TETANGGA

Michael Kanta Germansa
Chapter #45

Dokter Konsulen

Rindu keluar dari ruang pasien, dilehernya melingkar stetoskop, ujungnya dia masukan kedalam saku bajunya.

“Rindu!”

Mendengar namanya disebut, Rindu menoleh mencari-cari. Ternyata dokter Rasyid. Rindu melihat kesekitar, bola matanya bergerak penuh ke segala arah. Memastikan siapa saja, yang melihat dokter Rasyid datang menghampirinya.

“Untung gak ada geng sarang penyamun,” Rindu lega rasanya, nafasnya tenang dia hembuskan.

“Tadi pagi aku nerima pasien baru, yang turun sih, dokter spesialis semua,” Rindu mengangguk mendengarkan. “Tapi kalau mau tau, dan dipelajari boleh, kok," kejut alis tebalnya, Rindu masih mengangguk menanggapi. “Morning report besok juga diinfokan.’

”Iya, dok. Makasih banyak atas kesempatan ini,” Rindu senang menyampaikan. “Maaf, dok. Mau visit dulu.”

Rindu pamit melambaikan tangan. Seketika berbalik badan, bibirnya meringis, mengetuk-ngetuk giginya. Rindu merasa gemetaran dan ingin cepat-cepat menjauh. Memasuki pintu ruangan pasien, merupakan tempat yang aman. Rindu merasa tidak terlihat dan terlindungi.

Berdekatan dengan dr. Rasyid terasa banyak yang memperhatikan, tetapi ribuan mata itu tidak tertangkap oleh mata Rindu. Disuatu tempat melintas dan bersembunyi, cahaya mata itu menangkap dan mengintai.

“Kenapa gue melambaikan tangan!” Rindu menyesali kenapa tangannya dia angkat begitu saja.

*****

Firasat Rindu benar, pasien hari ini banyak sekali, rumah sakitnya laku keras. Keluar masuk ruangan berulang kali, sampai tidak terasa sudah pukul dua siang. Rindu tidak sempat turun ke Lobby mencari makan siang, daritadi dia masih mengedukasi keluarga pasien. Rindu berjalan keluar ruangan, tampak lesu kekurangan kalori. Disisi koridor ruangan radiologi, dokter Rasyid menyandarkan punggungnya disana. Menenteng kresek berisi makanan.

“Tadi cari-cari di lobby gak ada,” dokter Rasyid menyodorkan barang bawaanya.

Mengucapakan terimakasih saja butuh waktu buat Rindu, bagaimana bisa seorang perempuan bersuami diperlakuakan spesial oleh laki-laki lain. Rindu menjadi kikuk, tidak enak dengan kehadiran dokter Rasyid dihadapan para perawat disekelilingnya. Semua mata seakan tidak mau melihat, padahal sudah puas menangkap informasi.

Seharusnya tidak seperti ini cara dokter Rasyid menyuruhnya untuk makan. Tanpa kata-kata tambahan, dokter Rasyid pergi begitu saja.

*****

“Gue harus malu atau senang?” Rindu berbicara didalam kotak locker yang terbuka. Bulu tangannya mulai merinding. “Selesai juga hari ini, gue balik ya,” Rindu berpamitan ke rekan lain diruangan, mengait tali tas dibahunya. dokter Rasyid sudah ada didepan ruangan dokter umum. Tepatnya dimulut pintu persis. Semua dokter diruangan melihat sosoknya tegap berdiri. Tidak ada yang bisa lewat kecuali mengucapkan, “Permisi.”

“Makan dulu, yuk! Sambil nunggu macet,” tanpa basa-basi dr. Rasyid melontarkan ajakan kepada Rindu

Disana masih ada beberapa rekan kerjanya, diantaranya terpaku mendengar suara dr. Rasyid.

”Aduh. Gimana ya, dok,” kaki Rindu bergerak-gerak tidak nyaman berdiri disitu.

”Kenapa? Gak mau?” pertanyaan dokter Rasyid ini didengar semua rekan kerjanya, yang sedang pura-pura bebenah dan bermain ponsel.

Disana ada dua dokter perempuan juga, rasanya gemas dan iri kenapa Rindu tidak cepat mengangguk, padahal itu adalah impian semua petugas medis dan pasien perempuan yang ada dirumah sakit ini.

Rindu merasa tidak enak dengan orang-orang sekitar, jika harus bersama dengan dokter Rasyid diluar jam jaga dia. Apalagi dia mengajaknya makan malam saat itu. Rindu bingung mencari alasan terbaik untuk menolaknya.

“Maaf, dok. Makanan dari dokter juga belum saya makan,” mengangkat kresek pemberiannya. dokter Rasyid masih ingat bungkusan itu.

Rindu merasa bersalah, terlebih lagi dia tidak ingin disalahkan orang banyak. Bahan gosip baru. Rindu mulai menerka-nerka apa judul gosipnya.

“Rindu menolak ajakan makan malam dokter Rasyid!”

Tidak lama lagi akan tersiar sampai ke tim manajemen rumah sakit, bahkan Menteri kesehatan.

*****

“Tumben gak terlalu macet,” Rindu merasa lega, dua kali tikungan lagi sudah sampai ke komplek rumahnya.

“Sore Mbak!” Junet menyapa.

“Mbak piara anjing kecil, ya?”

”Iya Pak, memang anjing saya kenapa, Pak?”

”Gak Mbak. Gak kenapa-kenapa. Itu nanti lama-lama jadi sebesar anjing sebelah rumah Mbak, ya?”

”Bisa lebih besar lagi pak.”

”Wah! Bahaya.”

”Kenapa memang, Pak?”

”Gak apa-apa. Anjingnya lucu juga. Saya suka.”

”Makasih, Pak.”

“Silakan, Mbak.”

”Iya, Pak,” Rindu masih belum bergerak, Junet masih cengar-cengir.

“Mari, Mbak,” mengangguk kekaca Rindu yang masih tebuka setengah. Junet mulai salah tingkah diperhatikan terus oleh Rindu.

“Portalnya, Pak,” Rindu berganti mengangguk-angguk.

”Astaga! Bentar, Mbak,” ngeloyor pergi membuka portal.

*****

Lelah hari ini sudah hilang seketika, rasa lapar tidak lagi terasa. Rindu melihat Goldy mengangkang sedang tertidur nyenyak, gemas. Suara mobil Rindu membangunkan Goldy, menggulingkan tubuhnya.

“Gukkk! Gukkk! Gukkkk!” Goldy langsung menggonggongya, suaranya sangat bising.

Rindu mengindar, mempercepat langkahnya. Tatapan Goldy mengarah ke jendela. Sepertinya Goldy sudah mengetahui tempat ngintip Rindu selama ini.

Disaat aman dan memungkinkan, Rindu mengambil Dog food untuk Goldy, segenggam. Tangannya masuk kesela-sela kandang, ujung kumis Goldy menusuk-nusuk telapak tangannya.

Sebelum Ramon pulang, ini kesempatan Rindu untuk berduaan dengan Goldy. Waktu perjumpaan mereka sampai terdengar suara bising knalpot Ramon datang dari kejauhan.

“Ramon pulang,” Rindu memiringkan telinganya.

Gadis melihat ada beberapa Dog food berserakan tepat dilantai samping pintunya. Setau dirinya Dog food Goldy baru saja dia beli bersama Ramon hari ini. Gadis mengambil salah satu Dog Food itu, dia melihat bentuk dan warnanya sama persis seperti Dog food milik Goldy. Pandangan mata Gadis langsung tertuju ke arah pintu rumah sebelah.

Gadis berpikir tentang kesamaan Dog food itu, walaupun anjing tetangga sama-sama jenis Golden Retriver, tetapi usianya beda jauh, dan makanannya juga pasti berbeda. Kalaupun itu Dog food berasal dari tetangga sebelah, apakah ini hanya kebetulan?

Gadis mengingat lagi dipikirannya. “Sebelumnya ada juga Dog food berserakan di bawah kandang, tapi gue lupa apakah Dog food itu untuk Puppy, atau sama kaya ini?”

Gadis melihat butiran Dog Food ditangannya, mengingat-ingat bentuknya.

Gadis menghampiri Ramon, dia menanyakan perihal Dog food itu.

”Yang aku nemuin Dog food dikandang Goldy, bukannya Dog food udah habis ya?” Gadis menunjukan beberapa butir lagi.

Sempat berpikir sejenak, Ramon menjawab, “Masih ada sisa sedikit, pas aku mau buang kantongnya.”

”OH.”

 Gadis melempar lagi dog food itu, menepuk-nepuk tangannya, ada serpihan-serpihan.

Ramon sudah menduga pasti ini ulah Rindu. “Nyari gara-gara, lo!” Ramon berdesis pelan, menyorot kerumah sebelah.

Penjelasan Ramon sedikit masuk akal buat Gadis, tetapi rasa janggal juga masih ada walau sedikit, sisanya tidak mau tahu, meskipun masih ada rasa penasaran.

Lihat selengkapnya