Tetangga Manisku

Aspasya
Chapter #6

Deja'vu

Suara derit pintu gerbang dibuka dan bergeser, mengagetkan Nana yang tengah bermain-main dengan kucingnya. Glacie yang juga kaget, melompat dari gendongan Nana dan berlari menghilang ke dapur.

Nana mengambil smartphone-nya yang sedari tadi tergeletak di atas long bench di sebelahnya bersama dengan sebotol wine serta sekotak praline dan kue red velvet. Menyentuh layarnya dan melihat jam yang tertera di bagian atas layar.

"Sudah hampir jam setengah sebelas," gumamnya sembari mengantongi smartphone-nya dalam saku gaunnya.

Nana pun berdiri dan menuju ke dapur untuk mengambil kunci motor. Dia berniat hendak memasukkan motor ke garasi dan mengunci pintu gerbang. Karena sudah hampir larut malam.

Dengan beralaskan sandal bakiak kayu yang berhias ukiran bunga dan manik-manik kecoklatan, Nana menyusuri step stone di taman villa dan menuju ke halaman barat yang terbuka.

Dengan hati-hati Nana membuka pintu gerbang. Suasana komplek yang sepi dan desau angin pantai menyergapnya begitu dia berada di luar, membuatnya sedikit mengigil kedinginan.

"Sstt ikan." Samar-samar Nana mendengar bisikan lirih yang membuatnya sedikit merinding.

Nana mencoba mencari sumber bisikan yang didengarnya. Namun tidak ada satu orangpun di sekelilingnya. Di sepanjang jalan kompleks villa yang buntu, di tengah malam seperti ini sangat jarang ada penghuni villa yang berkeliaran.

"Ikan, di sini." Bisikan samar-samar itu terdengar lagi.

Nana mengerutkan kening sembari memindai sekelilingnya. Hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan sebutan ikan. Hanya Erick, si meow, kucing garong yang kini menjadi tetangganya.

"Mpus!Mpus!" Nana membalas bisikan yang didengarnya barusan dengan kebiasaannya memanggil Erick.

Sengaja bersuara normal bahkan cukup keras. Toh dia pasti akan dikira memanggil kucing-kucingnya. Hampir semua penghuni kompleks ini tahu jika dia pemilik kucing-kucing lucu yang sebenarnya jarang berkeliaran di luar villa apalagi tengah malam seperti ini.

"Astaga! Ikan!" Tiba-tiba sesosok tinggi besar dan berhelm muncul di hadapannya, dekat serumpun pokok bunga kaca piring yang tumbuh subur di sepanjang tembok yang memagari villanya.

Nana hampir saja berteriak. Namun dia mengenali sosok yang muncul tiba-tiba itu, saat dia membuka helmnya. Nana melotot tak percaya, setelah yakin benar dugaannya.

"Astaga beneran abang rupanya. Ngapain di sini malam-malam kek gini." Nana berbisik lirih dan tanpa sadar menyeret pria itu ke pintu gerbang agar terhalang dari pandangan siapapun yang mungkin saja kebetulan melewati jalanan kompleks.

"Dih, dari tadi dipanggil malah bengong. Abang mau keluar jalan-jalan, sumpek di rumah," bisik sosok itu yang rupanya adalah Erick.

"Eh dasar kucing garong. Mau jalan-jalan kemana tengah malam begini? Lagian itu bini kagak ngamuk apa Abang tinggal?" Nana mengomelinya dan lupa tujuannya untuk memasukkan motornya yang masih terparkir di halaman terbuka samping villanya.

"Kemana saja. Ayo temani abang." Erick menarik lengannya dan hendak membawanya keluar dari halaman villa.

"Eh, nanti dulu mpus." Nana hampir saja tersandung batu karena gerakan Erick yang tiba-tiba.

Lihat selengkapnya