Ramon melihat fenomena kedekatan Ivan dan Vero. Sebuah kenyataan yang benar-benar terjadi. Mereka memilih satu sama lain, saling jatuh cinta. Keadaannya terlihat biasa-biasa saja, seperti berkumpul didalam ruang kerja. Tertawa begitu juga, sama saja, cara berbicara begitu juga, sama saja, tanggapannya begitu juga, sama saja, perhatiannya begitu juga, sama saja.
Ramon sadar pada akhirnya semuanya tidak ada yang berbeda, sama-sama jatuh cinta dengan perasaan masing-masing, sama saja.
Perasaan yang sama akan terhenti di satu titik, namun perasaan yang berbeda akan terus berjalan, terus dan terus. Hanya bersama tanpa kejelasan, dan akhirnya menghilang.
Laki-laki lucu yang suka bercanda, bisa membuat perempuan sekedar tertawa, ada juga yang sampai jatuh cinta. Ramon sadar, selera humor Mia bukan Ramon, dia memilih yang satunya. Mia terus pura-pura tertawa, padahal jatuh cinta.
“Kok tanggapan kamu Cuma, ‘KAN!’ doang?” Ramon bertanya, menoleh ke arah Gadis. Pandangan kepada Gadis leluasa, ketika sedang macet-macetan.
“Udah aku duga mereka lama-lama pasti pacaran.” Gadis memaparkan penuh penekanan.
”Kok bisa?” Ramon bertanya lagi, pandanganya masih disana.
”Yaiyalah! Mana ada cowo sama cewe temenan deket gitu, kalau gak ada apa-apanya, buang-buang waktu aja. Mengaku sahabat biar PDKT nya panjang.”
Ucapan itu membuat telinga Ramon agak terganggu, entah benar atau tidak ucapan Gadis, semoga saja tidak sedang menyindir dirinya.
*****
Rindu terbangun dari hibernasi usai lelah jaga malam. Melihat dibalik kaca jendela ke jalanan rumah yang sepi. Biasanya dia melihat satu, dua ekor kucing, melintas mencari-cari makan dipintu-pintu rumah, atau sekedar mengecek makanan dihalaman rumah, yang terbiasa memberi mereka makanan. Semenjak dua baris rumah ini memelihara anjing, Rindu sudah jarang melihat kucing berlama-lama bermain di taman rumahnya.
Ada yang berwarna hitam, dan juga kucing oren yang terlihat berkuasa sekali. Kucing oren gemar tidur ditengah jalan, hanya mobil melintas yang bisa menggesernya pergi. Itupun melenggang bermalas-malasan.
Tidak hanya jalanan, garasi Ramon juga sama, lowong. Rindu mengintip kandang Goldy, kepalanya sedang menyandar didua kaki depannya. Kelopak matanya terangkat, melihat Rindu berdiri disana. Goldy berdiri menggoyangkan ekor, lidahnya kembali menjulur. Ada rengekan yang biasa Rindu dengar, ketika Goldy sedang lapar.
Rindu membawa satu cup Dog Food Puppy milik Coki. Semakin dekat langkah Rindu, semakin cepat juga juluran lidah Goldy menjilat-jilat moncongnya. Rindu mengelus-elus bulu Goldy, sampai kepangkal ekornya, lekuk pinggulnya sangat dirasakan rindu.
“Kasian kamu Goldy, jadi kurus begini,” Rindu berkeluh lirih, melemaskan pandangan kosong.
Bunyi knalpot Ramon terdengar dari kejauhan, telinga Rindu sangat mengenal resonansinya. Suara itu gemar membuat jantungnya deg-degan. Rindu mengintip lagi di balik jendela, sorot lampu penuh memasuki garasi sebelah rumah.
Kandang Goldy tidak jauh dari pintu keluar Gadis, terlintas ada Dog food berserakan dibawah kandang Goldy, warna dan bentuknya lain dari biasanya.
“Yang. Anjing kecil itu gak ada,” Gadis tergugu mencari-cari.
“Udah diambil sama Boy. Itu dia didalam kandang,” Ramon menunjuk kearah kandang Coki.
*****
Rindu meletakkan kepalanya dibantal, tidurnya miring kekanan, kemudian berubah menghadap keatas. Tidak lama menghadap keatas, suara Coki terdengar keras sampai ke kamar Rindu, dan dipastikan juga sampai kekamar Ramon. Kebisingan ini terulang lagi, suaranya tidak berhenti, bahkan semakin keras. Setiap malam Coki terlihat ketakutan ketika berada dikandang sendirian.
*****
“Mulai lagi!” Ramon menggeram menahan letihnya, “Shit! Berisik lagi, berisik lagi!” Ramon masih melepas emosinya, nadanya sudah tinggi.
Ramon merasa terganggu, daritadi Gadis sudah mengusap-usap pelipisnya dengan minyak telon.
*****
Ramon mengintip dibalik tembok, hanya poninya yang nampak dari sebelah. Bunyi suara pintu sekejap menarik kepala Ramon, ekor kuda Rindu terhenti di mulut kandang Coki. Nampak jelas Ramon menyorot sosok Coki yang dikepit tangan Rindu, berjalan berduaan memasuki rumah.
Rindu melihat sosok Ramon, terlihat gagah dengan kedua tangan melipat didada. Digelengkan kepala Ramon sambil pergi melengos.
“Pikirin aja Goldy yang bener!” Ramon mendengar ucapan dari sebelah.
Ramon menarik lagi langkahnya kebelakang, disebelah satunya Rindu menancap tegap disana.
“Anjing lo berisik dari kemarin malam. Gue gak bisa tidur!” Ramon mencecar Rindu dan pelakunya juga.
”Nahh! Biar lo tau susahnya gedein Goldy dari kecil!” Rindu menggeram mengembangkan bola mata, meninggalkan Ramon, mengunci pintu dan percakapan.
*****
Sinar matahari belum terang semuanya, butuh kesabaran, belum waktunya, masih pukul enam pagi. Semangat Ramon sudah bersinar mengkilap-kilap, bersiul serak hendak memandikan Goldy. Ramon ingin membuktikan kepada Rindu kalau dia mengurusi Goldy dengan penuh kasih sayang.
Melenggang dengan celana pendek dan kaos oblong. Mengayun ditangan shampo Head and Shoulders. Ramon melihat Rindu sedang mengelap Coki dengan handuk, kecolongan Ramon kalah cepat.
Ramon menyemprot Goldy, melanjutkan lagi siulan yang belum selesai. Rindu mendengar siluan itu, nadanya asal-asalan. Asal terdengar Rindu saja. Tergeletak shampo Head and Shoulders, busanya mengalir banyak seperti limbah pabrik tahu. Ingin sekali Rindu melemparkan kandang Coki kekepala Ramon saat itu, dan menghentikan bunyi siulan yang berantakan itu. Rindu hapal betul kalau Ramon tidak mahir bersiul, lebih terdengar seperti suara angin ribut.
“Tukeran shampo nih ceritanya!” Rindu melintas mendekatkan suaranya, melirik ke arah kaos oblong.
Mendengar itu, ingin sekali Ramon berdiri, dan menyiram Rindu pakai selang sampai tenggelam. Dua Wajah pertengkaran dihadapan Goldy, tidak asing lagi baginya. Goldy memandangi lagi dengan bulu lepek penuh dengan Shampo. Biasanya situasi seperti ini akan terjadi perang mulut. Sekarang bukan seperti dulu lagi, lagi pula Gadis terlihat sedang duduk di meja makan.
Ramon membilas Goldy dengan air, busanya tidak habis-habis, sepertinya Ramon harus memeras badan Goldy, tiga kali dipelintir. Usaha Ramon masih saja menjadi bahan ejekan senyum Rindu.
Ramon mengingatkan istrinya untuk memberitahu dia agar membeli shampo Goldy sepulang kerja.
*****
Hari ini Rindu akan bertemu dengan dokter konsulen di rumah sakit, namanya Dokter Rasyid. Dokter konsulen adalah dokter yang mendalami bidang ilmu kodokteran tertentu/spesifik. Dokter Rasyid ini kekhususan ilmunya tentang Urologi, gelarnya Sp.U (spesialis Urologi). Dokter Raysid berwajah keturunan Arab, ada juga yang menyangka dia orang India.
Rindu ingin sekali melanjutkan sekolahnya menjadi seorang dokter spesialis Urologi. Melakukan tindakan medis yang berhubungan dengan saluran kemih. Rindu harus memperhatikan setiap penanganan pasien, dan kasus-kasus yang dilihatnya langsung.
Tidak semua dokter seberuntung Rindu, menjadi salah satu dokter umum yang bisa mendampingi dokter Rasyid. Rindu tidak suka menggosip di Rumah sakit. Banyak dokter yang lemas dengkulnya, melihat dokter Rasyid melintas. Semuanya sibuk membicarakan kehidupan pribadi dokter Rasyid. Rata-rata mereka menanyakan siapa pacarnya? Gebetannya? Sampai mencari tahu mantan pacarnya yang paling beruntung itu.