Tetangga Jangan Gitu

penulis kacangan
Chapter #3

Mimpi basah

Setelah kasur dibersihkan dari segala najis yang tampak wujudnya dengan jelas, lebih baik aku membaringkan tubuh yang lelah ini di atas kasur. Dengan mata yang sayup, kelopak mata sangat berat sepertinya mulai terbuai oleh kasur karena merasakan kantuk yang luar biasa.


Saat aku terjaga, tanpa sadar tubuh ini seperti berjalan keluar kamar, bahkan keluar rumah. Seolah-olah kaki tak bisa dikompromi, berjalan sendiri.


Astaga!!!

Kulitku terbakar terik panas matahari, entah mengapa tiba-tiba cuaca segersang ini. Melangkah yang tak bisa dihentikan.


Seketika gerombolan orang mengejarku.

“MALINGG!!!” teriak salah satu dari mereka dengan melambai-lambaikan tangannya. Keberadaannya semakin mendekat ke arahku. Dengan rasa takut yang luar biasa disertai peluh yang bercucuran.


Sontak saja tanpa pikir panjang dan aba-aba dengan mengeluarkan jurus terjitu yaitu lari sekencang-kencangnya.


Aku pun lari terbirit-birit seperti di kejar-kejar penjahat dalam Film Action. Dengan nafas yang terengah-engah aku berlari sekencang-kencangnya tanpa memperhatikan apa yang ada di sekelilingku. Tukang es keliling pun hampir tertabrak. Kerumunan Ibu-ibu yang sedang bergosip di sore hari pun merasa heran dengan tingkahku. Akhirnya setelah perjalanan panjang berlari dengan jarak yang lumayan jauh.


Aku berhenti di bawah pohon mangga, karena sepertinya merasa cukup aman aku pun memejamkan mata dan mencoba mengatur nafasku.


Betapa terkejutnya saat mataku terbuka, ternyata aku berada di tengah-tengah ramainya masyarakat yang berkerumun.


Aku tiba-tiba didorong, sampai tubuh lemah rapuhku berciuman dengan tanah, membuat seluruh baju kotor.


Pukulan dan tendangan kuterima tanpa perlawanan. Aku mencoba tenang. Karena merasa tidak bersalah. Hujatan dan cacian saling susul bertubi-tubi bersamaan sebanyak pukulan.

“Dasar Berandalan.”


“Pengganggu keamanan lingkungan. Brengsek!”


“Apa kau tidak bersekolah hah?”


“Siapa Bapakmu, jawab!”


Bibir pecah berdarah-darah. Tapi, aku berusaha tersenyum. “Memang aku berandalan. Benar. Bukan seperti Tuan yang sangat mulia. Menilai orang lain sangat asing, bahkan rendah!”


Sebuah pukulan tinju mampir lagi di wajahku. Tidak dirasakan!


“Memang aku Bajingan, tapi tidak seperti tuan yang berani keroyokan bahkan menghibahkan aku dengan membuat asumsi pribadi untuk menghasut semua masyarakat. Dasar tuan hanya menjadi pengganggu jalan hidupku. Aku tahu pendatang, tapi jangan terlalu diasingkan, ini membuatku semakin canggung.”


Semua orang yang ada terdiam.

Lihat selengkapnya