Wajah Goldy terlihat jelas, juntai lidahnya jatuh kesamping rahangnya. Raut wajah letih Ramon dan Gadis, berubah seketika menjadi senyum kegirangan. Hampir Goldy tidak mengenali Ramon dan Gadis, kulitnya agak gelap. Dengusannya masih mencium bau matahari.
Ramon dan Gadis berencana bermalam dirumah barunya. Ramon berpamitan dengan Roy. Ada sebuah pelokan disana, tidak banyak bicara. Cairan wajah Roy berubah keruh. Waktunya telah tiba, anak sulongnya harus pergi dari rumah, dan membangun keloarganya sendiri. Berpisah dengan Goldy juga menjadi pukulan telak buat Roy. Goldy menjadi temannya menonton televisi sehari-hari.
Tidak ada lagi keributan tidak penting terdengar olehnya, antara Ramon dan Edo, sampai Edo benar-benar menangis. Dimeja makan tidak ada lagi kaleng kerupuk besar disiapkan setiap hari. Makanan ringan ini selalo disiapkan Bi Lasmi untuk melengkapi menu makanan Ramon.
Goldy terlihat sangat nyaman duduk dibelakang, kepalanya melihat-lihat keloar jendela, bulo emasnya menyapu kelopak matanya. Goldy hanya ingin memastikan, dan mendengar suara gonggongan Baster si Rottweiler sebelah rumah, yang selalo meneriakinya, hingga meloncat-loncat didalam pagar rumahnya.
Ada juga suara-suara mengganggu seperti tikus keinjak. Rombongan tiga ekor Cihuahua yang melihat Goldy seperti singa besar, yang siap mengaung di telinga mereka bertiga. Itu semua teman-teman Goldy, kita tidak benar-benar mengerti setiap gonggonganya membicarakan tentang apa.
Kaca mata hitam Goldy mulai miring. Manuver mobil Ramon menggoyangkan congornya. Belokan terakhir. Didepan plat nomor, melintang portal masih tertutup.
“Selamat malam Pak.” Junet menyapa Ramon dibalik jendela yang terbuka setengah.
Ramon membaca nametag didadanya bertuliskan Junet.
“Malam Pak, saya penghuni disini.” Ramon membeberkan informasi kedatangannya.
“Siap Pak! Izin periksa terlebih dahulo.” Mata Junet kontak erat dengan Gadis yang sedang mengelos-elos kepala Goldy. Kepala Goldy melongok ke depan ruang kemudi.
Junet memicingkan mata, kembali bertanya. “Maaf Pak, apa itu anjing?”
“Iya Pak. Anjing saya.”
“Oke. Silahkan masuk Pak!”
“Gak jadi diperiksa pak?” Ramon mengelos-elos dagunya, keheranan.
“Tidak perlo Pak. Didalam sudah ada anjing, pasti keadaan didalam aman terkendali.”
Wajah Ramon menjadi bingung dengan tingkah laku Satpam tersebut. Dia hanya bisa tersenyum samar. Suara mobil Ramon berhenti menyala di garasi didepan rumahnya. Bias lampu tetangganya, memberikan penerangan walau hanya sedikit.
“Eh. Pea! Kalau penghuni kagak usah lo periksa-periksa”, protes komandan menyaksikan kinerja anak buahnya.
“Untuk menjaga keamanan dan kenyamanan kita semua.” Mantap Junet membalas.
“Cuma kata-kata itu doang yang lo tau! Cape gue ngasih taunya!” Komandan mulai menggerutu, mengacak-acak topi dikepalanya.
Beberapa tumpukan kardus berserakan di ruang tamu. Berat rasanya bagi Ramon dan Gadis untuk membereskannya, tenaganya tidak lagi cukup untuk melakukannya. Menaiki anak tangga saja harus saling merangkul, Ramon membagi tenaganya. Secapek-capeknya Gadis, Ramon tidak akan lolos dari perintahnya untuk mandi terlebih dahulu, sebelum naik keatas kasur.
Goldy sudah bolak-balik berjalan di depan televisi, berharap Ramon menyalakan gambar, namun suara derap kaki dianak tangga belom juga terasa. Mereka lupa membeli seprai, bantal dan guling untuk tidur. Gadis berulang kali menyalahkan dirinya, melewatkan masalah itu. Mengandalkan Ramon tidak akan berhasil, dia cuek dan lupa segalanya untuk hal-hal kecil seperti ini.
Malam ini Gadis tidak perlu bantal dan guling, ada lengan Ramon untuk sandaran kepala, dan badannya untuk dipeluk. Suasana diluar sunyi karena sepi, belum ada celotehan anak-anak kecil bermain, menunjukkan waktu pagi hari. Sepertinya masih bisa tertidur barang dua sampai tiga jam lagi.
Keheningan terpecah suara, “Kringgg...kringgg...kringg...,” melintas di depan rumahnya. Ramon bertanya-tanya, Gadis juga tidak tahu.
“Jangan lupa antar aku!” perintah sekaligus pengingat Gadis untuk rencana hari ini. Ramon mulai gelagapan mematut-matut.
“Ke dokter!” cepat Gadis mengingatkan, masam sekali senyumnya.