iman dan para saksi, saya, Fransiska Gadis losiana marhandia, menyatakan dengan tulus ikhlas, bahwa Yohanes Ramon bernadyo yang hadir disini, mulai sekarang ini menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, saya mencintainya dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan injil suci ini.”
Dengan susah payah, terbata-bata, Gadis menyelesaikan janji pernikahanya kepada Ramon. Disaat itulah berganti air mata Ramon menetes di kedua pipinya.
“Atas nama Gereja Allah dan dihadapan para saksi dan hadirin sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan yang telah diresmikan ini adalah perkawinan Katolik yang sah. Semoga sakramen/upacara kudus ini menjadi bagian saudara berdua, sumber kekuatan dan kebahagiaan. Yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.”
Prosesi pemberkatan pernikahan oleh Pastor, mengadahkan tangannya di hadapan Ramon dan Gadis.
“Janganlah diceraikan manusia.”
seru umat secara bersamaan.
Ramon dan Gadis saling menyamatkan cincin, dijari manis mereka berdua, dan diakhiri oleh ciuman Ramon ke bibir Gadis. Kecupan itu disambut dengan tepuk tangan para umat.
*****
Alunan musik melayang-layang bersama angin, bergerak seliwean tidak beraturan di malam itu. Bulan membentuk lingkaran penuh, cahayanya begitu terang dari persinggahannya. Seakan tidak mau kalah dengan sorotan lampu, sinarnya menyebar ke segala arah. Sinar itu nampak sampai kearah tempat pelataran indah, dengan rangkain bunga memenuhi tempat Ramon dan Gadis berdiri.
Di pesisir pantai Jakarta menjadi perayaan bagi Ramon dan Gadis mengakhiri masa lajangnya. Angin laut di malam hari mengarah ke ujung laut lepas, terlihat gelap dan buntu. Suara ombak masih terdengar lirih ditelinga para undangan, atas perlawanannya dengan suara alunan musik.
Rangkaian bunga melingkar-lingkar dibelakang Ramon dan Gadis, berwarna warni menghiasi pasir putih disekitar ombak kecil.
Perbincangan santai dan bahagia, terpancar dari wajah para sahabat dan seluruh undangan di malam itu. Kalau wajah Ramon dan Gadis sudah jelas menjadi juaranya. Dari kejauhan, terpancar senyum bahagia, para undangan memberikan ucapan selamat. Keramaian membanjiri setiap sudut liku hiasan, yang tidak beratap itu. Semuanya menggambarkan wajah suka cita, tidak ada seorang pun ingin melewatkan hari bahagia itu walau barang sejenak.
Ungkapan suka cita Mia, sulit untuk dia pancarkan dari perilaku dan wajahnya. Seluruhnya hanyalah duka, dan nestapa ada didalam dirinya. Suasana indah malam itu, hanya boleh disaksikan air laut disekitarnya, bukan rangkaian air mata.
Obrolan panjang dilayarkan oleh Ewok dan Agung, kepada teman-teman masa kuliahnya dulu. Gelak tawa selalu menjadi akhir pembicaraan Ewok. Ini menjadi hal yang biasa, mengulik cerita masa lalu. Sahabat Ramon menjadi bagian dari kepekaan kebahagaian disekitarnya. Mereka selalu menjadi pribadi, dan sosok berbela rasa, dalam mendalami suasana disekitarnya, tidak terkecuali rasa kedukaan.
Kekecewaan dan penderitaan, menjadi kepedihan bagi setiap orang, mereka tidak keberatan ikut memikul dari beratnya rasa itu. Ewok melihat rangkaian musik dihadapannya, egonya ingin sekali memainkan itu, namun dikalahkannya untuk tidak bernyanyi, atau ikut bermain musik disana. Agar rasa yang baik tetap baik adanya, momen sakral bagi sahabatnya.
Bunyi derapan orang berjalan mendekati kerumunan. Suara gelas berisi air berwarna merah, beradu satu sama lain. Terguncang derap jalan pelayan pembawanya. Terlihat Ewok masih melanjutkan cerita dengan penuh ekspresi.
Edo memotong tawa dikerumunan, Ramon dan Gadis ingin berfoto bersama para Groomsmen. Didapatinya semuanya, melainkan seorang Bridesmaid yang menghilang. Pertanyaan yang tidak terjawab Abe kepada setiap orang yang dia temui. Mia benar-benar tidak ada. Wajah Ramon selalu terseyum dan tertawa, hingga lupa kehadiran Mia benar-benar tidak ada.
Itulah yang dirasakan Mia selama ini, arti sahabat bagi perempuan, tentang hadir dalam cerita kedukaan, dan lenyap dalam kisah keceriaan. Hanya harapan, kemudian menghilang. Mia memilih untuk mengasingkan diri. Kalaupun datang, dia masih bisa menangis, air matanya belum habis.
*****
Terbangun dari tempat tidurnya. Ramon tidak lagi sekedar anak muda ketika membuka mata, seketika itu juga dia tidak hanya memikirkan tentang kesenanganya semata. Kini dia bukan lagi dua, melainkan satu. Tindak tanduknya harus mengalahkan ego pribadi, dan mengutamakan tanggungjawab sebagai seorang suami.
Ditangannya, Gadis menjadi prioritas kebahagiaanya, janji suci di depan altar dalam cengkramannya. Ramon terbangun, menuju kamar mandi, kakinya tersandung kardus dibawahnya, beberapa berserakan dilantai. Tidak jauh dari situ, masih terbungkus goresan lukisan Pak Nyoman. Semua kardus itu berisi barang-barang pilihannya, untuk mengisi rumah baru Ramon dan Gadis. Benda-benda itu masih cocok untuk dibawa.
Benda-benda berisi kenangan dengan perempuan lainnya, tidak cocok menjadi pilihan dalam kardus coklat itu. Terdesak dengan urusan pekerjaan masing-masing, mereka mempunyai waktu tiga hari, untuk merayakan pesta pernikahan, tanpa disaksikan oleh para undangan, Honey Moon. Ramon dan Gadis memilih Flores menjadi tujuan penerbangan terakhir mereka.
Sebelum pergi, Ramon berpesan kepada Edo, untuk membantunya memindahkan perintilan yang tersisa menuju ke rumah barunya. Tidak mau menjadi beban, Edo meringankan perintah Ramon dengan meminta bantuan Ewok dan Abe.
Tidak juga menjadi beban bagi mereka berdua, Ewok dan Abe melaju ke rumah Ramon. Masih ada kesempatan untuk saling berbagi cerita. Sementara Ramon dan Gadis melesat dengan pesawat, Ewok dan Abe terlihat menghempas lengahnya jalan Jakarta menumpangi motor Royal Enfield Classic 500. Urusan bermanuver di jalanan tidak macet, Abe dengan motor kesayanganya menjadi pasangan ideal disiang tengah bolong.