“Yang. Boleh ya, Goldy dilepas didalam rumah?”
Ramon meminta persetujuan Gadis, padahal Goldy sudah berdiri disebelahnya.
“Iya. Boleh, kok. Tapi kamu rajin mandiin terus, dan dipastikan Goldy jangan merebut remot dari tanganku!”
Gadis menyembunyikan remot televisi dibalik punggungnya. Goldy melihat gerakan itu, remotnya digenggaman Gadis.
”Iya. Enggak. Dia nonton apa aja suka.”
”Sinetron juga?”
”Iya suka, asal jangan nangis bareng aja kalian berdua!”
”Hahaha. Ya enggalah. Ntar kita ketawa bareng.”
”Serem banget, yang. Jadi ngebayangin anjing ketawa. Gimana ya mukanya?” Kedua mata Ramon ada disudut atas kelopak.
Sekarang Goldy bisa berkeliaran didalam rumah, kalau soal buang kotoran dia bisa mempelajari. Sedikit-sedikit Ramon juga tahu cara penggunaan Pet Toilet training Tray atau pee pad, semuanya dia tahu dari Rindu. Ramon merasa Goldy lebih aman didalam rumah. Dua pengalaman menakutkan diingat lagi ketika anjing peliharaanya diracun orang dan kabur dari rumah.
Goldy sudah dua kali kabur, semuanya gara-gara Edo. Cuma Ramon baru tahu satu kasusnya saja. Selain alasan diatas, sudah cukup pembuktian kepada rindu, kalau selama ini dirinya mengurus Goldy dengan baik.
Goldy sudah terlihat mencari-cari keberadaan Rindu disebelah rumah. Ramon akan memutus kontak dengan segera.
“Yang. Perasaan baju yang kamu tunjukin kemarin gambar Iron Man, kenapa ini the Minnions ya?”
Gadis memperhatikan terus, Ramon hanya mengunyel-unyel poninya, matanya berbinar-binar.
*****
Tidak ada kerusuhan apa-apa, tiba-tiba dengan spontan dokter Rayid mengajak Rindu makan siang. Daritadi pagi Rindu mengikuti kemana dokter Rasyid kontrol pasien.
“Daritadi gak ada pasien prostat, ngapain juga bahas-bahas prostat?” Rindu menggoyang-goyangkan bibirnya, terdengar suara didalam hati. “Sarang penyamun lagi lengkap!”
Rindu melemaskan kulit wajahnya, menggeretakkan kedua giginya, melintasi gerombolan tukang gosip paling sip di rumah sakit Petra.
Rindu yakin betul, lidah mereka berempat sudah bergetar didalam rongga mulutnya, ada juga yang sudah terlihat bergoyang-goyang. Tidak kuat melepaskan bahan gosip terbaru paling tokcer. Bahannya cuma sedikit, tapi nanti lihat improvisasinya, bisa jadi drama korea, kolaborasi korea selatan dan korea utara.
Apalagi ketua gengnya, perawan tua paling nyinyir. Saking hebatnya menguping dan mengintai, setiap gosip dari mulutnya ada harga dan maharnya. Khusus berita langka dokter Rasyid, hanya member tertentu saja yang duluan bisa dapat informasinya.
Member premium biasa diisi oleh jajaran-jaranan elit rumah sakit, terlebih pemilik rumah sakitnya sendiri. Dari tukang gosip ini pemilik rumah sakit tahu perkembangan rumah sakit dan para karyawannya. Siapa-siapa yang loyal, tidak kompeten, dan suka jelek-jelekin tim manajemen. Gerombolan itu terus mengintai sampai targetnya duduk di sebuah resto, mereka semua pandai menyamar.
Perbincangan saat ini tidak hanya tentang penyakit dan rumah sakit. Rindu akhirnya mendengar dunia lain dari dr. Rasyid.
“Suami kamu keluar kota lagi?” dokter Rasyid membuka percakapan baru, sesaat pelayan resto itu selesai mendikte ulang pesanan mereka berdua.
“Iya dok. Udah hampir tiga hari ini. Sebenarnya minggu ini ada di Jakarta, tapi ada urusan penting harus keluar kota lagi”
”Kok. Kamu betah ya, ditinggal lama-lama begitu?”
”Yah. Mau gimana lagi dok. Harus dibiasain ritme profesi dia,” Rindu menyentil-nyentil sumpit dimejanya.
”Kamu kenapa dulu gak sama dokter aja?” ceplos dokter Rasyid.
”Udah kebanyakan yang kaya gitu, dokter ketemu dokter terus.”
”Bukanya jadi lebih enak ya, bisa diskusi pekerjaan. Kaya kita begini.”
Mendengar itu, hampir saja sumpit dimejanya terjantuh, tersentil terlalu kuat.
“Sorry-sorry, dok. Rindu menarik lagi sumpit itu, “dokter kenapa belum menikah? Usia udah cukup, udah spesialis, mapan juga.”
Rindu mencari tahu, beneran bukan untuk bahan gosip, dan pertanyaan titipan geng sarang penyamun.
”Belum ketemu dokter perempuan yang cocok aja,” dokter Rasyid menyorot lurus, dari sumpit diujung telunjuk Rindu sampai kekeningnya.
”Harus dokter, ya?”
”Iya, harus! Takut gak nyambung kalau ngobrol.”
”Harus banget diluar kerjaan, masih ngobrolin urusan penyakit, dok?”
”Iya harus! Daripada ngomongin orang!” dokter Rasyid tegas menjawab, sambil melirik ke arah mesin ATM di dekat mereka.
Daritadi hanya dokter Rasyid yang sadar, kalau geng sarang penyamun itu pura-pura mengecek saldo di ATM. Mereka berempat terus berbaris disana. Hari ini mereka menyamar sebagai pengunjung ATM.
Rindu merasa dokter konsulenya tidak bisa lepas dari urusan pekerjaan, mungkin itu penyebab perempuan sulit untuk memahami dirinya. Hubungan kisah cintanya seperti dokter dan pasien, tetapi kalau perempuannanya hanya melihat materi, hubungan mereka seperti Rumah sakit dan Perusahaan Asuransi.
Melihat dokter Rasyid sekarang, sudah dipastikan dirinya akan menjadi rebutan perempuan diluar sana, tampan dan mapan.
dokter Rasyid dapat berdiri sebagai seorang dokter dan Perusahaan Asuransi. Perempuan-perempuan itu tinggal memposisikan dirinya saja, apakah ingin menjadi pasien selalu datang dan pergi silih berganti, atau seperti Rumah Sakit tetap tinggal dengan melakukan banyak hal, untuk mengharapkan uang dari perusahaan Asuransi.
Itulah cinta, terkadang kita tidak bisa menebak isi kepala pemujanya. Alasan dia menjatuhkan cintanya, atau memang masih ada cinta yang tidak beralasan? Hanya sekedar untuk kemana-mana ingin selalu bersama, biarpun terkesan mengada-ada tetapi masih saja ada.
*****
Junet menggoes mengitari jalanan perumahan. Keliling harian, pergi mengawasi keamanan lingkungan. Junet asik berdendang, kepalanya lues bergoyang-goyang, “Ampar-ampar pisang, pisangku belum masak...”
Gerakan bibir Junet melambat, tergagap melihat Goldy sedang berguling diatas rumput gajah dipekarangan, “Ampar...ampar...ampar...pisang.”