Tetangga Manisku

Aspasya
Chapter #9

First Time

Motor besar itu melaju, melintasi jalanan kota Denpasar yang masih sepi. Penduduk kota masih terlelap di balik selimut dan hanya ada beberapa saja yang beraktivitas hingga dini hari.

Meski merupakan pusat kota dari sebuah pulau yang dikenal sebagai destinasi wisata yang mendunia, Denpasar tetap tidak segemerlap ibukota Jakarta yang hampir tidak tertidur sepanjang hari. Jalanannya pun tidak semacet jalanan di ibukota negara.

"Abang hati-hati!" Nana setengah berteriak memperingatkan Erick saat motor besar itu hampir oleng.

"Iya, Abang masih bisa mengendalikannya kok. Tenang saja, peluk abang, pegangan erat-erat ya!" Erick memperingatkannya untuk berpegangan erat pada pinggangnya.

Nana tidak membantah dan memeluk erat pinggang Erick. Udara dini hari yang dingin menyergapnya, membuat Nana sedikit menggigil.

Meski cukup banyak mengkonsumsi minuman beralkohol, Erick maupun Nana tidak kehilangan kontrol diri mereka. Masih dalam kondisi sadar sepenuhnya dan tidak oleng sama sekali.

Nana hanya merasa sedikit pusing dan kepalanya terasa berat. Dia ingin segera merebahkan diri di atas kasur dan bantal empuk. Namun ada juga sesuatu yang perlahan bergejolak di tubuhnya.

Tanpa sadar Nana memeluk Erick erat-erat dan menyandarkan kepalanya ke punggung pria itu. Bibirnya tanpa sengaja beberapa kali menyentuh punggung tegap Erick.

"Ikan, kamu baik-baik saja?" Erick sedikit khawatir ketika merasakan sesuatu di punggungnya.

"Eehhm...." Nana hanya bergumam tak jelas.

Erick memperlambat laju motornya. Dia khawatir Nana tanpa sadar akan melepaskan pegangan tangannya di pinggangnya. Erick menyentuh sepasang lengan mungil yang melingkari pinggangnya dengan tangan kirinya. Memastikan posisinya masih aman.

"Ngantuk?" Erick bertanya pelan.

"Nggak, cuma pengen." Kali ini Nana menyahut meski masih setengah bergumam.

Dipereratnya pelukannya dan menggesek punggung Erick pelan dengan bibirnya. Erick tertegun sejenak, reaksi Nana membuatnya semakin khawatir.

"Pengen apa?" Erick tersenyum sendiri mendengar jawaban Nana.

"Peluk abang dan nggak aku lepaskan lagi." Bisik Nana lirih hampir tidak terdengar.

Erick tertegun mendengar jawaban Nana. Hatinya mencelos dan membuatnya terdiam seketika. Tidak tahu harus berucap apalagi. Diapun memiliki perasaan yang sama dengan Nana.

"Seandainya bisa abangpun tidak akan pernah melepaskan pelukan Abang! Selamanya tidak akan pernah!" Erick berucap cukup keras agar Nana mendengarnya dan tidak merasa khawatir.

"Abang nggak usah berteriak juga kali!" Nana terkekeh dan mencubit pinggangnya.

Namun kembali dipeluknya pinggang Erick erat-erat. Bak tengah membuktikan ucapannya yang tidak ingin melepaskan pelukannya, Nana mencengkeram pinggang Erick dan menyandarkan kembali kepalanya ke punggung kokoh pria yang kemudian menggenggam jari jemarinya yang melilit kuat di pinggangnya.

Villa mereka sudah dekat. Jalanan yang sepi dan jauh dari kemacetan membuat motornya melaju tanpa hambatan. Sehingga lebih cepat sampai di kawasan Sanur yang juga masih senyap.

Lihat selengkapnya