TETANGGA

Michael Kanta Germansa
Chapter #50

Distemper #1

Rindu mengintip dijendela. Ujung hidung lancipnya sampai menekuk, melihat Goldy masuk kedalam kandang. Maksimal hanya setengah kandang tertangkap. Rindu membuka kaca jendela, kepalanya nongol keluar, terlihat semua kandang Goldy. Rambut kuncir kudanya dilihat Goldy, masih juga belum lemas otot ekornya bergoyang menyabet alas kandang.

Buru-buru Rindu menutup jendela, sebentar lagi ilusionis Goldy mulai memainkan aksi menembus kandang besi.

*****

Hidung Goldy menempel di kaca, dari dalam terlihat kaca jendela tumbuh kutil sebesar kelereng. Kuncir kuda Rindu berputar, melihat nafas Goldy memburamkan kaca. Goldy belum mau pergi dari sana, duduk menunggu petugas bioskop merobek karcisnya.

Layar ponsel terus berganti-ganti aplikasi, membalas chatingan di grup, mengecek Instagram, menutup instagram dan membuka lagi instargam. Goldy masih melihat Rindu sibuk dengan layar ponselnya. Ekor Goldy menyapu lantai, mata Coki bolak-balik mengkuti gerakan. Senangnya hati Goldy, penjaga tiket berbaju hitam, berambut kuncir kuda membuka kaca jendela.

Rindu masih mencari film Tom and jerry di beranda kanal Youtube. Belum selesai mencari, kepala Goldy sudah nongol di sela-sela jendela, menunggu kelanjutan judul baru. Lidahnya menjulur kebawah, mulai mengeluarkan rengekan, sudah terlihat gambar kucing dan tikus.

Goldy masih ingat adegan terakhir. Lidah kucing menjadi panjang berputar-putar seperti baling-baling helicopter, melilit ingin memakan tikus dengan roti dan mayonese. Adegan terakhir itu membuat Goldy ingin melompat masuk kedalam televisi.

*****

Perilaku Goldy tidak biasanya, dia menggonggong kepada siapapun yang lewat didepan kandangnya. Sikapnya jadi overprotektif kepada dirinya sendiri. Tidak sedikit orang yang melintas menoleh ke rumah Ramon, apakah itu hanya ingin melihat anjing, atau sudah mulai terganggu. Benda-benda bergerak lebih sigap lagi membuat Goldy sampai menyalak, mobil, motor, scooter, troller, sampai sepeda ontel.

Sehabis lelah menggonggong, Goldy selalu tidur melingkar, ingin menyembunyikan kepalanya. Bolak-balik Ramon kekandang Goldy menyuruh diam. Melas wajah Goldy memandangi Gadis dibalik kaca jendela. Sudah dua hari Goldy menggonggong tidak karuan, gerakanya aktif menjungkal tempat makannya.

Makanan tidak pernah habis, saat membuang alas kotoran, penuh dengan dog food yang berhambur-hamburan dibawah. Goldy tidak pernah lagi datang menonton Tom and Jerry. Petugas karcis selalu menoleh ke arah jendela, menunggu penonton setianya muncul. Rindu merasa Goldy sudah lupa bagaimana caranya membuka pintu, dan melewati jalan disela-sela bunga tulip miliknya.

Setiap mengintip dari jendela, Rindu hanya berhalusinasi melihat ekornya bergoyang-goyang. Terakhir kali Goldy menggongong kearahnya, porak poranda mangkok makanan dibuatnya, seperti melihat pencuri menggondol tulang kesayangannya.

“Kamu dimana? Kamu kenapa, Goldy?” Rindu mengintip dari jendela, dia tidak ada didalam kandang.

Tulang punggung Goldy terliat muncul di balik kulit, begitu cepat badannya menyusut. Sudah dua hari pola makan Gody berantakan, makanan tadi pagi tidak disentuh sama sekali. Bau Dogfood menguap begitu saja, padahal sesaat dituang terasa wangi daging, dan masih berwarna coklat pekat. Makanannya terus menumpuk. Selain aromanya hilang, teksturnya sudah tidak garing lagi, lepek.

Ramon sudah mencoba mengganti variasi makanan, menjadi makanan basah, seperti daging lamb kaleng dan ati sapi. Goldy masih menutup mulutnya rapat-rapat, bermalas-malasan, dan memilih untuk tidak memperdulikan usaha Ramon. Pemandangan yang sama, hanya bersandar ke lantai, tidak bisa berdiri, kini bola matanya saja yang punya niat untuk bergerak. Matanya mulai mengeluarkan belek, menumpuk dan mengering, air liur terus keluat dari mulutnya.

“Ini anjing sakit? Apa stres, ya?” Ramon sudah sampai memaksakan mulutnya terbuka, menjejali bubur bayi dan air minum.

Ramon mulai memaksakan makanan dan minuman masuk, belepotan dan basah bulu Goldy di sekitar mulutnya. Bulu kusam dan membuntal Goldy makin jorok terciprat bubur bayi, sebagian menempel menjadi kerak.

*****

Sudah dua hari. Setiap Rindu menoleh kerumah sebelah, tidak ada lagi sambutan ekor Goldy menunggunya pulang. Rindu membuka pintu rumahnya, menyetel film Tom and Jerry, namun dia tidak pernah melihat Goldy datang didepan pintu. Hanya ayaman kain keset ada disana.

“Apa Goldy dikunci di taman belakang, ya?” Rindu mencoba mencari tahu, dua hari sudah dia tidak mendengar suaranya.

Rindu membawa tubuhnya untuk pergi kerumah sebelah, memaksa untuk menenangkan dirinya.

“Gue mau liat Goldy kesebelah. Sebelum Ramon pulang.”

Rindu melintasi rute bunga tulip yang dia buat. Rindu mengusap-usap anak rambut didahinya, menempelkan dekat-dekat matanya ke kaca tempat biasa Gadis berdiri. Mata Gadis menyorot runcing, mencoba mengamati denah rumah yang sama dengan miliknya.

“Dimana kamu Goldy?” Rindu mengincar jauh ke pintu kaca belakang rumah.

Rindu tidak bisa melihat jelas, terhalang gorden, dia tidak berhasil mencari celah. Hanya tembok dan sebagian sofa warna hitam yang tertangkap mata. Rindu memilih kaca jendela yang lain, tetap sama, malah bayanganya yang nampak dikaca. Rindu menolak pinggang mencari cara, bayangan itu juga terpantul di kaca.

Rindu merasakan getaran yang menyesakan dada, ketakutan, kekhawatiran dan penasaran. Menenangkan diri, diheningkan sebegitu rupa dan memasang telinganya kuat-kuat, namun tidak sedikitpun dia mendengar suara-suara kehidupan dari dalam.

“Dimana kamu Goldy?” Rindu kalut mencari-cari.

*****

Tergeletak Goldy dilantai dekat jendela, berbaring diatas kain tumpukan dan baju bekas. Matanya berputar kearah atas jendela, dia merasakan Rindu begitu dekat dengan dirinya. Air mata Goldy keluar membasahi belek yang mulai mengering. Goldy ingin mengadu kepada Rindu.

“Kenapa badannya sepanjang hari terasa ngilu sekali?”

*****

Hari ketiga. Ramon menyadari tubuh Goldy sudah semakin kurus, bulunya rontok dan biji mata almondya lebih menonjol mengeluarkan belek. Kotorannya berubah encer. Hidung Goldy mulai keluar cairan berwarna hijau, mengering di disekitar lubang hidung, dan berkerak menetes ke lantai.

“Kita bawa ke dokter hewan!”

Ramon menngendong Goldy yang sudah mulai lemas berdiri sendiri, kulitnya terasa hangat demam tubuh Goldy. Ramon mendekap terus tubuh kerempeng Goldy. Tangan Gadis menyangga pintu mobil. Tangan Rindu menempel kaca, jemarinya terasa dingin dari hawa hujan diluar rumah.

Bergetar jari-jarinya, meneteskan air mata, melihat kaki Goldy terkulai lemah. Kaki Rindu terasa lemas, sekuat tangannya menahan tidak jatuh. Ramon melihat wanita dibalik kaca jendela, ada kesusahan mengiringi dia pergi, meski tidak terlihat air matanya di pipi.

“Distemper? Atau Parvo?” melintas dugaan sakit Goldy. Semakin tersayat hati Rindu membayangkan penderitaan Goldy menahan rasa sakit, dan tidak nyaman tubuhnya.

“Tuing,” notifikasi muncul di layar ponsel Ramon. Ada nama Rindu.

“Goldy sakit?”

Setelah empat tahun lamanya, untuk pertama kalinya Ramon menelpon Rindu. Ada dorongan kuat kalau Rindu banyak tahu tentang Goldy, dan mengandalkan pertolongan kepadanya.

”Goldy sakit.”

Ramon berkeluh, memandangi Goldy menelungkup disebelahnya

Bola mata Goldy masih bergerak-gerak, disudut-sudut kelopaknya mulai mengeluarkan belek lagi. Masih hening belum dijawab, Rindu sedang mengatur nafasnya, air matanya menghalangi bibirnya terbuka.

“Lo bawa kemana?” lirih suaranya sampai kedada Ramon, menangkap terlampau sering tarikan ingus Rindu

“Dokter hewan deket rumah kita, dua tahun lalu gue pernah vaksin disana.”

”Jangan kesana! Ntar gue kirim alamat. Ada dokter hewan kenalan gue. Goldy bisa dirawat disana, jadi lo gak perlu rawat sendiri, biar mereka yang urus. Udah gue kirim ke WA lo, ya.” Rindu tergesa-gesa, tangannya basah mengelap terus air mata.

“OK!” Ramon sigap mengikuti rute, mengusap-usap kepala Goldy. Hanya matanya terus menatap sebagai respons.

*****

Lihat selengkapnya