“Tok.Tok. Tok.”
Rindu mendengar suara pintunya berbunyi, dia memastikan lagi, mengheningkan sejenak gendang telinganya.
Rindu menggeser pintu kaca taman belakang, memunculkan kepalanya.
“Tok. Tok. Tok!”
Rindu tahu ada orang diluar.
Rindu mengintip dari jendela, ada Gadis sedang berdiri di teras rumah, disebelahnya Goldy duduk menghadap pintu. Gadis konstan berganti-ganti tumpuan kaki, dia sudah payah menahan tegak tubuhnya.
Bulu kusam Goldy terlihat lebih bercahaya dibandingkan rambut Gadis. Bagian belakang rambutnya menggumpal, terlampau sering digaruk dan jarang disisir.
Rindu berdiri berhadapan dengan Gadis, mendongak kepala Goldy melihat ke arah mereka berdua. Rindu merasa iba dengan keadaan Gadis, makin banyak bercak merah, sudah sampai ke betis dan punggung telapak kakinya. Rambutnya sudah kusut seperti satu minggu tidak keramas dan sisiran, mengembang seperti ingin menelan tirus wajahnya yang semakin kurus.
“Goldy itu ibu kamu!”
Rindu menahan nafas lima detik mendengar ucapan Gadis, telunjuk Gadis masih mengarah kepadanya, “Kenapa kalian merahasiakan ini semua?” Gadis masih mengatur isak tangisnya, menenangkan irama nafasnya yang mulai sesak.
Pipi Gadis mulai dibanjiri air mata, masih ada yang ingin dia katakan.
“Goldy yang membawa saya sampai kesini, bukan Ramon. Jawab pertanyaan saya, kenapa?” Gadis mencoba mengatur kembang kempis perutnya, yang beradu dengan detak jantung yang tidak karuan.
Rindu mengecap bibirnya, menelan ludah dan ingin bersuara, semua pergerakan itu diamati Gadis. Terbuka mulut Rindu ingin mengucapkan sesuatu.
“Braakkkk.”
Gadis tergeletak di teras. Goldy terkejut gerakan jatuh Gadis, mengeluarkan suara tangisan, mengendus-endus rambut kusut Gadis.
Rindu bergerak menopang Gadis, mengusap-usap rambut kusutnya, dan merasakan suhu panas didahi dan pipi. Rindu berlari menuju rumah Ramon, belepotan tanah teras Ramon bergambar jiplakan kaki.
“Ramon! Ramon! Ramon!” Rindu berteriak sambil menggedor pintu.
“Jder. Jder. Jder.”
Rindu terus menggetarkan pintu.
“Jder. Jder. Jder.”
Suara getaran pintu terdengar sampai lantai atas.
“Gila, lo! Malem-malem gedor pintu!” Ramon mengucek mata, menarik rambutnya kebelakang.
Rindu menenangkan diri, memperjelas lafal kata-kata, “Gadis pingsan. Gadis pingsan.” menarik tangan Ramon menuju rumahnya.
“Shit!” Ramon mendapati tubuh Gadis terkuli, jemarinya dijilati oleh Goldy.