Tiga orang duduk mengelilingi sebuah meja di dalam sebuah kafe yang tampak tenang siang itu. Meja mereka berada di pojok sehingga tidak mudah bagi orang yang lalu lalang untuk mendengar percakapan mereka. Sepertinya, mereka memang sengaja memilih meja itu supaya mereka bisa lebih leluasa ketika mereka berbicara.
“Bantu aku, Yungi. Kumohon! Menikahlah denganku. Hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan ayahku”, ucap Mina dengan nada memohon.
“Ya, aku mengerti dengan kondisimu, Min! Tapi, uhm ... kenapa harus aku Min?” Yungi menjeda sebentar menatap perempuan berwajah kecil dan imut tetapi tampak agak kacau yang duduk tepat di hadapannya.
”Kita sudah bersahabat baik sejak kecil dan kau sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Lagipula …” Yungi tidak melanjutkan.
“Apa?” Mina terlihat heran. Matanya menatap Yungi dengan sedih. Sepertinya ia harus siap dengan jawaban yang jelas mengarah pada penolakan.
“Lagipula aku tidak mencintaimu. Orang yang kucintai, perempuan di sebelahku ini.” Yungi memegang tangan Melisa lembut seraya menatapnya hangat. Melisa tersenyum kepadanya.
“Aku sangat mengerti. Aku tahu jelas bagaimana perasaanmu kepadaku! ..... Karena itu aku memanggil dan mendiskusikannya dengan kalian berdua. Kalau aku berpikiran picik, aku mungkin akan memanggilmu saja atau bahkan meminta Melisa untuk melepaskanmu. Tapi aku tidak lakukan itu karena aku tahu kalian jelas- jelas saling mencintai”. Mina menjelaskan lagi.
Ia menarik napas panjang dan merebahkan dirinya ke sandaran kursi.
“Ya tapi kenapa harus aku Mina?” Yungi penasaran.
“Denis sebenarnya bersedia membantuku, uhm, tapi ... orang tuanya tidak setuju. Kamu tahu kan saham orang tuanya paling dominan dalam perusahaan. Jadi, dia tidak bisa membantuku.” Mina berkata lagi.
“Dan sebenarnya, ... aku sudah minta tolong yang lain juga, tapi hasilnya sama,” sambungnya.