Melaporkan pada orang-orang kalau Aina hilang? Mau bunuh diri apa? Kenapa aku bisa tahu? Untuk apa aku mencarinya di malam itu? Tentu bakalan ada beribu pertanyaan yang akan menyerangku. Jadi, aku berusaha menenangkan diri sendiri walau sangat susah. Aku tidak bisa tidur.
Saking panik dan takutnya, handphone Aina tak kubawa masuk ke rumah. Kusembunyikan jauh di bawah rak-rak berabu di sudut garasi mobil. Tempat yang mustahil dijamah Sari dan siapa pun.
Esok paginya, ketika memandang rumah Aina, firasatku benar-benar buruk. Aina tak kembali. Kondisi rumahnya tampak sama dengan yang terakhir kutinggalkan.
Aku meminta Winar berhenti di depan pertokoan di Kota Baru sebelum sampai di kantor. Alasanku ada yang mau dibeli sebentar. Pesanan bos di kantor. Padahal, aku mencari sepeda motor sewaan untuk upaya memudahkanku mencari Aina ke seluruh penjuru distrik.
Kucari perempuan itu ke mana-mana, tapi hasilnya nihil. Aku ke kantor dulu sebelum pulang, karena harus membuat laporan.
***
Rasanya darahku menguap semua dibawa angin sore ketika melihat ada mobil polisi di blok kami. Apa mereka mau menangkapku? Jelas. Cepat atau lambat polisi bakalan tahu mengenai sidik jariku di rumah Aina. Aku ada di sana malam itu dan malam sebelum-sebelumnya.