Tetangga Manisku

Aspasya
Chapter #10

Imajinasi Liar

Nana membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali. Dengan langkah pelan ditelusurinya jalan setapak berlapis step-stone menuju kamarnya.

Masih gelap karena subuh baru saja menyapa. Nana mengambil smartphone-nya dari saku gaunnya, mengecek jam. Ternyata baru jam empat pagi lewat sedikit. Pantas saja suasana di kompleks masih sepi.

Nana membuka pintu geser kamarnya dengan hati-hati. Setelah menutup dan mengunci pintu kaca geser kamarnya, dia menurunkan gorden dan menutup rapat-rapat dengan gorden berbahan tebal.

Bergegas Nana melepaskan pakaiannya dan melemparkannya ke dalam keranjang pakaian kotor di sudut kamar. Menuju ke kamar mandi dan menyegarkan tubuh mungilnya dengan siraman air hangat dan memanjakannya dengan aroma wangi favoritnya.

Meski udara masih dingin, namun dia tidak akan bisa terlelap tanpa mengganti pakaian dan membersihkan badannya. Itu sudah menjadi kebiasaannya.

Bunyi dering smartphone-nya membuat Nana tidak bisa berlama-lama di kamar mandi. Dia bergegas mengeringkan badan dan mengenakan lingerie yang diambilnya dari dalam lemari.

Diraihnya smartphone-nya dan dimatikannya alarm yang memang selalu membangunkannya setiap dini hari. Nana tertegun saat melihat beberapa notifikasi pesan yang masuk.

"Mpus kirim pesan apa?" Gumam Nana seorang diri.

Nana duduk di tepi tempat tidur dan menyentuh layar smartphone-nya, membuka pesan-pesan yang baru saja masuk.

@Erick

[Ikan asin]

@Nana

[Apa mpus]

[Habis mandi ini]

@Erick

[Katanya pengen]

[Ish mandi nggak ngajak-ngajak abang]

[Basah nggak tuh]


Nana tersenyum mengulum bibirnya dan menggigitnya pelan. Erick si kucing garong meski sering menggodanya dengan chat seronok seperti ini tapi selalu bisa membuatnya tersenyum dan bahkan tertawa lepas.

@Nana

[Belum diapa-apain mpus]

[Masa sudah basah]

@Erick

[Kirain ada genangan]

@Nana

[Mana ada]

@Erick

[Ikan asin berendam di genangan]

@Nana

[Si mpus minta dichivok neh]

@Erick

[minta dikulum]


Nana mulai merasa sedikit gelisah. Chat mereka sudah menjurus ke hal-hal yang tidak sepantasnya. Bagi Nana dan Erick hal seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan mereka berdua.

Nana tidak lagi merasa risih ataupun malu dengan chat yang kerap membuat pipinya merona. Meski tak urung gelisah menyapa tubuhnya yang mulai bereaksi tidak biasa juga.

Mungkin pengaruh minuman beralkohol tadi masih tersisa dan membuat Nana mudah terprovokasi dengan chat yang cenderung membangkitkan hasratnya.

Perlahan Nana naik ke atas tempat tidur dan merebahkan kepala serta tubuhnya di atas kasur dan bantal empuk berlapis kain linen putih.

Gejolak dalam dadanya membuat Nana menanggapi chat nakal Erick dengan nakal pula.

Erick mungkin satu-satunya pria yang membuatnya mengeluarkan sisi liar dan barbar dalam dirinya. Selama ini Nana hampir tidak pernah menanggapi chat-chat nakal seperti itu dari para pria lain. Bahkan Nana selalu mengabaikannya.

Namun Erick tak pernah bisa diacuhkannya. Pria itu pandai mengambil hatinya dan menggodanya dengan halus tanpa membuatnya merasa terlecehkan.

@Nana

[Aih]

[Dijilat]

[Terus dicelupin]

@Erick

[Celupin ke anu]

@Nana

[Abang kambuh barbarnya]

@Erick

[Biar dirimu tersiksa]

@Nana

[Dih aku yang jadi sasaran]


Lihat selengkapnya