Berdiri lama-lama didepan kandang Goldy, tidak lagi Ramon lakukan setelah berada di rumah baru. Menjenguk tingkah laku Goldy dikandang, hanya memastikan saja makanan dan minuman sudah terisi. Terlalo lama begini, membuat Goldy sudah hafal sekali ritme gerakan Ramon, menengok wadah makanan, membungkuk melihat kotoran, dan berbalik badan meninggalkan kandang.
Setiap gerakan itu diikuti bola mata Goldy sambil merebahkan badannya, moncongnya lemas dipangkuan kaki depannya. Ramon membawa satu cup dogfood, sudah satu bulan Goldy tidak makan sayur dan buah. Ramon ingin cepat dan praktis-praktis saja. Ramon membuka kandang, Goldy tidak berselera lagi melihat pintu terbuka lebar. Lemas moncongnya dia sandarkan di sela-sela kandang.
Setelah jatah makanan dan minumam terisi, bagai tahanan dikasihani sipir, Ramon akan membungkam kembali pintu kandangnya dengan gembok. Mirisnya Goldy bisa melihat dimana kunci gemboknya dicantolkan.
“Pagi Mon!” Boy menyapa tiba-tiba.
“Oit! Kaget gue bro”, Ramon membalikan badannya, mengapikan rambutnya.
“Sorry, sorry,” Boy mengangkat salah satu tangannya.
Ketika hendak memulai jogging, Boy selalu menyempatkan matanya melihat kearah kandang Goldy, ternyata pemiliknya sedang ada disana juga.
“Mau olahraga nih, bro?” Ramon melihat-lihat penampilan sporty dari atas sampai kebawah, begitu juga jam tangan dengan tampilan logo calorie, heart rate dan distance.
“Iya nih keseringan liat laut, kalo didarat langsung pengen lari-larian aja,” Boy membenarkan pengeliatan Ramon barusan.
”Awas kelupaan pas lagi dilaut bro. Lagi pengen jogging, lompat ke laut,” Ramon berkelakar meledek tetangganya yang rajin berolahraga itu.
“Hahaha...iya juga, ya. Kapan-kapan jogging yuk!” Boy menaruh ajakan.
”Aduh. Gue jalan santai aja. Lagian lari disini, gak ada tukang jajanannya, hehehe...” katanya beralasan. Ramon mengindari ajakan.
”Hahaha...ngincer makannya doang, ya. Mon ini kalau boleh ya? kapan-kapan gue ajak Goldy jogging disekitaran sini, b-boleh?” Boy memberanikan diri, agak ragu-ragu dia menyampaikannya, “itung-itung sama-sama olahraga,” Boy melanjutkan lagi permohonan niatnya.
Ramon menaikan kedua alisnya, sebelah jari kakinya mengetuk irama di atas sandal.
”Bawa aja bro. Kasian juga dia dikandang mulu,” Ramon melengkungkan senyum, mengabulkan permintaan Boy.
”Asik. Gue lari ada temennya.”
Boy meneruskan langkahnya lagi untuk berlari, daritadi kepala Goldy di miringkan ke tengah-tengah pembicaraan mereka berdua. Goldy mendengar namaya disebut dalam pembicaraan itu. Bentuk matanya yang seperti kacang Almond itu bergerak kembang kempis, meneliti dan mendengar ucapan Ramon dan Boy. Goldy tetap saja tidak mengerti isi pembicaraanya, semoga ada kabar baik untuk dirinya.
Boy memulai irama kakinya, wajahnya nampak sumringah, membayangkan memegang tali kekang Goldy, dan melihat gembul bulunya dari atas. Rencananya, Boy ingin mengajak Rindu berjalan-jalan, sambil berolahraga dengan Goldy.
“Tok, tok, tok,” Rindu menojolkan kepalanya dari pintu kamar mandi.
“Ada yang ngetok ya,” Rindu menyingkap-nyingkap rambutnya yang sedang terurai.
“Tok, tok, tok.” Bunyi itu lagi.
Rindu menonjolkan mukanya di kaca jendela, ada wajah Boy dibalik arah kaca satunya. Pintu dibuka.
“Kirain siapa?” Rindu mengucap pelan.
“Siapa? Siapa hayoo?” Boy meledek kegirangan.
“Kok cepet amat joggingnya, kayaknya belum ada setengah jam udah selesai?” Rindu keheranan, tidak ada tampang letih diwajah Mas Boy.
“Kamu udah rapi banget. Aku anter kerja ya. Ya?” Boy memainkan kedua alisnya, nyengir kelihatan giginya.