Sinar Matahari pagi sudah sampai kebumi, tanpa lelah melewati perjalanan teramat jauh, sekitar seratus empat puluh sembilan koma enam juta kilometer. Tapi itu hanya jarak, tidak sampai sembilan menit cahaya matahari sampai ke bumi. Begitu juga seorang laki-laki, yang baru saja ditelpon pacarnya kalau rumahnya sedang kosong, semua hanya jarak, tidak sampai setengah jam sudah ada didepan pagar rumah.
Ramon tidak lagi mengawali pagi harinya dengan mencuci mobil. Gara-gara mencuci mobil, perasaan Ramon teraduk-aduk, dan terayak-ayak ketakutan cerita masa lalu. Lubang hidung Ramon kembang kempis, berkejut-kejut mencium aroma bumbu masak, yang tercampur minyak goreng. Sumbernya berasal dari bawah tangga.
Di meja makan tersaji berbagai menu sarapan diatasnya, dengan piring motif yang serupa dan gelas bening berisi susu sapi. Jumlahnya banyak, kalau di teliti ahli gizi, sudah hampir empat sehat lima sempurna. Empat sehatnya masih ada di besi penggorengan, sayur kangkung sambal terasi.
“Pagi yang indah,” Ramon melontarkan pelan, sembari menuruni anak tangga.
“Bangun jam berapa Gadis sudah masak segini banyak,” Ramon bertanya dalam hati, menghitung menu makanan dengan melihat satu persatu. “Wow. Smile good!”
Ramon mulai memuji masakan Gadis, meneliti satu persatu nama masakannya, “Ayam goreng, ikan asin ada sambalnya, sayur kangkung, tempe goreng.”
Ramon menyukai semuanya. Senyumannya menambah ucapan terimakasih yang sebelumnya sudah dia katakan. Gadis berkedut senyuman kecil. Seyumannya tidak sesegar embun pagi hari, tadi malam Gadis tidak mimpi apa-apa, masih kering.
*****
Berbeda dengan Gadis, Boy tetangga sebelah sudah bangun pagi dalam keadaan fresh. Tubuhnya bugar dipagi hari, bahkan dia menyempatkan diri untuk jogging keliling komplek rumah. Tubuh Boy penuh dengan keringat, lumayan juga dua kali putaran melewati kandang Goldy. Setiap melintas kepala Goldy bergerak ke arah gerakan running shoes Boy, seperti leher wasit bulutangkis mengamati shuttlecock terbang melintasi jaring net.
Membatalkan putaran ketiga. Boy menghentikan irama joggingnya di depan kandang Goldy. Berjalan menuju rumahnya, Goldy bisa mendengar suara ngos-ngosan melintas. Frekuensi suaranya masih diantara dua ratus lima puluh Herts dan lima puluh ribu Hertz. Boy merasakan Goldy mengamatinya sedang berjalan didepan kandangnnya.
“Fiuuww!” Boy melempar siulan, kedua alisnya menanjak bersamaan.
Goldy berdiri dan menggongong kearahnya, dua kaki depannya bertopang pada besi kandang. Kepalanya terus bergerak sampai Boy tidak terlihat. Saat itu juga lidahnya mulai menjulur keluar, ada suara ngos-ngosan yang tidak bisa didengar Boy. Berhenti di bingkai pintu, Boy menyeka keringat didahinya, dibenaknya anjing itu tidak menyukai dirinya.
*****
Gonggongan Goldy membangunkan Rindu. Mendengar suara Goldy, Rindu merasa dibangunkan seperti dahulu kala Kuliah di Bali. Suara itu menyalak keras di kepalanya, melintas seperti klakson kereta api diportal penutupan jalan. Biasanya Goldy akan menggonggong sekitar pukul tujuh pagi, sampai jam setengah delapan.
Alarm Rindu untuk kuliah jam pertama, jam delapan pagi. Alarm Goldy tidak bisa di mute untuk setiap lima menit sekali. Rindu hanya perlu keluar rumah kontrakannya menunjukkan diri, atau sekedar menonjolkan kepalanya dari jendela kamar. Rindu akan meneruskan lagi lima menit tidurnya, jika lidah Goldy tidak menyapu-nyapu rahangnya sendiri, sampai ke hidungnya yang bulat dan basah.
Itu cara Goldy memberi tahu Rindu kalau tempat minumanya sudah kosong.
Goldy tidak pernah dimasukan kedalam kandang sejak kecil. Setelah umur satu tahun, hanya waktu malam hari dia berada dipekarangan, selain untuk menjaga orang asing melintas, juga tidak terlalu sering mengganggu waktu tidur Rindu.
Goldy dengan tubuhnya yang besar, bisa menggaruk-garuk dan menimpa pintu kamar Rindu. Kalau tidak di kunci, sangatlah mudah bagi Goldy, untuk menarik gagang pintunya kebawah. Apabila pintunya berhasil terbuka, gibasan ekornya semakin cepat bergoyang-goyang.
Pintu kamar Rindu sudah penuh baretan kuku Goldy sepanjang tiga puluh sentimeter. Ketika mulai menggaruk, suara getaran pintu sangat mengganggu orang didalamnya. kalau sudah mulai mengeluarkan suara rengekan, siapa yang tahan untuk tidak membawa Goldy masuk ke dalam kamar.
Tidur bersama Goldy didalam kamar juga serba salah, selain bunyi nafasnya yang lama-lama berisik ketika tidur, juga sering naik kekasur dan mulai sembarangan tidur menimpa dirinya. Kalau beruntung, Rindu juga bisa meghirup kentut anjing. Jangan salah baunya mirip dengan kentut manusia, bedanya jarang berbunyi. Padahal yang tidak berbunyi itu bisa membuat sesak hidung sampai ke pankreas.
Di awal-awal Goldy mengeluarkan gas amoniak itu, Ramon dan Rindu sering sekali saling menyalahkan satu sama lain. Keduanya benar-benar berani bersumpah dengan lantang dan meyakinkan.
“Demi apapun! Demi apapun! BUKAN GUE!”
Keduanya berani saling menantang sumpah, sampai urat lehernya terlihat.
*****